BAB 26 - Menerima Takdir

1.6K 381 28
                                    

Sebelum baca, jangan lupa vote yah 🌟

***

Gadis dengan seragam putih lusuh itu masih melangkah perlahan menyelusuri kota. Dia sama sekali tidak ingin pulang. Mood-nya hancur, perasaannya hancur. Sesekali dia berhenti lalu menghela nafas panjang. Dia haus, tapi dia tidak ingin minum apapun. Lagi pula, dia tidak punya uang untuk membeli minuman apapun.

Perlahan, langkahnya terhenti di trotoar sebuah jalan yang ramai. Meski malam hari, di sana masih banyak pedagang kaki lima yang menjual dagangannya. Tidak hanya makanan, di sana juga bisa ditemui para penjual pernak-pernik mengkilau---boneka, lampu hias yang berkerlap-kerlip, accessories dan beberapa mainan anak biasa.

Orang-orang berlalu-lalang dari satu toko ke toko lain. Bersama kekasihnya, bersama suaminya, bersama anak-anaknya, bersama orang tuanya dan ada juga yang sendirian---sama sepertinya.

Sebuah kendang besar terdengar sedang ditabuh. Gadis itu mencari arah suara itu. Dia membalikkan badan ke belakang. Ternyata, di belakang sana sedang ada banyak sekali orang yang berkumpul. Di ujung gerombolan itu, ada sebuah panggung pertunjukkan terbuka. Orang-orang bersorak ria dan bertepuk tangan. Sepertinya, pertunjukkan itu akan segera dimulai.

Tanpa gadis itu sadari, dia melangkahkan kakinya ke arah orang-orang itu. Entah kenapa, dia ingin melihat pertunjukan semacam ini. Baru sekali ini dia tertarik meskipun dia tahu bahwa acara semacam ini sering diadakan di kotanya.

Gadis itu berdesak-desakkan menerobos orang-orang. Hatinya terus mendorongnya untuk maju ke barisan paling depan. Ketika dia melewati beberapa pemuda, dia melihat dua orang pemuda yang tidak asing baginya. Seorang pemuda jangkung berkulit putih dengan tahi lalat yang menyebar di beberapa sudut wajahnya dan seorang pemuda bertubuh tegap dan berkulit sawo matang. Mereka sedang berdiri sambil bertepuk tangan menyaksikan acara itu.

"Alex, Griz."

Mereka adalah Alex si ketua OSIS saat ini dan wakilnya sekaligus teman sekelasnya---Griz. Setahu Eliza, Alex dan Griz adalah anak buah Vicky. Mereka berdua sangat tunduk pada Vicky. Jadi, jangan sampai mereka melihat Eliza di sini. Eliza tidak ingin mereka mengatakan hal ini pada Vicky.

Eliza terdiam sejenak. Dia terkekeh dalam hati. Dia tidak menyangka bahwa Vicky adalah saudaranya. Benar-benar takdir yang rumit.

Dia kembali melangkah menuju barisan paling depan. Setelah berdesak-desakan dengan banyak orang, akhirnya dia sampai ke depan. Di sana tidak ada satupun orang yang bisa menghalangi pandangannya. Dia benar-benar berada tepat di depan panggung pertunjukkan itu.

Tidak lama setelah dia menunggu, sepertinya teater itu sudah benar-benar dimulai. Seorang pria muda yang menggenakan baju zaman dahulu keluar. Seorang gadis muda yang dirias bak putri kerajaan juga melangkah keluar. Iring-iringan lagu mulai menggema. Sebuah lagu cinta---tanda mereka adalah sepasang kekasih.

Eliza tidak terlalu memperhatikannya. Pikirannya malah terpaku pada masalah yang sedang dia hadapi. Meskipun dia sudah sampai barisan paling depan, tapi dia sama sekali tidak menikmati pertunjukkan itu. Tapi kenapa? Kenapa hatinya bersikukuh untuk ke sana tadi?

Lupakan saja. Dia tidak ingin melihat pertunjukan membosankan seperti ini. Dia ingin putar balik ke belakang. Namun, sekali lagi dia mendengar suara kendang ditabuh. Matanya sedikit melirik ke arah panggung---mencari tahu apa lagi yang ingin mereka tampilkan.

Satu lagi pria muda berjalan ke atas panggung. Dia sepertinya sedang mememerankan seorang ksatria sebab jelas dia menggenggam sebuah pedang di tangannya. Iring-iringan musik mulai melantun dengan lebih keras. Namun, Eliza tetap tidak memperhatikan alur drama itu. Pandangannya terpaku pada pria dengan pedang itu. Dia tidak asing. Bahkan, teramat tidak asing.

Dark Angel [END]Where stories live. Discover now