Epilogue

66 7 7
                                    

Pupil mungil itu mengerjap. Awalnya terasa berat sampai akhirnya seluruh objek kelihatan jelas. Saat itu, dia terkejut melihat ada enam pasang mata yang tengah memandangnya lekat-lekat. Dia lantas menganga panik.

"Ke ... kenapa pada liatin gitu?"

Anna langsung memeluk tubuh itu erat-erat sampai yang bersangkutan terbatuk-batuk. Anna langsung berteriak keras. "Youka! Kamu inget aku, kan?"

"Uhuk uhuk!"

"Woi plastik, dia kecekik itu! Lepas woi!" seru Arul berusaha meminta Anna melepaskan pelukan tak berperimanusiaan itu.

Youka termenung lalu bergantian memandang Arul, Anna, dan papa. "Bahkan ada Kak Arul dan Papa juga."

"Kamu udah sehat, kan? Kata Anna, kamu sakit jadi papa buru-buru pulang! Maaf ya, belakangan papa terlalu sibuk."

"Gak papa, kok." Youka terkekeh. Sebenarnya dia heran dan sedikit bingung. Seharusnya dia sudah menghilang karena Mizkah hanya memberinya waktu tiga hari, tetapi sampai hari ini Youka masih bisa bangun dengan nyaman di rumah. Apa itu berarti, Youka hanya bermimpi buruk?

"Kak Anna dan Kak Arul ...." Tatapan Youka nanar. Takut dengan apa yang diucapkannya. "Apa kalian udah pacaran?"

Deg!

"K ... kita .... " Anna tampak panik. Bingung menjelaskan dari mana, begitu juga Arul yang sama bingungnya. Papa menatap mereka bergantian secara tajam lalu berbisik mengerikan.

Jadi begitu? Pikir Youka paham. Ternyata semua hanya mimpi semata, ya, karena mereka sama sekali tidak mengiyakan hal itu. Tiba-tiba aura hitam menyelimuti seluruh kamar Anna dan Youka.

"Hoo! Udah ada yang pacaran tapi diem-diem aja ya? Papa nggak dikasi tau nih, ya, hm, hm. Mungkin gak butuh restu kali, nih," sindir papa tajam. Anna dan Arul sama-sama menunduk, jujur akhirnya.

"M ... maaf, Pa!" gumam Anna jujur. Arul juga menunduk.

"Maafin saya, Om!"

"Om? Jangan panggil Om, dong!"

"Terus apa?"

"Papa. Kan, kamu calon menantu saya!"

Wajah Anna memerah lalu merengek kecil. "Papa, masih lama ih! Baru juga pacaran!"

"Papa, kan, visioner!" Lelaki dewasa itu menjulurkan lidah, membuat Anna dan Arul semakin jatuh dalam lubang malu.

Youka baru sadar.

Ternyata bukan karena mimpi, melainkan mereka belum memberitahukan papa ya? Jadi semua kejadian itu ... nyata?

Setelah Youka sudah pulih sepenuhnya, Arul minta izin pada papa untuk mengajak Anna dan Youka jalan-jalan ke kafe di mana mereka pernah belajar bersama. Meski beberapa kali papa meledek 'kenapa nggak kencan aja?', Arul tetap kekeuh menjelaskan bahwa ini bukan kencan!

Semua itu berlalu dengan sulit. Akhirnya mereka sudah sampai di kafe yang sama di mana Anna pernah mengajari Arul fisika.

Youka dipesankan es krim. Bocah itu mengaduk-ngaduk es krim miliknya keheranan. Sebenarnya sampai sekarang, bocah itu masih tidak mengerti. Mengapa dirinya masih hidup? Bukankah Mizkah, sudah pasti merusaknya karena gagal?

"Aku nggak ngerti. Aku cuma robot. Kenapa Kak Anna dan Kak Arul nggak membiarkanku rusak?"

Arul mengelus kepala Youka. "Tentu aja nggak, Youka lebih dari segalanya buat kita. Arul-nii sayang Youka."

Anna terharu melihat itu. Mereka benar-benar mirip seperti keluarga kecil saja. Daripada terhanyut pada kesedihan dan keromantisan, Anna memilih mengubah semua itu menjadi gesrek. Dia mencubiti pipi Youka gemas. "Mau kamu robot kek, setan kek, apa kek, itu nggak ngubah fakta kalo kamu adekku satu-satunya yang kusayang!"

Robot Sang Peri Cinta✔Where stories live. Discover now