#64

1.4K 99 11
                                    


Sudah dua jam aku menunggu dan belum ada kabar juga. Ben dan Hasim juga tetap tidak bisa aku hubungi. Kemana harus aku mencari.

Komputer dihadapanku tiba tiba membuatku terpikirkan sesuatu. Komputer ini dipakai oleh El sehari hari. Apakah aku bisa melihat apa yang dia lakukan beberapa waktu yang lalu. Kubuka history nya ada macam macam topik disini seperti pantangan makanan untuk ibu hamil, harga stroller, dan yang paling banyak ia cari adalah donasi.

Ada halaman yang membuatku penasaran. Donasi tersebut di Manchester dan sudah tertulis "terdaftar" apakah ia mendaftar sebagai donatur? Ada laman chat disini.

"Ah, apakah mereka pergi ke Manchester?"

"Kenapa tidak lewat paket saja?"

"Apakah tidak bisa Ben atau Hasim saja?"

"Apakah dia semarah itu padaku?"

Tanpa basa basi aku membeli tiket tercepat untuk sampai ke Manchester. Perjalanan ini memakan waktu cukup lama tapi semoga saja ia cepat ketemu. Ada apa denganmu wahai istriku?

"Dan, aku akan ke Manchester. Tolong urus adikmu itu dengan baik. Aku harus mencari istriku"

Send.
______________________________

Keduanya bingung siapa yang harus bercerita

"Apakah ini lebih rumit? Katamu Thailand lebih rumit" tanyaku

"Aku tidak tahu apakah ini menurutmu lebih rumit atau tidak. Yang jelas ini pihak internal bukan luar" ucap Hasim ragu

"A-Anisha ya?" Kataku tak yakin

Keduanya mendengus nafas kasar. Sepertinya aku benar

"Ceritakan padaku. Aku tidak ingin ada yang ditutup tutupi lagi" ucapku

Keduanya masih terdiam

"CERITAKAN" nadaku  meninggi sedikit teriak dengan mataku yang mulai berkaca kaca. Hanya kami di gerbong ini karena Ben dan Hasim memaksa untuk menyewa satu gerbong agar identitas kami tidak terbongkar. Sudah seperti buronan saja.

Wanita itu menghantuiku beberapa hari ini. Aku mulai ketakutan dengan kehadirannya. Tapi dilain sisi aku juga merasa aneh, dulu aku pengawal Presiden yang bisa kena serang siapa saja. Sekarang malah jadi cemas gara gara satu wanita saja.

"Baiklah, aku harap kau tidak kepikiran. Kami hanya  mau yang terbaik untukmu dan bayimu. Percayalah Mateen tidak pernah bertindak diluar batas, kapanpun itu " ucap Ben

Apa maksudnya? Memang ada apa?

"Hmmm bagaimana aku harus memulai. Ini terlalu pedih dan dramatis untuk diceritakan. Bahkan kami sebenarnya tidak mau mengingatnya lagi" ucap Hasim

"Begini kejadiannya. Sebulan sebelum kalian menikah Mateen mendatangi Anisha untuk memberitahukan kalian akan segera menikah agar dia tidak mengganggu lagi. Anisha sangat terkejut dan tidak percaya"

"Dia berlari dari kamar apartementnya itu menuju lantai paling atas. Dan berdiri di pinggiran sambil terus menangis"

"Dia hampir saja lompat dari lantai paling tinggi itu. Tapi sebelum dia sempat loncat ia ditarik oleh Mateen. Danial saat itu juga tidak bisa berbicara apa apa karena ia mendukung sahabatnya untuk menikah dengan wanita pilihannya sedangkan disaat yang sama adiknya harus merasakan patah hati ditinggal pujaan hati." Ucap Hasim

"Padahal mereka ini kan saudara. Bisa bisanya jatuh cinta" celetuk Ben yang dihadiahi pelototan mata oleh Hasim karena merasa terganggu ceritanya dipotong.

"Mateen menjanjikan permintaan tapi selain pernikahan. Dan Anisha bilang ia menginginkan berlibur bersama hanya berdua selama tiga hari di Maldives. Berat, sebenarnya untuk mateen mengatakan iya. Dan tidak hanya berlibur ada beberapa syarat yang harus di kabulkan oleh Mateen. Cottage yang harus mereka tinggali harus cottage yang sama dengan tempat honeymoon kalian nanti. Menu sarapan yang akan kalian makan sudah di setting khusus seperti makanan yang mereka makan."

Aku terkaget tidak percaya. Tempat yang aku kira spesial ternyata sudah ia datangi dengan wanita lain "Mereka tidur bersama? Dan melakukan itu?" Tanyaku berkaca kaca

"Tidak. Dia tidak pernah melakukan itu dengan wanita manapun selain engkau. Dia menjaga dirinya dengan baik. Kau ingat tidak, pernah bertanya padaku kenapa kamar disana ada tiga walaupun kalian hanya berdua?"

"Iya aku ingat"

"Karena Anisha tidur sendiri disana. Dan dua kamar itu untuk Mateen, aku, dan Ben. Satunya lagi untuk psikiater yang ia bawa. Mateen takut Anisha kelewat batas lagi. Awalnya Anisha merengek minta hanya berdua tapi tentu saja tidak diindahkan oleh Mateen karena dia milikmu" ucap Hasim

"Kami kesempitan. Sekasur queen size bersama" celetuk Ben

"Lalu, kenapa tidak diubah saja kamar yang aku tempati? Disana banyak cottage lain" Air mataku tidak terbendung lagi

"Karena Anisha ternyata diam diam mengikuti kita. Dan Mateen takut kau kenapa kenapa jadi dia menuruti permintaan Anisha. Kami bahkan dibuat sulit karena harus menggeret Anisha untuk pulang ke Prancis" kata Hasim

"Padahal kita juga ingin berlibur" melas Ben

"Mengapa orang tuanya tidak turun tangan. Ini sudah keterlaluan"

"Dia anak yang manja mungkin karena seorang adik. Apapun keinginannya selalu dituruti sehingga tidak ada yang boleh cacat dari kehidupannya. Orang tuanya tidak bisa melarangnya untuk menyukai Mateen. Mereka sebenarnya juga berusaha untuk memisahkan keduanya tapi hasilnya tetap nihil"

"Akhh rasanya ingin ku meledak mendengar pembicaraan ini"

"Kami harap kau tidak akan meninggalkannya meskipun mungkin ini sulit dijalani. Tapi kami percaya bahwa cintanya hanya untukmu. Mateen dan Danial sedang berusaha mati matian untuk membuat Anisha mengerti"

"Danial mengerti tentang ini kan? Mengapa dia malah tidak melarangku untuk pergi ke Manchester? Seharusnya dia melarangnya dan menjelaskan semuanya dihadapanku dengan Abang"

"Karena kunci dari permasalahan ini pindah ke Manchester. Dapat kupastikan Mateen akan kesini entah dia tahu bagaimana. Danial bilang padaku bila dalam beberapa jam ini dia belum tahu kau dimana, dia pasti akan memberitahu kau di Manchester"

"Kunci apa maksudmu?"

"Seorang pria yang membuat Anisha berpikir bahwa pengantin pria masa kecilnya adalah Mateen"

"Berarti cepat atau lambat aku akan bertemu dengan Anisha?" Tanyaku

"Iya, tenang saja kami tidak akan kemana. Kau akan aman. Bila kau dalam marabahaya itu sama saja kami berdiri di ujung tebing"

"Aku hanya mengharapkan ini segera selesai"

"Kamipun juga begitu. Maaf tidak memberi tahumu sejak awal. Kamipun yakin Mateen tidak mau menceritakan ini karena tidak ingin membuatmu kepikiran. Dia tidak pernah rela melihat wanitanya sulit"

Aku hanya mengangguk. Seberat itu kah beban yang selama ini kau pikul? Aku tahu kamu pernah patah karena orang tuaku sendiri. Sifat kekanakkanakanku menyulitkanmu ya? Maaf aku tidak pernah bermaksud begitu.

Seharusnya kau bilang dari awal sayang. Semua ini tak mengapa kalau kau cerita. Aku bukan wanita yang meninggalkan prianya dengan sejuta masalah padahal bukan dia akar masalahnya.

Maafkan aku.


Kira kira, kapan selesainya ya gengs masalahnya?? Kasian sama ponakan online kalo mamanya kepikiran terus

Jangan lupa follow, vote, dan komen ☺️

[END] The ColdestWhere stories live. Discover now