Catatan Hati Seorang Istri Pr...

By NhieaWidjaja

369K 17.5K 1.1K

(Khusus 18+ harap bijak memilih bacaanmu ya!) Menjadi seorang istri prajurit tidaklah mudah, harus siap denga... More

Welcome to Asrama Batalyon TNI AD
Persit Baru
Persit Baru (2)
Giat Pertamaku
Ujian Pertama
LDR (Part 1)
LDR (Part 2)
LDR (Part 3)
Pertemuan
Yang Dinanti
Telat???
dr Sp. OG 😩
LDR Lagi
Home Alone
Home Alone - Part 2
You're Not Alone
We're Strong Wife!
Sahabat
Hobi Baru
Shopping Time!
Ruang Rindu
We're Strong Wife! 2
Cepatlah Pulang
Surprise!!!
Ramadhan Pertama
Ibadah Terindah
Cinta Halal
We're Strong Wife 3
Aku Siap!!!
Pergilah, Aku Tak Apa
Kita Bersaudara
The First Year
My First Anniv
Sahabat 2
Kesabaran & Ikhtiar
Sebuah Titipan
Kehamilan Terindah
Bertahanlah!
Jangan Pergi...!!!
Ikhlas
The Last Friendship
Menunggu Kelahiran
Persalinan yang Mencemaskan
Ibu yang Tak Sempurna
Broken Heart💔 Part 1
Broken Heart💔 Part 2

Nyeri

1.5K 95 9
By NhieaWidjaja

Bacalah part ini dengan Bismillah

Di ruang tunggu bersalin, mama tampak begitu cemas tapi ia mencoba menutupinya, mengobrol dengan sesama ibu yang juga sedang menunggu anaknya melahirkan.

"Maa....." sapa mas Aji.

"Eh iyaa, gimana mas?"

"Insyaa Allah besok Mia akan operasi Caesar. Karena ketuban sudah merembes, kalo menunggu bukaan lengkap belum tentu juga bayi bisa lahir lancar karena bobotnya sudah diambang batas untuk anak pertama. Resiko infeksi juga bisa terjadi dengan kondisi begitu malah bisa membahayakan bayi."

"Ya Allah.... Trus jadwal operasinya jam berapa besok, mas?" mama sangat gelisah.

"Belum tau, maa... Keputusan ini juga baru kami rundingkan setelah pemeriksaan terakhir dokter tadi. Jadi besok saat dokter visit baru akan saya sampaikan persetujuan operasinya."

"Oh begitu,"

"Kalo gitu, mama tidur di Asrama saja yaa! Besok pagi biar dianter lagi sama Aan kesini."

"Ya sudah kalo begitu, mama pulang dulu yaa mas! Titip Mia yaa, moga besok pagi ada perkembangan baik. Assalamu'alaikum," mas Aji mencium punggung tangan mama dan om Aan segera mengantarnya pulang ke Asrama.

"An! Nyetirnya hati-hati yaa!? Gak usah ngebut, ini sudah malam,"

"Siap, bang! Ijin pamit pulang, assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam..."

~~~~~

Di dalam kamar bersalin, aku hanya seorang diri dan ada beberapa pasien di bed yang lain. Sesekali saja mas Aji diperbolehkan masuk karena para bidan dan perawat bergilir mengobservasi pasien yang akan melahirkan. Aku masih menahan nyeri kontraksi yang datang dan pergi, tapi sayangnya pembukaan belum juga bertambah padahal ini sudah masuk 5 jam sejak bukaan pertama.

"Ayooo, Nak. Bantu mama yaa! Adek harus lahir lewat jalan yang sudah Allah siapkan, ayoo nak segera turun yaa..." lirihku saat kontraksi mereda.

Seperti inikah rasanya akan melahirkan? Aku benar-benar sangat cemas. Mataku sangat mengantuk tapi otakku terus saja berpikir. Perutku nyeri karena adanya kontraksi dan pinggangku rasanya seperti akan patah.

Oh ya Allah... ya Allah.... yaa Allah... Berikan pertolongan-Mu, subhanallah... subhanallah... subhanallah... Allahu akbar.... Allahu akbar... Allahu akbar...
Hhhhhhmm.... Huuuuuuuft!

Aku terus menata napasku, agar disaat nanti kontraksi makin kuat aku tidak kelelahan dan bisa mengejan dengan baik. Yaaa tipis memang harapan untuk bisa melahirkan normal dengan kondisi ini, tapi aku masih tetap berharap pada Allah karena Dia-lah yang menghendaki segala sesuatu.

"Yang, minum yaa... Mas bawain teh anget." Aku tak menyadari jika suamiku sudah berada disampingku barusan.

Lalu mas Aji membantuku duduk.

"Maem juga yaa?!" Tawarnya juga.

"Maem apa?"

"Tadi om Aan belikan nasi padang di kantin RS. Mas suap yaa?" aku mengangguk pelan.

Selesai menyuapiku, mas pamit untuk berjaga diluar. Karena jika terlalu lama di dalam ruangan bersalin pasti akan ditegur oleh bidan jaga. Yaa memang aturannya sudah seperti itu, mungkin karena ruangannya tidak begitu luas sehingga membatasi adanya penjaga pasien.

Setelah makan, aku berusaha untuk bisa tidur malam ini. Mataku sangat mengantuk dan tubuhku pun juga sangat lelah. Aku berharap besok ada keajaiban yang sangat indah dari Allah.

~~~~~

Tiiiit....... Tiiiiit...... Tiiiit...... suara monitor ruang operasi sudah dinyalakan.

Aku sudah berganti pakaian dengan gown hijau khas ruangan ini, terpasang selang infus dan duduk di kursi roda di depan pintu masuk ruangan steril 2.

Sepi. Tidak ada perawat atau suamiku disini. Sekitar 10 menit menunggu dan akhirnya ada perawat anastesi yang menghampiriku, lalu menuntunku pindah ke atas brankar. Mengganti jilbabku dengan penutup kepala hijau senada dengan gown yang kupakai.

Aku pasrahkan segalanya pada Allah. SWT, mungkin ini sudah kehendak-Nya. Menunggu 2x24 jam pembukaan tidak kunjung bertambah, yang lebih mengkhawatirkan lagi ketumbanku masih terus merembes dan bisa saja habis jika dokter tidak segera mengambil tindakan. Yang kupikirkan hanyalah keselamatan anakku sekarang.

"Hai, Mia.... Masya Allah, hampir gak aku kenali tadi." sapa seorang sahabat lama.

"Hai, Uni. Apa kabar?" balasku.

Uni adalah kawanku saat kuliah di AKPER dulu dan dia sudah setahun ini bekerja sebagai perawat instrumen di ruang operasi ini.

"Alhamdulillah, baik. Akhirnya perawat OK juga bisa jadi pasien OK yaa, hehe..." candanya.

"Hmmm yaa mau gimana lagi, Uni. Demi bisa ketemu sama anak. Eh tapi bukan kamu yang tindakan 'kan? Please.... Jangan dong?"

"Hahaha..... Emang kenapa kalo aku yang tindakan?"

"Please, Uni.... Kasihkan temanmu yang lain aja yaa!?"

"Oke.... Okee.... Kasian bumil nie!? Lagian bentar lagi masuk Jum'atan jadi aku gak bisa ikut juga. Nanti yang ngerjain cewek semua kok! Aku tau kamu, Mia."

"Alhamdulillah, makasih yaa Uni. Kamu memang pria yang baik,"

"Semangat yaa bumil, insyaa Allah dedek lahir dengan sehat dan selamat."

"Aamiin..... "

"Aku tinggal dulu ke masjid yaa... "

Lalu, seorang suster muda mendorong brankarku masuk ke ruang steril 1.

Dinginnya AC mulai menusuk kulitku yang hanya tertutup sehelai kain hijau. Aku memposisikan tubuhku di atas meja operasi yang sangat sempit. Lalu seorang dokter anastesi membantuku duduk membungkuk agar ia bisa menyuntikkan obat anastesi lumbal dan ini sangat sulit karena si jabang bayi masih aktif menendang di situasi seperti ini.

"Membungkuk sebentar yaa Bu, saya injeksikan obat di punggung ibu. Agak sakit sedikit yaa."

"Aaahh...." aku sedikit kaget.

"Kenapa, Bu? Sakit banget yaa?"

"Bukan dokter. Bayinya masih nendang keras, jadi saya kaget."

"Owalaaah.... Hahaha... "

Setelah sukses memasukkan obat, tubuhku ditata kembali dengan posisi terlentang dan kedua tanganku dibentangkan lalu diikat agar tidak jatuh. Ada alat tensimeter yang terpasang di lengan kiri dan saturasi oksigen di ibu jari. Semua tim operasi mulai bekerja.

Perawat menutupi area tubuhku menjadi 2 bagian, perutku masih terasa sedang dibaluri dengan cairan bethadine dan ditutupi dengan beberapa alas kain hijau lalu menguncinya dengan klem.

"Coba dari kemarin Bu Mia, pasti kondisinya tidak semengkhawatirkan hari ini."

"Maaf dokter, saya hanya berusaha semampu saya."

"Hehehe... Iyaa tidak apa-apa. Masih terasa perutnya?"

"Sudah tidak terasa, dokter."

"Okeee, kita buka sekarang yaa. Mbak Wi, putar lagunya dong!" ucap dokter Robert yang biasa menanganiku sejak awal kehamilan. Setiap kali dokter melakukan tindakan operasi biasanya akan ada lagu yang menghibur mereka agar suasana ruangan menjadi rileks dan pasien tidak takut.

Yaa.......ini bukan sembarangan operasi tapi operasi besar yang sangat mempertaruhkan nyawa seorang ibu karena ada banyak efek samping dari tindakan ini.

Mungkin bagi beberapa wanita senang memilih cara melahirkan dengan Caesar karena dianggap tidak terasa sakit dan tidak perlu lelah mengejan, tapi sayangnya rasa sakit itu muncul setelah obat anastesi menghilang dan tidak akan selesai nyeri itu terasa sampai maksimal 2 tahun pasca operasi. Bagiku ini lebih menakutkan dibandingkan kontraksi melahirkan normal.

Bagian perutmu disayat satu per satu, mulai dari kulit teratas, lalu lapisan lemak, otot perut, selaput dinding rongga perut dan otot rahim sekitar 15 sampai 20 cm panjangnya. Setelah luka terbuka, perawat siap dengan alat suction yang akan menyedot air ketuban dan darah yang keluar dari rahim. Lalu dokter merobek perlahan lapisan selaput ketuban dibarengi dengan menyedot cairan ketuban, kemudian menarik kepala bayi perlahan. Kadang jika bayi dengan bobot besar, perawat yang lain mendorong perut ibu dari atas agar dokter bisa mengangkat bayi keluar dari rahim ibu. Setelah itu, mulut dan hidung bayi dibersihkan, lalu terdengarlah suara tangisan bayi.

"Waaaah, benar dugaan saya. Ketubannya sudah menghijau, Bu. Tapi syukur bayi ibu tidak menelannya. Selamat yaa Bu, bayinya laki-laki tampan sekali." ucap dokter dengan bahagia.

"Alhamdulillah," lirihku dan air mataku mulai menetes. Rasanya obat-obatan yang sudah masuk membuatku nge-fly dan ingin tidur sejenak. Tapi, dokter anastesi mencegahku.

"Oh ya, Bu Mia dulu perawat di OK juga yaa kata mas Uni?"

"Iyaa dokter, dulu waktu masih gadis."

"Kenapa tidak bekerja lagi?"

"Gak apa-apa dokter, saya senang di rumah menemani suami di asrama."

"Oh begitu. Di asrama mana tinggalnya, Bu?"

"Di Batalyon 754 deketnya Kuala Kencana,"

"Waaaah lumayan jauh yaa kalo dari sini. Naaah ini bayinya ibu yaa, ganteng banget. Selamat yaa Buu," seorang perawat mendekatkan bayiku ke samping wajahku hingga aku bisa mencium hidungnya yang mancung.

"Terimakasih dokter, tapi apa saya boleh tidur sekarang?"

"Oh iyaa, Bu. Silahkan. Sekarang lagi proses menjahit kok, sudah hampir selesai."

Setelah bayi dikeluarkan, tugas dokter dan tim masih berat yaitu membersihkan sisa plasenta dan darah serta memastikan luka bersih dan siap untuk dijahit. Tidak jarang beberapa dokter obgin mengeluarkan rahim dari perut ibu dan membersihkannya lalu mengembalikan ke posisi semula dan dijahit dengan rapi.

Berapa lapis jahitan yang dokter buat?
Tentu saja ada 5 lapis sesuai dengan bagian tubuh yang disayat tadi. Bahkan dulu saat aku menjadi tim operasi sudah merasakan ngilu dengan luka sebanyak itu, dan sekarang aku merasakannya sendiri.

Selesai proses menjahit, lalu mereka membersihkan perutku dan area sekitarnya. Lalu menata kembali kateter dan urin bag yang dipasang setelah injeksi anastesi. Dan memindahkanku pada brankar lalu mendorongku ke ruang recovery untuk pemulihan kesadaran.

Diluar ruang operasi, mas Aji dan mama menunggu dengan cemas. Setelah kurang lebih satu jam lamanya, seorang bidan membawa kereta bayi keluar dari ruangan.

"Permisi.... Yang mana suami dari bu Mia?" tanyanya.

"Iya, saya." mas Aji berdiri menghampirinya.

"Ini bayinya, pak. Mari ikut saya."

"Alhamdulillah, maa...aku ke ruang bayi dulu yaa,"

"MasyaAllah cucu mama, iyaa mas... Biar mama yang nungguin Mia," jawab mama sangat bahagia melihat bayi itu di dalam kereta.

Sampai di ruang bayi.

"Silahkan digendong, lalu diadzankan yaa pak."

"Terimakasih, mbak sus."

Ia menatap bayi mungil itu lekat-lekat dan tak terasa air matanya menetes. Buah cinta kami selama 2 tahun akhirnya terlahir juga. Kulitnya putih bersih, hidungnya mancung, rambutnya lurus hitam lebat, bobotnya 3700 gram, lumayan besar untuk kelahiran pertama.

Bismillahirrahmanirrahim...
Allahu akbar.... Allahu akbar...
Allahu akbar.... Allahu akbar...
Ashadu'alla ilaaha illallaah 2x
Ashadu anna Muhammadar Rasulullah 2x
Hayya 'alassholaah 2x
Hayya 'alal falaah 2x
Allahu akbar.... Allahu akbar...
Laailaaha illallaah...

Mas Aji segera menciumnya setelah selesai mengadzankannya. Ia pun sangat bersyukur atas pencapaiannya saat ini, menjadi seorang ayah adalah penghargaan tertinggi bagi seorang pria yang sudah menikah.

Lalu, di ruang recovery.

"Mia, pindah ke kamar yaa!?" sapa Uni membangunkanku yang masih setengah sadar.

"Uniii..... Jilbab.... Manaaa?"

"Ini sudah dipasangkan menutup kepalamu. Nanti bisa kamu pakai lagi di kamar yaa." Lalu Uni dan temannya membawaku ke kamar pasien.

To be continued

~****~


Assalamu'alaikum
Happy weekend readers!

Hmmm selesai baca jangan meringis sendiri yaa, hehe... Ditunggu komentar & votenya lho!?

Makasih yaa buat kalian yang masih setia menanti ujung cerita ini...

Salam hangat❤

Continue Reading

You'll Also Like

846 52 20
Sadewa dipaksa ibunya untuk menikahi Gemi Nastiti, gadis desa yang bertampang biasa dan sederhana. Sementara di ibu kota, lelaki itu sudah memiliki s...
237K 15.6K 32
"Witing tresno jalaran soko kulino" Sinopsis Demi memenuhi amanat mendiang ibunya, Arjuna bersedia dijodohkan dan menikahi seorang gadis yang tidak i...
118K 6.3K 49
Hana Nadelia Aditama!! Dia adalah seorang gadis yang sangat manis dengan jilbab syar'inya yang mampu membuat siapapun terpesona olehnya. Hana adalah...
627K 23K 28
Raenita Subanda (19 th), gadis ceria nan cantik yang dijodohkan oleh orang tuanya dengan lelaki berusia 25 th yang tidak dia kenal bahkan bertemu pun...