"Bagaimana Lanie?"
"Tidak ada kabar," Lanie menggigit jarinya, dia ketakutan juga khawatir saat sang Nyonya tidak kunjung kembali padahal sudah tengah malam. Bahkan dia nekat mendatangi mall yang ternyata, Nyonya sudah pulang dari sore hari juga tidak ada riwayat transaksi pembelian tas seperti yang Nyonya katakan sebelum pergi seorang diri.
Nomor asisten Ben dan Lucas, tidak ada satu pun yang aktif. Lanie benar-benar cemas, takut sesuatu terjadi pada Nyonya. "Terus hubungi, Tuan. Saya akan bergerak dengan yang lainnya untuk terus mencari," Lanie mengangguk dan tiada henti menghubungi Lucas sedangkan kepala pelayan, membantu dengan menghubungi asisten Ben.
Sementara itu, di posisi Rene. Apakah Rene akan pasrah? Persepsi dari mana itu? Buktinya dengan mudah, Rene menggenggam pisau di lehernya. Dia tidak peduli, jika telapak tangannya meneteskan darah semakin banyak. Dengan tangan menggenggam pisau, Rene menyikut perut si pria. Berbalik badan, menendang dan menduduki perutnya. Tidak lupa mengangkat tinggi pisau yang akan dia tusukkan ke dada si pria.
Belum sempat pisau menembus dada pria asing, tangannya sudah lebih dulu di tahan dan posisi kembali terbalik dengan Rene yang berada di bawah kendali pria itu. "Kau wanita yang cukup cerdik karena berani melawanku,"
Bukannya takut, Rene malah terkekeh pelan. "Aku hanya takut pada Tuhanku, pria pengecut sepertimu memang pantas di habisi oleh seorang wanita. Biar dunia tahu, seseorang yang berlindung di balik penis dan tubuh kekar, nyatanya, hanya seorang pengecut yang gemulai. Berani hanya untuk melumpuhkan wanita yang sedang lengah, apa cocoknya untukku memanggilmu? Banci?"
Mempermainkan emosi lawan adalah keahlian Rene, dia terbiasa membuat cerita dengan dialog yang sarkasme dan menusuk hati, jadi mempraktikkan pada dunia nyata, ternyata tidak sesulit itu. "Kau berani berkata seperti itu padaku?!"
"Sejak kapan aku bilang takut padamu?" Ketika lawan di kuasai amarah, Rene mengambil tindakan dengan merebut pisau dan memiting leher si pria. Dia juga kembali mengubah posisi dengan sengaja, menginjak dada pria itu. "Kau cukup bodoh karena terus menginginkan kematianku,"
Rene tidak tahu, keberanian dalam dirinya datang dari mana, tapi yang pasti, tidak ada rasa takut sedikit pun dalam dirinya meski tangan bercucuran darah. Dia ingin segera menuntaskan, dia pun menusuk dada si pria bersamaan dengan kakinya yang menginjak kuat. Darah muncrat membasahi gaun indahnya, Rene tersenyum lalu menunduk dan menyeret si pria dengan menarik tangannya.
Tubuh pria itu beberapa kali mengalami kejang sebelum akhirnya mati di tempat, apa Rene peduli dengan darah yang ikut terseret? Menodai tempatnya berpijak, jelas saja dirinya tidak peduli. Dia lupa jika akan pergi dengan sopir Giorgio, dia pun meraba saku si pria dan menemukan sebuah kunci. Menekan alarm dan mendekati mobil yang menyala.
Dia membawa si pria masuk ke dalam mobil lalu di susul dirinya di kursi pengemudi, dengan tatapan datar, Rene mengendarai mobil menjauh dari tempat acara. Dia berhenti di pinggir sebuah tebing yang sangat kebetulan, gedung di adakan di sebuah lokasi yang perjalanannya curam. Maka dari itu, banyak tamu yang lebih memilih untuk menggunakan helikopter.
Rene keluar dari mobil, dia mengambil sebuah batu lalu melemparnya hingga jatuh ke atas pedal gas. Kalian tahu, apa yang terjadi ketika pedal gas ditekan ke bawah. Mobil pun meluncur dari atas tebing ke bawah, meledak ketika menghantam sesuatu. Rene tersenyum, dia berjalan seorang diri untuk kembali ke tempat acara.
Dari jam di pergelangan tangannya yang ternoda darah, sekarang sudah pukul 3 pagi. Mungkin suaminya sedang bersenang-senang di acara private dan Rene tidak akan membiarkan hal itu terjadi dengan tenang sedangkan dirinya terluka. Rene bukan tipe pendendam, tapi dia suka membalas sesuatu dengan caranya yang di luar dugaan.
Dia tidak langsung masuk, melainkan menepi untuk merobek gaunnya di bagian bawah. Mencuci telapak tangannya di air mengalir lalu membalut telapak tangannya dengan kain, tidak lupa dia juga merobek gaun bagian bawahnya untuk mengikat ke bagian leher. Dia melihat gaunnya yang compang-camping dan tidak layak pakai.
"Aku seksi kok," dia pun nekat membuka gaunnya dengan hanya menyisakan tank top tanpa lengan dengan hotpants pendek. Dia juga menggerai rambutnya untuk menutupi ikatan di leher.
Sedangkan di dalam gedung private, Lucas mendorong seorang wanita yang terus bergantian mendekatinya, dia mendengus dingin sembari melihat ponselnya yang mati kehabisan baterai. "Lucas, apa kau tidak ingin mengantar wanitamu pulang? Bisa saja dia akan tinggal nama setelah dari sini," Gideon tersenyum jahil dengan kedipan mata.
Dia sudah sangat paham, wanita yang datang bersama Lucas di acara apa pun itu, pasti besoknya, akan gempar dengan berita kematian tragis. "Daeva cantik, sayang sekali kalau dia akan pulang dari sini lalu mati mengenaskan." Gideon sengaja menatap ke arah Daeva yang tengah membereskan tasnya dan bersiap pulang ke hotel karena waktu, memang sudah menjelang pagi, besok dia masih ada pemotretan.
Lucas? Pria itu tidak peduli, dia berdiri bukan untuk menghampiri Daeva, melainkan menemui asisten Ben yang setia menunggu di depan dengan para asisten lainnya. "Ben, ponselku mati." Lucas memberikan ponselnya pada asisten Ben, "Mana ponselmu? Aku pinjam,"
"Ini, Tuan."
"Mati?"
"Tidak, saya sengaja mematikannya tadi."
Lucas mengangguk dan mulai menyalakan ponsel asisten Ben, tepat ketika layar beranda muncul, sebuah panggilan masuk ikut muncul. Lucas menyodorkan ponsel pada di pemilik, asisten Ben pun mengangkat panggilan. "Asisten Ben, akhirnya Anda menjawab panggilan saya."
"Ada apa?"
"Asisten Ben, Nyonya belum pulang sejak sore! Nyonya pamit ke mall hanya untuk membeli tas tapi sampai sekarang, Nyonya belum kembali!"
"Nyonya hilang?!"
Mata Lucas yang memandang sekitar langsung berpusat pada asisten Ben, "Apa maksudmu, Ben?!"
"Tuan, Nyonya .... Nyonya menghilang sejak sore! Nyonya pamit membeli tas ke mall tapi sampai sekarang belum juga kembali!"
"Shit! Kerahkan semua anggota untuk turun sekarang, Ben!"
Asisten Ben langsung sigap memerintahkan semua anggota Klan Mors agar berpencar mencari jejak Rene. Sedangkan yang di cari, kini tengah menggaruk pipinya. Dia cukup lelah berjalan lumayan jauh, tapi tidak bisa asal menyerah atau bisa saja, Rene akan di─ "Umph!"
Dugaannya tepat sasaran, sebuah sapu tangan membekap mulutnya dan Rene tanpa sengaja menghirup aroma yang membuat kesadarannya menghilang. Seseorang yang membekap hidung dan mulutnya, kini tersenyum lebar. Dia menggendong Rene dengan sangat hati-hati seakan Rene adalah benda yang mudah pecah.
Dia memasukkan Rene ke dalam mobilnya yang terparkir tidak jauh dan segera melaju dengan kecepatan sangat tinggi. "Kau cantik sekali pun sedang pingsan, hehe."
***
HALO!
SA DI SINI!
Buat kalian yang ingin baca cerita Perpindahan Dimensi Sang Penulis dengan semua bab lengkap, kalian bisa membacanya di dalam versi pdf.
Pdf sudah tersedia.
Harga 25.000 akan bertahan entah sampai kapan, pokoknya, suka-suka Sa, wkwk
Pembelian hanya bisa melalui nomor, 085863302854 atas nama Jeongsa
Dan pembayaran hanya bisa melalui:
- Dana
- Ovo
- Gopay
- Shopee Pay
- Pulsa
Sekian, terima kasih💐🩶