BAB 2 - Korban Pertama

5.3K 752 34
                                    

Eliza mengamati jasad itu meskipun dia sudah tidak tahan lagi untuk menatapnya lama-lama. Luka lebam di penjuru tubuh Anastasya seperti bekas hantaman benda tumpul. Darah-darah yang berceceran sudah mulai mengering menandakan pembunuhan sudah dilakukan cukup lama. Kepalanya digorok dengan sangat rapi, seakan dieksekusi langsung menggunakan gergaji mesin. Tapi, tidak mungkin. Tidak mungkin ada orang yang membawa gergaji mesin ke sekolah. Bisa dipastikan si pembunuh sudah terbiasa melakukan hal seperti ini sehingga dia dapat melakukannya dengan rapi.

Eliza ingat bahwa kemarin saat jam pelajaran pertama, Anastasya pamit undur diri dari kelas. Lalu saat istirahat, sekitar pukul sepuluh siang, Anastasya menelephone Eliza.

Eliza mulai berburuk sangka. Dia berfikir bahwa Anastasya menghubunginya untuk meminta bantuan.

Tubuh Eliza tambah bergetar hebat. Andai saja dia mengangkat panggilan itu, mungkin ini semua tidak terjadi.

"Apa yang harus kita lakukan? Di-di mana kepalanya? " kata seorang guru perempuan di samping Eliza.

"Kepala nggak ditemukan?" tanya guru yang lainnya.

Guru perempuan itu menggeleng. Hal tersebut membuat Eliza tambah syok berat. Kepala Anastasya hilang.

"Kalian minggirlah, saya sudah memanggil polisi!" seru Pak Van. Dia membawa sebuah penggaris kayu panjang di tangan kanannya, memerintah siapa saja untuk menjauhi ruang tata boga.

Tidak lama kemudian para polisi datang dan menyuruh para siswa-siswi yang menonton untuk menyingkir. Mereka memberi garis polisi pada ruang tata boga dan tidak membiarkan siapapun masuk ke sana. Eliza yang masih mematung di tempat terpaksa membuat beberapa teman menuntunnya untuk keluar.

Namun, terlihat masih ada dua siswa kembar yang masih berdiri di sana dengan santai. Yang satu sedang memangku pipinya di telapak tangan dan yang satu lagi sedang berjongkok sambil memperhatikan mayat Anastasya dengan jarak kurang dari satu meter. Tiba-tiba Pak Van menjewer mereka berdua dan menyeret kedua anak kembar itu pergi dari sana. Mereka berdua menabrak Eliza yang masih mematung.

"Eh, maaf kak," katanya.

Eliza hanya terdiam sambil menatap sesuatu yang harusnya tidak dia tatap itu. Sebuah mayat dengan keadaan mengenaskan yang tidak utuh itu. Jantung nya terasa berhenti berdetak namun dia masih bernafas. Eliza benar-benar tidak akan pernah melupakan hal itu.

Beberapa meter dari tempat Eliza berdiri, terdapat Dean yang perut nya sudah mual. Dia memang salah satu seorang pemuda yang di kenal paling tangguh di State Lighting, namun hanya dengan pemandangan seperti itu saja sudah membuat isi perut nya kacau. Bibir Dean kelu dan membiru. Dia ingin berteriak, namun tidak bisa. Saat itu pertama kalinya bagi Dean merasakan sesuatu yang seakan membuat tubuh dan jiwa nya terpisah. Tidak lama setelah itu, Dean dan beberapa temannya pergi dari sana.

"Hey, kalian dengar atau tidak? Pergi dari sini! Kalian bisa menghilangkan barang bukti jika terus-terusan berkerumun di sini! Minggir!" teriak Pak Van.

Eliza masih mematung di sana dan tidak mendengarkan apa yang Pak Van katakan. Toh, Pak Van tidak akan tega untuk memukul anak gadis. Tapi, beberapa teman Eliza menggandeng nya untuk menjauhi TKP. Eliza hanya bisa diam dan menurut karena tubuhnya masih terasa seperti patung.

"Ngeri banget ya, nanti malem pasti gue nggak bisa tidur," kata salah satu temannya.

"Khasus ini pasti bakal heboh, bakal banyak wartawan yang kesini," kata yang lainnya.

"Nggak mungkin, kepala sekolah nggak akan ngebiarin khasus ini ngerusak nama State Lighting."

"Lo bener. Tapi mungkin bakal ada murid yang buka masalah ini ke publik dengan sengaja atau nggak sengaja."

Dark Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang