Part 44 : Kejadian Yang Sebenarnya

6.6K 388 6
                                    

Hai gengs, masih inget chapter kemarin?

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya! Aku tunggu gengs!

Please jangan biarin lapak aku sepi gengs, sesusah itu buat kalian komentar?



🍂 Happy Readings 🍂

Ayna kira Arqan tak benar-benar serius untuk menjadwalkan dirinya kembali konseling dan terapi, tapi kenyataannya laki-laki itu benar-benar mengirim Ayna ke rumah sakit dan menemui psikiater pagi ini.

"Mas, aku nggak bisa." Ini sudah ke 5 kalinya Ayna mengucapkan kata yang sama, sebisa mungkin ia membujuk suaminya agar mengurungkan niatnya. Bukan Ayna tak ingin sembuh, hanya saja ia tak mau membuka kembali lembaran menyakitkan itu.

"Aku yakin kamu bisa, dengan cara ini kamu bisa sembuh total dan bisa menjalani hari-hari dengan normal."

"Tapi aku nggak mau inget itu lagi, aku takut perasaan bersalah itu semakin menjadi. Cukup tadi malam aku cerita sama kamu dan itu juga udah bikin aku terluka, tidak lagi untuk sekarang. Aku nggak sanggup, Mas." Arqan paham yang Ayna maksud, tapi dia ingin yang terbaik untuk Ayna meski harus sedikit kesakitan dulu.

Perlahan, tangan Arqan menarik tangan Ayna. Menautkan jemarinya mereka.

"Aku akan selalu ada di samping kamu, jangan takut!" Melihat bagaimana Arqan yang begitu berharap untuk Ayna sembuh, dia sendiri jadi tak tega untuk kembali menolak.

"Baiklah, aku akan coba," putus Ayna akhirnya.

Setelah sedikit berdebat, Ayna melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan psikiater. Sejujurnya ini bukanlah pertama kalinya Ayna ke sini, ia juga bahkan sudah mengenal siapa psikiater itu. Hanya saja, sudah ada 5 bulan belakangan ini Ayna tak pernah konseling apalagi terapi lagi.

"Saya kira kamu sudah sembuh usai menikah dengan Pak Arqan ini." Psikiater bernama Rere tersebut melirik presensi Arqan yang setia menggandeng tangan Ayna. "Karena sepertinya beliau orang yang tepat untuk kamu," ucapnya lagi diakhiri dengan senyum misterius.

"Jadi? Apa yang terjadi setelah 5 bulan belakangan ini kamu tidak bertemu saya?" tanya Dokter Rere kemudian.

Alih-alih menjawab, Ayna malah tersenyum sinis. "Apa kita tidak dipersilakan untuk duduk, Dokter Rere?" tanya Ayna.

"Ahh, ya ampun!" Dokter Rere menepuk jidatnya dramatis. "Maaf, maaf saya lupa. Mungkin saking rindunya pada pasien saya Ayna, saya jadi lupa untuk mempersilakan kalian duduk. Ayo, silakan duduk!"

Ayna mendengus sebal sambil mengambil duduk di kursi yang tersedia, dokternya sama sekali tak berubah ternyata, masih suka bergurau.

"Jadi apa yang terjadi? Kenapa baru ke sini sekarang, Ayna? Tidakkah kamu merindukan saya?" Rentetan pertanyaan dari Dokter Rere membuat Ayna memutar bola matanya malas. Dasar Dokter lebay!

"Tadi malam saya kembali memimpikan kejadian itu, Dok. Padahal beberapa bulan ini saya sama sekali tidak pernah bermimpi itu lagi. Tapi untuk phobia, saya pernah beberapa kali kambuh dan berujung tidak sadarkan diri saat mendengar petir dan hujan deras." Dokter Rere nampak mencatat semua keluhan yang Ayna lontarkan barusan, wajah yang tadi nampak bergurau berubah drastis saat menangani pasiennya.

"Saya sarankan kamu melakukan hipnoterapi analisis dan abreaksi, apa kamu bersedia?" Ayna tertegun sebentar, dulu pada saat ia masih rajin datang untuk konseling, Dokter Rere pernah menawarakan metode yang barusan disebutkan.

Dear My Husband (COMPLETE)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin