BAB 33 - Bukti

1.6K 358 18
                                    

Dean mengambil foto Eliza lalu kembali memeriksa foto-foto lain. Jelas di sana terdapat foto-foto dengan wajah yang tidak asing baginya. Pak Franz, Kenny, Hisao, pemuda misterius dan beberapa orang lainnya. Salah satunya adalah Igrid.

Salah satu foto polaroid menunjukkan bahwa Igrid sedang duduk di sebuah sofa panjang berwarna hijau muda. Di sisi kanannya ada Pak Franz dan di sisi kirinya ada si pemuda misterius. Mereka masih terlihat lebih muda dari pada foto-foto yang pernah Dean lihat sebelumnya. Tidak jauh dari foto itu, ada sebuah foto lagi. Foto yang sama dengan yang ditemukan di gudang rumah Eliza beberapa waktu lalu. Yakni foto Hisao dengan Pak Franz ketika mereka masih sangat kecil.

Dean termenung sejenak. Dia mulai berfikir sesuatu.

Hisao memiliki foto bersama Pak Franz sejak dia masih sangat kecil. Hal tersebut bisa diartikan bahwa Hisao memiliki hubungan dengan Pak Franz jauh lebih lama dibandingkan hubungannya dengan Kenny maupun pemuda misterius. Setidaknya, begitulah kesimpulan Dean.

Dean kembali berfikir. Ada sesuatu yang janggal tentang gubuk ini. Salah satunya : mengapa Kenny sering ke sini? Padahal sudah jelas kalau gubuk tua ini berada di tanah yang sama dengan silo. Dalam arti lain, si pemilik gubuk tua ini merupakan pemilik silo juga. Namun, mengapa Kenny dan yang lainnya bisa menggunakan gubuk ini untuk menyimpan foto-foto dan barang-barang mereka?

Hanya ada satu jawaban masuk akal yang terlintas di otak Dean. Yakni, si pemilik silo sekaligus gubuk tua ini merupakan kenalan dekat dari keempat pemuda itu atau mungkin si pemilik tempat ini adalah orang tua salah satu dari mereka---antara Franz dan si pemuda misterius. Sebab, sangat mustahil jika orang tua Kenny dan Dean yang memiliki silo ini dan sangat mustahil pula orang tua Eliza dan Hisao yang memiliki silo ini.

Kini, Dean sudah menatap satu-persatu foto yang tertempel di dinding tersebut. Indra penglihatannya kembali mencari-cari benda lain yang sekiranya bisa dijadikan petunjuk.

Dean-pun kembali fokus ke meja. Di atas meja tidak ada apa-apa kecuali lampu belajar. Kemudian, dia meraih gagang laci meja. Sayangnya, laci itu terkunci rapat. Dean sama sekali tidak bisa membukanya sebab benda itu sangat mustahil di tendang.

Lalu, tiba-tiba dia mengingat Eliza yang pernah membuka ruang TU dengan sebuah besi pipih. Dean-pun mencari-cari besi semacam itu. Kemudian dia mencari-cari sesuatu yang bisa digunakan untuk membuka laci tersebut.

Dean mencari-cari sesuatu di kolong meja sembari berharap ada benda berharga yang dapat dia gunakan untuk membuka laci. Sayangnya, dia tidak menemukan benda apapun kecuali sebuah kain putih. Ah, bukan. Itu merupakan sebuah jas semacam snelli khas dokter.

Indra pengelihatan Dean mengamati jas itu. Di ujung kanan jas itu, terdapat sebuah sobekan. Beberapa senti dari kain jas itu menghilang---seperti tersobek oleh benda tajam.

"Tunggu, jas? Snelli? Ya Tuhan!" Dean mulai gemetar. Dia baru sadar kalau ini adalah jas apoteker bukan snelli dokter. Sedangkan Kenny adalah seorang apoteker.

"Tunggu, tunggu. Tapi, Kenny menghilang pada saat dia sedang libur bekerja? Nggak mungkin dia membawa jas kala itu." Dean bergumam sendiri. "Tapi 'kan, bukan hanya Kenny yang ke sini. Okay, Dean. Mari kita mendinginkan kepala terlebih dahulu."

Di kolong meja, Dean juga melihat beberapa buku-buku tebal lagi. Dia meraih buku itu. Dia membaca perlahan judul buku tersebut. "Bimbingan Psikologi?"

Dean langsung menyingkirkan buku tersebut karena dia merasa bahwa buku itu tidak penting-penting amat. Dia kembali mencoba membuka laci dengan menarik-narik gagang laci itu. Namun, laci itu sama sekali tidak terbuka.

Dean mendecak sebal. Dia-pun mulai bangkit dari posisi berjongkoknya. Dia masih memandangi jas putih gading di tangannya itu lalu meremasnya kuat-kuat.

Dark Angel [END]Where stories live. Discover now