BAB 63 - Pertaruhan Terakhir

1.5K 355 36
                                    

Ren meminjamkam motornya. Dean dan Eliza segera menuju perbatasan. Sore itu, jalanan cukup sepi. Tidak banyak orang yang melintas. Meski ada, orang itu hanya menatap Dean dengan melongo---seakan bertanya-tanya tentang apa yang terjadi dengannya.

Setelah sampai, Dean memarkirkan motor itu di seberang padang rumput dan silo. Di bagian hutan, sudah tidak ada polisi seperti tadi pagi saat Dean ke sana mencari Eliza. Gubuk terlihat sangat sepi dan padang rumput juga begitu. Tidak ada tanda-tanda Ivan atau-pun mobilnya. Bahkan, tim Edgar belum sampai ke sana---entah bagaimana.

"Ivan!" Dean berseru keras. Dia melangkah menyelusuri padang rumput itu. Eliza bergerak sendiri menuju gubuk.

Namun, sama seperti dugaannya, gubuk itu terkunci. Dan memang sangat mustahil jika Ivan berada di dalam sana. Dari kejauhan, rumah kabin juga masih nampak tutup dengan garis polisi.

Eliza terduduk lemas dan pasrah. Dia dalam dilema saat ini. Antara membunuh Ivan atau tidak. Yang mereka inginkan, Ivan tetap hidup---sebagaimana yang diinginkan orang yang mencintai seseorang pada umumnya. Tapi, jika Ivan masih hidup, ada kemungkinan kalau dia akan membunuh lagi. Dan si kembar berada dalam bahaya karena tingkah naif itu.

Eliza memijat pelipisnya. Dia ingin menangis. Tapi, air matanya seakan sudah habis.

"Bagaimana keputusanmu?" Suara itu membuat Eliza menoleh ke belakang. Ivan ada di sana---entah sejak kapan. Dia duduk di ujung teras gubuk kayu itu.

"Ivan, kau--"

"Shttttt..." Ivan mengarahkan telunjuknya ke bibir.

"Aku mohon kembalikan anak-anak itu. Mereka tidak bersalah. Hanya anak polos yang ingin tahu banyak hal." Eliza memohon.

"Mereka pasti baik-baik saja. Ini juga akan sedikit mengajari mereka; bahwa sesungguhnya apa-pun yang mereka lakukan, pasti ada konsekuensi tersendiri. Mereka masih lima belas kurang dan mereka bermain dengan seorang pembunuh. Itu agak gila, sebenarnya." Ivan terlihat menghela nafas panjang.

"Jadi, kau ingin mengajari kami banyak hal? Mengajarkan Dean bagaimana kesulitan untuk tetap bertahan hidup? Mengajari si kembar tentang konsekuensi? Dan mengajariku tentang--"

"Tidak semua orang mendapatkan cintanya." Ivan menyahut.

"Lalu, kenapa kau membunuh untukku?"

"Karena aku orang gila." Ivan menyeringai. "Hanya saja, jika hal itu tidak kulakukan. Maka hari ini takkan tiba. Aku dan kamu takkan bisa bercakap seperti ini? Bukan? Meski hanya sebentar... tidak apa. Ngomong-ngomong, kau tetap akan membiarkanku kabur dan menjadi penjelajah?"

Eliza memalingkan wajah. "Mungkin, itulah hukumannya. Menyaksikanmu langsung mati, aku tidak sanggup. Semua orang ingin seseorang yang mereka cintai hidup, tidak peduli apa. Cinta itu memang sinting. Tapi, sepertinya aku memang ingin kau pergi, Ivan. Kabur ke suatu tempat ke tempat lain, menyandang gelar sebagai buron, mengalami kesepian di luar sana dan tentu saja bertahan hidup dengan keras. Dengan syarat, kau tak membunuh lagi---kecuali kau terancam."

"Aku bukan tipe orang yang suka melanggar janji---sebenarnya begitu. Dan aku patuh dengan seseorang yang kupikir berharga, seperti ibu dan kamu. Jadi, mungkin aku bisa melakukannya."

"Jadi, kau bisa menghentikan ini?"

"Sebentar lagi."

"Sekarang saja." Dean menyahut dengan tiba-tiba. Dia mengarahkan senapan laras panjang itu ke arah Ivan.

Ivan hanya terdiam sambil tersenyum. "Kau bodoh, Dean. Tidak begitu cara memegangnya."

"Di mana mereka?! Cepat katakan?! Mereka adalah seseorang yang berharga bagiku, dan sejujurnya kamu juga. Tapi, jika disuruh memilih, aku akan memilih mereka!" Dean melotot.

Dark Angel [END]Where stories live. Discover now