Part 52 : Kabar Tak Terduga

6.8K 407 18
                                    

Hai gengs, siap baca? 1 chapter lagi menuju ending.

Jangan lupa vote dan komennya!



🍂 Happy Readings 🍂

Merebahkan tubuhnya yang cukup lelah sambil menatap lamat langit-langit kamar adalah hal yang sedang Ayna lakukan kini, berkali-kali bibirnya melengkung ke bawah saat mengingat jika dimulai dari sekarang sampai 1 tahun ke depan dia akan menjalani hari-harinya tanpa ada Arqan disisi.

"Sayang, baru juga setengah jam abi kamu nggak ada di deket Umi. Umi kangen sama dia, Nak. Sekarang, abi kamu pasti udah ada di atas langit. Soalnya 10 menit yang lalu pesawatnya baru terbang." Senyuman terpatri saat Ayna mengajak bicara si cabang bayi di dalam perutnya, tangannya pun turut mengusap-usap perut yang membesar itu.

"Kalau sekarang Umi lagi mikirin abi kamu, di sana abi kamu lagi mikirin Umi juga nggak ya?" Satu tangan Ayna yang bebas mengusap-usap dagunya, seolah sedang berpikir.

"Nggak kebayang kalau udah sampai sana mas Arqan gimana tidurnya? Dia kan kalau tidur sukanya sambil peluk aku, sedangkan di sana kan nggak ada yang dipeluk. Masa mau peluk temen sekamarnya yang sama-sama cowok?" Ayna terkikik geli diakhir kalimatnya.

"Upload foto berdua lagi ah, pamer kemesraan bareng ayang biar jones makin iri hehe." Selanjutnya, Ayna mengambil ponselnya yang kebetulan berada di samping tubuhnya. Perempuan itu menekan aplikasi Twittor lalu mengunggah sebuah foto dirinya bersama Arqan lengkap dengan isi captionnya yang ia buat begitu manis.

"Oke sudah." Ayna bersorak riang saat fotonya sudah terunggah, tinggal menunggu nanti malam untuk mengecek berapa orang yang menyukai dan berkomentar.

Saat sedang asyik-asyiknya menatap unggahan foto dirinya bersama Arqan, Ayna dikejutkan dengan sebuah notifikasi terbaru dari salah satu kabar berita.

"Apa ini?" Ayna refleks terbangun dari rebahannya, kedua matanya membaca dengan fokus isi berita yang menyampaikan jika pesawat Tiger Air yang baru saja lepas landas hilang kontak setelah terbang sejauh 40 KM.

"Ini bukannya pesawat yang ditumpangi sama nas Arqan? Jam keberangkatannya juga sama kayak mas Arqan. Jangan bilang kalau sekarang mas Arqan sedang dalam bahaya?" Ayna tak sadar jika netranya sudah berkaca, nada suaranya barusan pun sudah bergetar. Ia ingat jelas pesawat apa yang ditumpangi oleh Arqan serta jadwal keberangkatannya, karena Ayna sendiri yang sedari tadi memegang tiket itu.

"Nggak mungkin." Ayna terus menggelengkan kepalanya saat persepsi-persepsi mulai merecoki otaknya. Dengan tubuh yang sedikit lunglai, wanita itu mengambil remote TV di atas nakas lalu menghidupkan Televisi untuk mencari kebenaran berita seperti di ponselnya.

Tepat saat Televisi menyala, salah satu channel tengah menyiarkan berita serupa. Kabar berita atas hilang kontaknya pesawat Tiger Air yang beberapa menit lalu baru lepas landas.

"Mas Arqan." Ayna yang tak sanggup menopang tubuh, terjatuh terperenyak di lantai. Air matanya jatuh bercucuran membasahi wajah, terlebih sang reporter berbicara jika pesawat diperkirakan tengah terbang di atas lautan, dan kemungkinan besar jika pesawat jatuh ke laut.

"Aku harus pergi ke bandara." Ayna menyeka kasar air matanya, wanita itu sedikit meringis saat perutnya tiba-tiba terasa kontraksi kembali. Mengabaikan rasa sakit di perunya, Ayna berlari kecil sambil memegangi perutnya.

"Pak Juned, Pak Juned!" teriak Ayna memanggil supir pribadinya.

"Iya, Neng. Ada apa?" jawab Pak Juned yang datang tergesa dari halaman belakang.

"Tolong antarkan saya kembali ke bandara!"

"Loh, kok balik lagi Neng? Ada yang ketinggalan?" tanya Pak Juned.

"Saya harus memastikan satu hal, Pak. Ini urgent menyangkut mas Arqan," ucap Ayna sambil menahan tangis.

"Ayo, Neng!"

•••

Rasa sakit di perutnya seolah tak ada apa-apanya bagi Ayna dibandingkan sebuah kabar tak terduga yang sukses mengguncang hatinya. Dengan tangan terus memegangi perutnya, Ayna berjalan membelah kerumunan orang-orang yang mempunyai tujuan sama sepertinya, menanyakan kejelasan atas bagaimana kabar dari pesawat Tiger Air yang beberapa menit lalu terbang dan dikabarkan hilang kontak.

"Saya mohon semuanya tenang dulu! Pihak kami sedang berusaha semaksimal mungkin untuk mencari keberadaan pesawat Tiger Air. Alangkah baiknya jika sekarang kita berdoa menurut kepercayaan masing-masing, semoga seluruh penumpang bisa selamat."

Ayna tergugu, dadanya seakan sangat sesak. Nama Arqan jelas berada di urutan nama-nama penumpang pesawat yang sekarang sedang hilang kontak tersebut.

"Mas Arqan," cicit Ayna begitu pilu. Memikirkan bagaimana nasib Arqan di dalam pesawat itu membuat dirinya tak berdaya.

"Astagfirullah." Ayna beristighfar, wanita itu kembali terperenyak di lantai. Menumpahkan tangisnya lebih deras lagi sambil terus mengusap-usap perutnya.

"Neng jangan duduk di sini! Ayo Bapak tuntun duduk di kursi." Pak Juned menatap prihatin majikannya, pria yang tak muda lagi itu bahkan ikut meneteskan air mata melihat betapa hancurnya hati Ayna saat ini.

"Saya mau tunggu mas Arqan di sini, Pak. Dia nggak boleh pergi tinggalin saya dan anak kita." Ayna kembali menumpahkan tangis usai berkata demikian.

"Gimana nasib anak saya kalau ayahnya nggak ada? Saya benar-benar belum siap kehilangan mas Arqan."

"Istighfar Neng, istighfar!" Pak Juned membungkukkan badan, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Ayna.

"Astagfirullah." Ayna terus beristighfar dalam hatinya.

"Sekarang Neng Ayna tenang dulu, ayo Bapak bantu duduk dulu di situ!" Pak Juned membantu Ayna berdiri lalu menuntunnya untuk duduk di kursi yang tak jauh dari tempatnya berpijak. "Diminum dulu biar tenang, Neng!" Pak Juned menyodorkan air mineral yang tadi sempat ia beli pada Ayna.

"Makasih, Pak."

Seperkian detik Ayna berangsur tenang namun 10 detik setelahnya wanita itu meringis hebat merasakan sakit di perutnya yang teramat menyiksa.

"Arghhh, sakit!" Ayna merintih kesakitan, rasa sakit di perutnya berkali-kali lipat lebih sakit dibanding yang tadi.

"Pak Juned perut saya sakit banget!" keluh Ayna.

"Ya Allah, jangan-jangan Neng Ayna mau lahiran." Pak Juned kalang kabut, dia tak mungkin bisa menggendong tubuh Ayna karena usianya yang sudah tak lagi muda membuatnya tak kuat lagi.

"Arghhh, astagfirullah sakit banget ya Allah." Peluh keringat menetes membasahi kening Ayna.

"Duh gimana ini Neng? Bapak nggak bisa gendong," keluh Pak Juned. Namun 5 detik setelahnya, beliau pun bernafas lega saat ada seseorang yang menyahuti perkataannya.

"Biar saya yang gendong, Pak!" sahut seseorang dari belakang tubuh Pak Juned.

•••


Ada yg bisa tebak siapa yg mau gendong Ayna?

Gimana chapter ini?

Go follow akunku dulu gengs...

Follow juga Tiktok aku: @fiaafnh

Aku sering buat konten-konten menarik di sana, kalian bisa lihat dan bagikan.

Dear My Husband (COMPLETE)Där berättelser lever. Upptäck nu