BAB 21 - Mengumpulkan Kejanggalan

1.6K 382 31
                                    

"Jadi, apa yang sudah kalian pahami dalam pertemuan hari ini?" Seorang guru bertubuh tinggi dan besar itu mulai merapikan buku-bukunya. Sepertinya, dia sudah mau meninggalkan kelas.

Hening. Para murid hanya diam, tidak menjawab pertanyaannya.

"Kalian paham tidak sih? Tadi katanya paham!" Guru itu kembali meletakkan buku-bukunya. Dia merasa sangat jengkel kepada murid-muirdnya. Tadi, murid-muridnya bilang kalau mereka sudah paham materi yang dia sampaikan. Tapi sekarang mereka diam. Jelas bahwa mereka belum paham apapun.

"Kalau kayak gini, gimana kalian mau bisa, ha?" Guru tersebut mulai meninggikan nada bicaranya. Matanya melirik salah satu murid di barisan depan.

Seorang murid berambut gelombang panjang, menggunakan bando berwarna merah. Dia memakai maskara tipis dan lipstik berwarna merah muda. Make up nya tidak mencolok, jadi beberapa guru tidak terlalu memperhatikannya. Gadis itu hanya menyembuhkan wajahnya di balik buku paket tebal.

"Anastasya!" seru guru itu. "Apa yang sudah kau pahami?"

Gadis itu menelan ludah. Sial. Dia tidak paham apapun. Bahasa Jerman sangat sulit. Dari tadi, dia seakan hanya mendengarkan orang yang sedang nge-rap saja. Dia tidak paham dengan kalimat-kalimat yang guru itu lontarkan meskipun kalimatnya sedikit mirip bahasa Inggris.

"ANASTASYA!"

Anastasya melirik ke sana-kemari, berharap ada yang membantunya mengatakan sesuatu.

"KAU DENGAR TIDAK HA?"

Anastasya menghela nafas panjang. "I-iya, Pak."

"Apa yang kau pahami?" Guru itu berjalan mendekati Anastasya yang sedang gemetar.

Tiba-tiba, Anastasya teringat dengan dua penggal kata bahasa Jerman yang fasih dia ucapkan. Dia tidak tahu apa artinya. Tapi, mungkin dengan menyebut kata itu akan sedikit menyelamatkannya dari amukan guru killer tersebut.

"Si-sieg Heil!" seru Anastasya.

Guru tersebut menggebrak meja. "Apa?! Apa saya pernah mengajarkan kalimat itu padamu, ha?"

Anastasya menggeleng.

Guru tersebut memijat pelipisnya. Rasanya sangat pusing sekali memiliki murid yang bodoh. Hari ini, dia sudah seribu kali menyebut kalimat 'Guten Morgen' Tapi beberapa murid bodoh tidak mengingatnya. Mereka malah mengingat salam Nazi yang sebenarnya dilarang.

Guru tersebut kini melirik seorang murid yang duduk di barisan tengah, di pojokan tepat di dekat dinding. Murid itu dengan santainya mencatat sesuatu di buku.

"Harada," panggil guru itu.

Murid tersebut mendongakkan kepalanya ke arah sang guru. "Iya, Pak?"

"Apa yang kau pahami hari ini?"

Murid itu menghela nafas panjang.
"Ich mag nicht Deutsche Sprache."

Guru tersebut menaikkan alisnya. "Hanya itu?"

"Apa saya perlu menyanyikan 'Das Lied der Deutschen'?"

"Tidak perlu." Guru tersebut mendekat ke arah si murid. Dia memeriksa catatan yang ditulis oleh muridnya tersebut. Dari tadi, dia tidak menyuruh muridnya mencatat apapun. Dia mencoba mengetes respon murid-muridnya. Murid yang cerdas akan mencatat tanpa disuruh. Tapi, dari tiga murid dua murid yang ada dikelas, sepertinya hanya satu yang mencatat.

"Saya mencatat banyak, Pak. Tapi saya tidak tahu bagaimana mengucapkan kalimat-kalimat itu."

"Bagus. Nampak seperti Kanae." Guru tersebut mengembalikan catatan si murid.

Dark Angel [END]Where stories live. Discover now