BAB 9 - Kecelakaan yang Disengaja

2.1K 461 36
                                    

Malam harinya, Mama Eliza tidak bisa berhenti mengomel. Dia mengutuk Hilda dan yang lainnya. Padahal mereka semua sudah di beri skors selama dua minggu. Ocehan Mama Eliza itu membuat satu rumah sakit kepala. Apalagi Eliza, dia sudah bilang pada Mamanya supaya tidak terlalu memikirkan kejadian itu. Namun Mama nya terus mengutuk.

"Bisa nggak sih, lo bilang sama Mama biar berhenti ngoceh?" tanya Hideki, kakak terkecil Eliza.

Hideki adalah pemuda nyeleneh yang otaknya sedikit gesrek. Dia jauh berbeda dari saudara-saudaranya yang lain. Kakak pertama Eliza bernama Hisao---dia tipe pemuda cerdas yang sekarang ini sudah memegang kendali sebuah perusahaan, yang kedua adalah Hideo---saat ini sedang menyelesaikan pendidikannya di salah satu universitas terbaik di ibu kota. Sedangkan Hideki adalah pemuda yang malas kuliah. Namun jika tidak kuliah, dia pasti akan menanggur karena terlalu malas untuk mengerjakan sesuatu.

Hideki menepuk-nepuk kepala adiknya itu.

"Nggak bisa, lo aja yang kasih tahu." Eliza membalas memukul kakaknya.

"Lo kok mukul gue sih?" Hideki protes.

"Ck."

Mereka berdua berkelahi. Mereka memang sering seperti itu karena usia mereka hanya berbeda dua tahun saja. Jadi tidak ada yang mau mengalah di antara mereka.

Tidak lama setelah itu, bel rumah Eliza berbunyi.

"Buka sana!" perintah Hideki.

Eliza berjalan membuka menuju pintu rumahnya. Dia membuka pintu tersebut. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat Syahnaz yang berdiri dengan wajah pucat di depan sana.

"Syahnaz, lo kenapa?" tanya Eliza.

Syahnaz terdiam sesaat. Matanya memerah dan tubuhnya bergetar. "Lo kok nggak jawab telephone gue?"

"Ponsel gue dicas. Emang ada apa? Kok lo kayak gini?" tanya Eliza.

Syahnaz menarik nafas panjang-panjang dan membuangnya. "Hilda kecelakaan dan dia meninggal."

"Ha?"

"Beneran. Tadi gue pengen telephone lo, tapi ponsel lo nggak aktif. Yaudah gue langsung ke sini aja."

"Masa? Tapi tadi dia masih nggak apa-apa." Eliza masih tidak percaya.

"Namanya juga kecelakaan."

Syahnaz mengusap air matanya. Tentu saja ia menangis, Hilda merupakan temannya sejak kelas satu. Tidak peduli bagaimana sikap Hilda, Hilda tetaplah teman seperjuangan Eliza dan juga Syahnaz.

"Jadi kita mau ngelayat?" tanya Eliza.

"Nggak. Dia dimakamkan di kampung halamannya, nggak mungkin kita ikut ke sana. Tapi saat ini dia masih di rumah sakit. Gue pengen kesana," tutur Syahnaz.

"Oke, gue ikut."

Eliza masuk ke dalam rumah sebentar. Dia mengambil ponselnya yang sedang di-charger dan mengambil tasnya.

"Mau kemana?" tanya Hideki.

"Penting. Bilang aja sama Mama kalau gue lagi ada urusan." Eliza tergesa-gesa meninggalkan kakaknya.

Hideki hanya mengacungkan jempolnya sembari menonton televisi.

Eliza dan Syahnaz berangkat kerumah sakit menggunakan motor milik Syahnaz. Meskipun Syahnaz belum memiliki surat izin mengemudi, dia tetap nekat melakukan hal itu karena malam-malam seperti ini sudah tidak ada angkutan lagi.

Sepuluh menit kemudian, mereka sampai ke sebuah rumah sakit. Syahnaz memarkirkan motornya dan segera berlari mencari Hilda. Di sana, mereka berdua melihat Erza dan beberapa murid kelas XI IPA 1. Ada juga wali kelas mereka, Bu Isa serta keluarga besar Hilda yang tengah berduka.

Dark Angel [END]Where stories live. Discover now