Please, Brain! - 117

18 6 2
                                    

Sekolah, dikenal orang sebagai tempat belajar dan untuk mencari ilmu. Biasa, Anna selalu setuju dengan hal tersebut tapi hari ini berbeda. Dia datang ke sekolah untuk menyelesaikan urusannya yaitu mengucapkan terima kasih yang belum tersampaikan sama sekali, pada seseorang yang dapat dikatakan musuh.

Baru saja masuk kelas dia menghela napas melihat kelakuan para netizen, Indra dan Septa saling lempar-melempar bola kertas dan mengenai kepala satu sama lain. Anna memasang wajah datar lalu berjalan seolah tidak mau tahu.

Pluk!

Sebuah bola kertas tanpa diduga, malah salah sasaran dan terkena ke Anna. Anna tidak merasakan sama sekali kepalanya sakit karena itu cumalah kertas yang digenggam kuat dan dijadikan bola, tapi yang Anna rasakan adalah malu karena kini seluruh mata teman sekelas menatapnya dengan raut hampir tertawa. Hari ini Anna agak kesiangan karena tidak bisa tidur semalaman, oh ya, indikator ‘kesiangan’ dalam kepala Anna yaitu datang lima menit lebih cepat sebelum bel. Jadi bukan terlambat.

“Pagi-pagi kusut amat, muka lo, Na.”

Anna mendengkus. “Au ah.”

“Ye ngambek, maaf ya, Na.” Kekehan Septa terdengar renyah, Anna memilih bodo amat lalu melanjutkan perjalanannya ke meja miliknya yang terletak di samping Ririn. Detik berikutnya, Anna suah mengambil buku dari dalam tas dan mempersiapkannya di atas meja seakan tak sabaran menunggu guru datang.

Bel berbunyi. Guru Bahasa, Pak Andre memasuki ruang kelas dan menyapa muridnya ramah. “Pagi anak-anak, hari ini kita akan belajar mengenai ragam bahasa. Mohon simak baik-baik, ya.”

“Iya, Pak Andre,” jawab para murid kelas 11-A patuh, tentu saja tidak ada yang berani macam-macam dengan Pak Andre karena bisa berakhir masuk dalam buku ‘keramat’. Buku keramat adalah buku kuning yang selalu dibawa Pak Andre ke mana-mana, murid yang namanya tercantum dalam buku keramat sampai tiga kali bisa dinyatakan tidak lulus dalam mata pelajaran ini dan bisa mengakibatkan pertimbangan tidak naik kelas. Mengerikan, bukan?

Pak Andre berdiri lalu menulis materi di papan tulis, Anna pernah mendapatkan materi semacam ini di tempat les tapi tidak sedikit pun tergerak untuk berkonsentrasi. Pikiran Anna sudah melayang jauh ke mana-mana, bukan lagi hanya berdiam santai di kelas. Baru kali ini seorang murid peringkat satu di kelas linglung sendirian tanpa bisa berfokus pada materi pelajaran yang sudah menjadi temannya selama ini.

Ririn menyenggol pergelangan tangan Anna lalu berbisik, sangat lirih. “Kenapa sih lo kalo pelajaran Pak Andre kayaknya bermasalah terus?”

Anna mendesah pelan lalu mengangkat bahu, tidak mau tahu. Ririn menggaruk kepala lalu menampakkan raut yang seakan mengatakan ‘kalo dah kayak gini, berat nih.’

-----
Double up gapapa ya? Ada yang masih mengikuti cerita ini? Yuk angkat jempol kakinya 🥺❤

Posted : 27 Oktober 2020

Robot Sang Peri Cinta✔Where stories live. Discover now