#25

2.5K 169 8
                                    

Akhirnya kami sampai di Brunei, di dekat pesawat sudah terparkir mobil dan pengawal yang menyambut kedatangan kami. Abang menggandengku saat turun dari tangga. Inilah mengapa aku mudah kagum dengannya, perlakuan kecil seperti ini yang tidak pernah aku dapatkan akhirnya bisa kurasakan. Tangannya seolah  enggan terlepas sedetikpun dan seolah tidak mau aku jauh darinya.

Abang membawaku ke kediamannya Istana Nurul Iman. Katanya disana Mamanya sudah menunggu dengan tidak sabar ingin melihatku secara langsung. Aku semakin deg-degan meskipun aku pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Tapi tetap saja namanya  mau bertemu Ibu pujaan hati siapa sih yang nggak deg-degan. Apalagi ini kali pertamaku benar-benar dibawa pergi untuk menghampiri keluarga besarnya dan yang berbeda adalah dia bukan dari keluarga yang biasa.

"Relax El, It's okay" katanya disampingku dengan tangannya yang tadi menggenggam  tanganku sekarang berpindah mengusap pipiku dan menatap lembut.

Mulutku seperti biasa tidak dapat berbicara hanya dapat bungkam.

Suasana Brunei dan Indonesia nampaknya tidak terlalu jauh beda. Semoga aku bisa secepatnya beradaptasi dengan negara ini.

Mashaallah, sungguh ini kali pertamaku benar-benar melihat istana sultan secara langsung dulu ketika aku di Malaysia sebenarnya pernah hampir berkunjung ke istana tapi tidak jadi karena tiba-tiba aku harus ikut Ibu pulang karena Mas Kaesang mendadak telpon mau melamar Mbak Feli. Sekarang di Brunei akhirnya aku bisa lihat istana mewah dan megah berbalut emas ini.

"Abang, Aku takut."

"Ada abang, tak perlu takut. Abang takkan tinggalkan"

Aku mengangguk dan membuntutinya saat setelah kami turun dari mobil. Masih belum bisa kucerna semua ini. Kami baru kenal beberapa bulan dan bertemu dalam hitungan jari. Sekarang aku berada di rumahnya mau dikenalkan kepada keluarganya. Gila, kau benar-benar gila Abang dan juga membuatku gila.

Di depan sana kami disambut para pelayan yang bekerja disana. Senyumku dibalas ramahnya. Dengan lorong yang panjang dan ruangan yang luas ini kami menuju halaman belakang. Katanya dua kakak perempuan Abang dan juga Mamanya sudah menunggu disana.

Putri Azemah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Putri Azemah

Putri Fadzilah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Putri Fadzilah

"Ah ini keu wanita yang tak habis di ceritakan Mateen?" Tanya perempuan payuh baya dengan senyuman dan lekat matanya.

"Yes, Mom. This is El" Abang memperkenalkanku pada Mamanya.

Tak samapai disitu aku  berkenalan pula dengan kedua kakaknya. Mereka menyambutku dengan sangat baik. Aku kira mereka akan sombong tapi ternyata itu semua jauh dari ekspektasiku. Oh iya, baru saja kedua adik Abang, Wakeel dan Ameerah datang. Ameerah datang dengan wajah lesunya dan membawa buku gambar serta alat tulisnya. Sepertinya ia kesal karena dipaksa menemuiku. Mungkin ia sedang ada tugas sekolah dan harus terganggu karena dipaksa Abang untuk menemuiku.

Aku menyalami keduanya. Wakeel dengan baik menyambutuku sedangkan Ameerah berwajah kecut dan dingin. Aku paham, akhirnya dengan inisiatifku aku menawarkan bantuan untuk membantunya menggambar. Gini-gini walaupun tidak jago hitung hitungan skill seniku tidak perlu diragukan. He he bangga sedikit tidak apa kan?

Ia hanya mengangguk dan memasang wajah kecut. Tunggu, sebentar Ameerah. Ketika selesai kuyakin pasti bibirmu merekah. Aku tidak akan membiarkan kamu dan orang lain susah karenaku.

"Wah, benar ini kau yang buat El? Hebat sekali" puji kak Azemah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Wah, benar ini kau yang buat El? Hebat sekali" puji kak Azemah.

"Wah, ternyata Akak tidak bercanda" ujar Ameraah.

"Ah, kak besok bantu aku mengerjakan tugas ya" pinta Wakeel.

"Tidak salah pilih calon istri kau Mateen, anak kau pasti cerdas" ucap Mama Mariam.

"Abang pasti tenang disana melihat kau sudah dapat memilih calon istri yang tepat" kata kak Fadzilah.

Ah, aku kan jadi malu. Aku menutup wajahku dengan telapak karena sangat malu. Perlakuanku ini di balas dengan ketawa dari mereka semua.

"Kau malu kan" canda abang.

"Abang ih" aku mencubit perutnya dan dibalas pelukan olehnya.

Rev: 01/08/2021

[END] The ColdestWhere stories live. Discover now