Part 23 : Bertemu Mantan

8.2K 553 3
                                    

Siap baca? Harus vote dulu, ramaikan juga komentarnya.

Bismillahirrahmanirrahim....



🍂 Happy Readings 🍂

Pak Arqan

Sy ada rpt dgn dkan kmps, maaf g bsa antr plng. Km bsa psn tksi, nnti dignti

Ayna meremat ponsel seusai membaca pesan masuk dari Arqan, setelahnya gadis itu mengedarkan pandangan mencari seseorang yang bisa memberikan tumpangan padanya. Nihil, warga kampus yang lain sudah pulang hanya ada beberapa dosen yang sama-sama akan rapat. Alisa dan Dinda pun sudah pulang beberapa menit yang lalu. Ayna berdecak, jika ujungnya seperti ini kenapa tadi tidak membawa kendaraan masing-masing saja?

"Menyebalkan!" umpatnya.

Ayna berdiri, kakinya melangkah keluar dari area kampus menuju halte yang tak jauh dari kampus. Ia tercenung sambil mengedarkan pandangan mencari taksi yang biasanya lewat.

Sekian menit berlalu, namun taksi tak kunjung ada yang terlihat. Ayna mendesah, sampai kapan ia akan menunggu di sini? Sampai sebuah suara deruman motor sport mengalihkan atensi Ayna. Ia mengernyit heran saat melihat motor itu berhenti tepat di hadapan ia berpijak. Namun detik berikutnya, raut wajah Ayna berubah datar saat tau siapa pengendara motor itu.

"Ayo naik Ay! Bentar lagi mau hujan." Untuk pertama kalinya lagi setelah hubungan mereka kandas, Ayna mendengar suara itu lagi, suara yang selama bertahun-tahun selalu menemani Ayna. Rafka, cowok dengan helm fullface itu turun dari motor setelah menaruh helm-nya di motor. Tangannya sudah akan menggandeng tangan Ayna sebelum Ayna sendiri menepis lengan itu.

"Don't touch me! Lo mending pergi dari sini, gue nggak mau liat muka lo lagi!" seru Ayna.

Rafka bergeming, netranya menyendu. Perempuan yang ia cintai kini sudah berubah, bahkan tak ingin melihatnya lagi. Jika seperti ini? Bolehkah Rafka menyalahkan takdir yang sudah terjadi? Jujur saja, jauh dari lubuk hati yang paling dalam ia masih sangat mencintai Ayna. Masih bermimpi jika keduanya hidup sebagai pasangan suami istri, memadu kasih sampai menjadi orang tua, merawat dan mendidik anak-anak mereka hingga besar.

"Ayna, aku mohon jangan begini." Rafka ingin menangis saat wajah Ayna begitu dingin dan membuang muka enggan melihat wajahnya, sebut saja ia berandalan karena seringnya mabuk dan berpesta ria di club. Tapi untuk urusan cintanya, Rafka tak pernah main-main. Ia mencintai Ayna tanpa terkecuali.

"Pergi!" tekan Ayna.

"Nggak! Aku mau anterin kamu pulang dulu. Kamu lihat, ini udah mau turun hujan Ay. Aku nggak mau kamu sakit."

Ayna melirik Rafka sejenak sebelum kembali mengarahkan tatapan ke arah lain, "Lo udah bukan siapa-siapa gue lagi, jadi stop khawatirin gue kayak gitu!"

"Aku nggak pernah mengakhiri hubungan kita, Ay. Kamu masih sama, masih sama menjadi perempuan yang aku cintai."

Ayna tertawa sarkas sekilas, lantas ia memberanikan diri menatap mantan kekasihnya itu. "Nggak pernah mengakhiri? Dan tadi apa? Perempuan yang paling lo cintai? Bullshit! Dengan lo nikah sama Sella aja hubungan kita udah jelas berakhir, dan buat perempuan yang lo cinta oke fine lo masih cinta tapi gue nggak sama sekali. Dengan lo bikin hati gue sakit, semua perasaan itu resmi hilang Rafka."

Ayna menahan, menahan kedua matanya yang sudah memanas. Kali ini ia tak boleh terlihat seperti orang yang sulit move on meski kenyataannya memang begitu.

"Ay, kamu harus dengerin penjelasan aku lebih dulu. Aku nikahin Sella karena terpaksa dan aku yakin kamu juga begitu kan? Kamu nikah sama Pak Arqan juga karena buat pelarian dari aku, kan?"

"Terpaksa? Kalau emang lo bener-bener cinta sama gue harusnya lo nggak akan mau nikahin Sella, dan satu hal lo pasti bakal nentang pernyataan Sella tentang lo yang udah lecehin dia. Tapi apa yang terjadi? Lo sama sekali nggak nentang, kan? Karena semua yang terjadi emang bener adanya." Ayna maju satu langkah mendekat pada Rafka, ia menunjuk dada Rafka menggunakan jemari telunjuknya. "Lo udah khianati gue, khianati cinta kita, khianati hati perempuan yang katanya lo cintai, Rafka."

"Jadi gue mohon lo pergi dari sini, gue nggak butuh bantuan lo!" Bertepatan dengan itu, ada taksi yang mendekat. Ayna melambaikan tangannya sampai taksi tersebut berhenti lalu melenggang pergi meninggalkan Rafka yang menatapnya nanar.

"Aku akan buktiin kalau aku cinta sama kamu, Ayna," gumam Rafka sambil mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuh.

•••

Arqan memijit pelipisnya pelan seusai ia membuka pintu kamarnya, namun detik berikutnya ia dibuat termenung karena melihat Ayna yang tidur tengkurap dengan menenggelamkan kepalanya menggunakan bantal. Yang membuat Arqan lebih heran adalah saat netranya menangkap kedua bahu Ayna bergetar seperti orang yang sedang menangis. Laki-laki itu lantas berpikir, apa Ayna sesedih ini saat tak jadi pulang bersamanya? Atau dia marah karena Arqan tak bisa pulang lebih cepat?

Arqan mendekat pada Ayna, tubuhnya ia rendahkan untuk lebih fokus memperhatikan istrinya itu. Terdengar suara isakan pelan dari balik bantal yang menguatkan keyakinan jika Ayna tengah menangis.

"Ayna?!" Panggilan ke satu Ayna abaikan.

"Ayna?!" panggil Arqan dengan menggoncang pelan bahu Ayna.

"Mengapa menangis? Kamu marah karena saya tak bisa mengantarkan kamu pulang?"

Ayna masih diam, tapi tangisnya tak sekencang yang tadi. Ia sadar jika menangis di depan Arqan dengan alasan karena laki-laki lain sudah pasti akan menyakiti hati lelaki baik di hadapannya itu.

"Saya minta maaf jika kamu menangis karena hal tadi, saya benar-benar tidak bisa memprediksikan jika ada rapat bersama dekan kampus karena rapat ini dadakan. Lain kali, saya akan coba untuk mengantarkan kamu pulang terlebih dahulu."

Ayna masih diam mendengarkan, dalam hati ia menggeleng karena ini bukan salah Arqan.

"Ayna, saya benar-benar minta ma-"

Ucapan Arqan terpotong saat Ayna tiba-tiba terbangun dari baringnya dan mendaratkan jemari telunjuknya pada bibir Arqan agar laki-laki itu tak lagi berbicara. "Udah, syutt!" Ayna juga menyimpan jemari telunjuknya yang lain di bibirnya mengisyaratkan agar Arqan diam. "Bapak ngapain minta maaf terus? Saya nangis bukan karena Bapak kok," sambung Ayna.

"Jika bukan karena saya, lalu karena apa?" Ayna yang tersadar jika jemarinya masih nangkring pada bibir Arqan dengan cepat menariknya kembali, terlebih laki-laki itu begitu intens memandangnya.

"Stop liatin saya kayak gitu, Pak! Saya tau saya jelek banget kalau abis nangis, pasti nih hidung saya merah terus meler karena ingusan. Belum lagi mata saya bengkak kayak kena sengatan tawon." Ayna meracau yang tanpa sadar membuat Arqan tertawa kecil. "Bapak ngapain ketawa? Saya tau saya jelek, tapi ya nggak usah diketawain. Dasar nyebelin!" Ayna yang kesal pun mendaratkan satu pukulan pada lengan kokoh Arqan.

"Yang bilang jelek siapa? Saya nggak pernah bilang kamu jelek." Arqan bergerak duduk di tepi ranjang, satu tangannya sudah naik ke atas puncak kepala Ayna, mengusap surai hitamnya itu dengan lembut. "Justru kamu perempuan tercantik yang pernah saya lihat setelah bunda, Ayna Azkayra."

Ayna terpaku, terlebih wajah tampan itu mengulas senyum yang jelas menambah kadar ketampanan dari seorang Arqan Qadar Alli. Tolong siapapun bawa Ayna pergi jauh-jauh dari Arqan, lama-lama ia tidak kuat menahan netra hitam legam yang selalu menatapnya teduh seperti itu.

🍂🍂🍂

Siap buat next chapter?

Spam vote dan komen dulu dong

Follow akunku : @fiaa_an

Follow akun tiktok : @fiaafnh

Buat tau spoiler-spoiler ataupun konten menarik di sana 🔥

Dear My Husband (COMPLETE)Where stories live. Discover now