BAB 23 - Bertanya Pada Ferida

1.5K 398 13
                                    

"Gadis-gadis itu tidak tewas karena terbakar." Seorang pria dengan seragam kepolisian menatap reruntuhan bangunan rumah yang semalam terbakar. "Ada yang membunuh mereka."

"Aku tahu itu." Detektif Fenil berdiri di samping pria muda itu.

Mereka melihat puing-puing rumah Erza. Terbakar habis. Hanya tinggal dinding-dindingnya yang berdiri, namun tetap saja sudah rapuh. Kebakaran terjadi di malam hari. Lokasi itu cukup sepi, jadi tidak ada yang menyadari jika ada kebakaran sehebat itu. Apalagi ruang tengah, semuanya sudah hangus. Tapi, ruang belakang tidak terlalu buruk. Masih ada beberapa benda yang terselamatkan di ruang belakang.

"Mayat mereka tidak wajar. Apalagi gadis yang ditemukan di kamar mandi. Dia tidak terlalu buruk, tapi sepertinya ada yang salah dengan mayatnya. Dia---"

"Jantungnya atau hatinya?" Detektif Fenil memotong kata-kata pria muda itu. Dia seakan sudah tahu apa yang terjadi.

"Entahlah. Antara dua itu, Tuan."

Detektif Fenil berjalan masuk ke dalam. Beberapa anggota kepolisian juga masih ada di sana, mencari beberapa petunjuk yang mungkin tersisa. Karena, dilihat dari sisi manapun, kebakaran itu tampak disengaja. Tidak korsleting listrik, tidak ada gas yang meledak.

"Kau baru bekerja selama dua tahun. Itu waktu yang singkat. Kau tidak tahu bahwa bertahun-tahun lalu hal semacam ini sudah pernah terjadi." Detektif Fenil terus berjalan diikuti oleh petugas muda tadi. "Semua ini terlihat sangat pesis. Bahkan terlampau persis."

"Jadi, pelakunya sama atau--"

"Kemungkinan besar sama." Detektif Fenil menatap kayu-kayu penyangga genting yang telah runtuh. "Dia sangat cerdik, beruntung dan mungkin ada pihak yang melindunginya."

Pria muda di samping detektif Fenil itu menghela nafas panjang. "Apakah di sekitar sini tidak ada CCTV atau semacamnya?"

Detektif Fenil memegangi janggutnya. Dia menoleh ke jalanan. Jalanan besar. Mungkin lebarnya sekitar lima meter. Di sisi jalan sana ada sebuah halaman yang cukup luas. Di belakang halaman tersebut ada sebuah rumah yang cukup besar, lokasinya menjorok ke dalam. Tepat di depan rumah itu ada sebuah pagar kayu yang menjulang tinggi. Di sisi kanan dan kiri pagar kayu tersebut ada tiang lampu berwarna hijau. Kedua tiang tersebut diapit oleh pohon-pohon besar dan beberapa tanaman lainnya. Tampak rumah yang menakutkan, tapi sebenarnya itu adalah rumah yang rindang.

"Aku memasang CCTV di tiang lampu rumahku. Mungkin, orang di rumah depan itu juga," kata detektif Fenil. "Mungkin kita harus bertanya sesuatu kepada pemilik rumah tersebut."

"Tidak hanya satu dua hal, Tuan. Tapi, beberapa hal. Termasuk, kenapa dia tidak sadar kalau ada kebakaran sebesar itu." Pria muda itu mengangkat sebelah alisnya.

Dari kejauhan, Andri dan Andre datang dengan senyum manis yang terlukis di wajah mereka. Mereka masih menggunakan seragam sekolah dipadukan dengan jaket berwarna biru. Mereka juga masih membawa tas sekolah mereka dan setumpuk buku fiksi yang mereka pinjam di perpustakaan sekolah. Wajar saja, mereka tidak memiliki banyak uang untuk membeli buku fiksi sendiri. Hanya ada satu jalan, yakni meminjam.

Mereka memperhatikan bangunan yang sudah rapuh dilahap si jago merah itu. Semua benda yang mereka temui sudah hangus. Lantai-lantai sangat kotor, dinding-dinding putih berubah menjadi hitam kecoklatan, langit-langit sudah roboh ke bawah. Semuanya hancur. Mereka bisa membayangkan bagaimana hebatnya kebakaran itu.

Mata Andri tertuju pada sebuah gelas perunggu yang tergeletak di dekat sofa yang sudah hancur. Gelas itu sudah berubah menjadi hitam. Tapi, dia tahu kalau itu pasti terbuat dari perunggu. Dia pernah melihat gelas seperti itu sebelumnya. Beberapa teman sekelasnya mencoba minuman keras dan meletakkannya ke gelas semacam itu. Mereka langsung bisa menyimpulkan bahwa sebelum tewas, gadis-gadis itu sempat minum. Jadi, mereka sedikit teler. Tidak terlalu menggubris ketika ada keanehan yang memasuki rumah besar itu.

Dark Angel [END]Where stories live. Discover now