#69

1.2K 93 4
                                    


Sekarang saatnya kami pulang. Aku bersama Dane berangkat lebih dahulu dibandingkan rombongan Mateen. Kereta ini akan membawa kami ke kota dimana mungkin jadi awal perubahan besar setelah sekian tahun lamanya.

Aku mengamati lelaki jangkung di sampingku yang sedari tadi memandang kearah luar jendela. Terlihat wajah cemas dan gelisahnya. Aku tersenyum kecil melihatnya. Benarkah pria ini yang akan membawa kembali adikku yang ceria seperti dulu?

"Kau gelisah Dane?" Tanyaku yang membuatnya menghadap padaku

"Sedikit" ucapnya tertunduk dengan jarinya yang menaut dan kakinya yang tidak mau diam

"Semua akan baik baik saja" ucapku meyakinkannya dan ia mengangguk

"Bila tidak berhasil apakah kau akan marah padaku? Apakah aku akan kehilangannya lagi?" Tanyanya

"Tentu saja tidak, aku bersyukur saat kau mengatakan iya dan ingin menikahinya. Kita tidak akan kehilangannya" ucapku menepuk pundaknya

"Dane, ku harap kau menjaga dirimu dengan baik. Jangan sampai seperti di crash landing on you saat dia sudah benar benar luluh malah kau pergi" ucapku

Ia malah tertawa

"Itulah sebabnya aku mau diajak ke Paris untuk pengobatan. Agar aku tidak cepat mati di depan wanita yang kucinta. Kau ini terlalu banyak menonton serial Danial." kekehnya

"Ya, aku hanya takut saja. Kalau benar terjadi masalahnya tidak akan selesai. Lagian kau ini memang terkenal berpikiran seperti cenayang. Aku kira selang lemak ditubuh gempalmu dulu hilang jiwa cenayangmu ikut hilang" candaku

"Hei, Danial mentang mentang kau calon kakak iparku. Jadi bebas mengolokku"

Kami bercanda satu sama lain selama perjalanan. Dia masih sama seperti dulu periang yang pendiam. Pembicaraannya terbilang cocok dengan kami yang lebih tua darinya karena pembawaannya yang memang dewasa.

______________________________

"Sayang, ingin menetap di London atau Brunei?" Tanyaku pada El yang sedang menyantap buah buahan yang kusiapkan.

"Sepertinya London" ucapnya ditengah mengunyah buah tersebut

"Kenapa? Kemarin kau ingin pulang" tanyaku

Ia terdiam sejenak. Menyelesaikan kunyahannya setelah makanannya sudah masuk kedalam ia mengambil nafas yang panjang.

"Aku ingin menyaksikan penyelesaian masalah kalian dengan Anisha" ucapnya

Ucapannya barusan membuatku kaget setengah mati. Dari kemarin ia tidak ingin membahas masalah ini lagi kenapa sekarang malah ingin itu menyelesaikannya.

"Sayang, nggak perlu mikirin ini lagi. Abang takut anak kita kenapa kenapa. Biar Abang, Danial, dan Dane saja yang urus" ucapku sambil mengelus tangannya lembut

"Tidak, El ingin tahu. Lagian kenapa sih bang. Abang tau masa lalu El, kenapa abang menutupi semuanya dari El. Abang janji buat terima dan mulai pelan pelan. Kenapa sekarang malah yang ketakutan sendiri?" Ia sangat kesal aku bisa lihat itu

Aku hanya takut ia belum benar benar bisa menerima diriku. Sejak orang tuaku bercerai aku tinggal jauh dari Mamaku. Bonda memang bukan ibuku dan beberapa teman sekolahku dulu mengolokku karena memiliki ibu lebih dari satu. Apalagi skandal Mamaku kala itu. Aku menjadi trauma takut orang yang aku cintai terkena imbasnya.

Semenjak kecil dan perpisahan itu terjadi aku menjadi anak yang memendam semuanya sendiri dan tidak pernah menceritakan tentang apa yang aku rasakan pada siapapun kecuali Danial, Dane, Ben dan Hasim. Karena mereka yang melihatku langsung saat benar benar terpuruk.

Sulit untukku membuka lembaran kusut yang lalu.

"El tau abang susah untuk bilang apa yang lagi abang rasain. Tapi tolong kali ini biarin El bantu suami El" matanya berkaca. Jangan menangis aku paling tidak bisa melihatku menangis

Aku memeluknya dalam dekapanku meski terhalang perut buncitnya sedikit

"Maaf, maafkan Abang. Abang terlalu takut kamu banyak pikiran. Apalagi kamu sedang hamil sayang. Terlalu banyak orang diluar sana yang ingin mengusik kita makanya abang minta kamu batasi sosial media, abang minta kamu untuk hindari pikiran yang macam macam. Kamu pernah baca masa kecil abang kan?"

Ia mengangguk

"Abang nggak mau kamu kena omongan pedas mereka karena itu meskipun itu bukan kesalahan abang. Makanya abang nggak mau El bantu abang untuk masalah ini ataupun yang rumit lainnya" ucapku

"Tapi kenapa? Kenapa selalu abang yang diincar? Kenapa selalu abang yang disalahin? Abang nggak tau apa apa. Itu bukan salah Abang" tangisnya pecah

"El nggak suka suami El di jahatin"

"Udah sayang, tidak apa. Memang mungkin jalannya begini. Setidaknya abang punya apa yang mereka tidak punya, kamu dan anak kita"

Sepertinya lebih baik kami pulang ke London sekarang. Sebelum semuanya menjadi lebih rumit.







Hello guys, maaf banget akhir akhir ini suka nggak sempet balas komen kalian 😭 padahal pengen balesin satu satu. Tapi susah karena aku pegang hape cuma malem untuk nulis dan pagi untuk upload. Sisanya nugas dan persiapan ujian #harapmaklum guys.

Ku harap kalian mengerti yaaa. Semangat untuk kita 💪🏻

Jangan lupa follow, vote, dan komen ☺️

[END] The ColdestWhere stories live. Discover now