BAB 41 - Seseorang yang Terlupakan

Mulai dari awal
                                    

"Dengar Dean, gue Nicholas. Gue tahu semuanya, semuanya," bisik Vicky.

"Apa ini alasan kenapa lo menutup badge nama belakang lo dengan tape hitam?" tanya Dean pelan.

Vicky menggeleng. "Nicholas adalah nama pemberian Russel. Jadi, gue nggak suka."

Dean menyandarkan tubuhnya di dinding. Dia memijat pelipisnya yang kini terasa sangat pusing. Sebenarnya, wajar saja jika dia tidak bisa mengenali Vicky. Semuanya sudah berlalu sangat lama. Bahkan, dia sendiri sudah lupa dengan wajah anak laki-laki itu. Namun, semuanya masih bisa membekas di pikirannya. Dan kini semuanya mulai jelas meski masih sedikit samar. "Jadi, Nicholas, lo tahu rahasia tergelap gue?"

"Rahasia gelap gue juga." Vicky menyahut. "Kita berdua--"

"Sama-sama pembunuh." Dean menyela.

Vicky hanya tersenyum dan mengangguk.

Kedua bola mata Dean hampir menjatuhkan bulir-bulir beningnya. Dia kembali mengingat kebusukannya---rahasianya. Sesuatu yang samar namun masih membekas.

Rahasia gelap tentang peristiwa berdarah di gedung tua. Tapi, bagaimana bisa peristiwa itu belum terungkap? Apa ada sesuatu yang masih disembunyikan oleh Vicky. Lupakan saja. Untuk kali ini, Dean belum ingin membicarakannya lagi.

Namun, jika dipikir-pikir, mereka berdua memanglah munafik. Mereka pembunuh yang merenggut keadilan orang lain. Kini mereka berkamuflase untuk menegakkan keadilan? Mereka benar-benar badut. Vicky berusaha menjadi pahlawan di State Lighting dengan menolong anak-anak yang berada dalam masalah dan memberi mereka keadilan. Dean berusaha mengungkap kasus pembunuhan berantai yang telah merenggut nyawa banyak orang. Padahal mereka sendiri jugalah penjahat.

Dia adalah pembunuh yang berusaha mencari pembunuh.

***

Bertahun-tahun yang lalu...

"Ini punya kamu, 'kan?" Dean kecil menyodorkan foto berlaminasi itu ke arah Vicky yang tengah berdiri menatap lokernya yang terbuka.

Vicky menoleh dan menatap apa yang dibawa oleh Dean. Itu adalah foto mendiang ibunya, Namira. Dia mengira jika foto itu telah hanyut di sungai kemarin. Dia mengira bahwa foto itu tidak akan lagi bisa ditemukan. Namun, dugaannya salah. Anak di hadapannya itu kembali membawa satu-satunya kenangan yang dia miliki dari ibunya.

Vicky mengangguk. Dia meraih foto itu.

"Terima kasih," bisiknya.

Dean mengangguk. "Maaf. Aku ikut-ikutan membully kamu, ya?"

Vicky kecil menggeleng.

Dean tersenyum puas. "Syukurlah. Aku kira, aku menjadi penjahat, Kak."

"Panggil aku Nicholas atau Nick." Vicky menutup loker itu.

"Oh, ya... Nick ya?" Dean tertawa kikuk.

Baru kali ini dia berhadapan dengan Nicholas---satu angkatan lebih tua darinya. Anak laki-laki itu dikenal sebagai penyendiri yang aneh. Dia suka berbicara sendiri, tidak memiliki satu-pun teman dan selalu dingin terhadap orang lain. Namun, Dean merasa jika opini yang terakhir keliru. Vicky bukanlah anak yang dingin.

"Kenapa kau dekat-dekat denganku? Kau ingin di-bully sepertiku?" tanya Vicky.

Dean menggeleng. "Nggak apa-apa. Yang penting, aku tetap menjadi anak baik dan tidak menjadi pembully. Itulah yang dikatakan oleh kakakku."

Vicky manggut-manggut. Dia berbalik badan dan mulai melangkah meninggalkan Dean yang masih mematung di depan loker.

"Tunggu!" seru Dean. "Aku ingin menjadi temanmu, Nick."

Dark Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang