BAB 35 - Penyusup

1.5K 364 7
                                    

Jangan lupa vote sebelum baca 🌟🙌

***

Beberapa malam setelahnya, Dean dan Eliza benar-benar melakukan apa yang mereka rencanakan. Mereka akan benar-benar menyusup ke ruang guru hanya untuk memeriksa tulisan saja. Sedangkan Andri dan Andre masih mengawasi gerak-gerik kepolisian dan ayahnya dalam penyelidikan dengan bermodalkan sebutir peluru, sesobek kain serta bukti lain yang mereka temukan di gedung itu.

"Sorry, Kak, kami nggak bisa ikut. Oh ya, di sini, beberapa orang sudah diperiksa. Kakak nggak perlu khawatir, ini akan menjadi langkah besar dalam kasus ini."

"Memeriksa orang? Siapa saja yang diperiksa. Ada daftar nama-nama orang yang akan diperiksa?" Dean terus menempelkan ponselnya di telinga.

Andri terdiam sejenak di sana. Hening---tanpa bersuara sedikit pun. Dean hanya bisa mendengar suara helaan nafas yang cukup berat "Ndri?"

"Nggak ada, Kak. Udah ya, Kak. Dadah." Panggilan itu sempurna dimatikan.

Dean merasa bahwa Andri berbeda dari biasanya. Anak itu tidak se-semringah hari-hari sebelumnya. Bahkan, dia tidak memberi kabar apa-pun tentang perkembangan kasus yang ditangani oleh kepolisian. Padahal, sudah jelas mereka tahu banyak hal. Mereka juga tidak menghubungi sebelum Dean menghubungi mereka terlebih dahulu.

Jam tangan Dean menunjukkan pukul sembilan malam tepat.

Dia segera memasukkan ponselnya ke dalam saku. Tangannya langsung meraih sebuah besi pipih panjang yang dia gunakan untuk mencongkel pintu ruang guru nanti.

Sedangkan Eliza sedang memasangkan topi french beret ke kepalanya. Dia mengenakan sebuah long coat berwarna coklat muda yang lumayan besar untuk tubuhnya. Gadis itu berdiri di hadapan Dean yang sejak tadi memperhatikannya tanpa beralih pandangan sedikit-pun.

"Hey, Dean, mungkin suatu saat nanti, aku ingin menjadi seperti Detektif Fenil. Atau mungkin yang lebih luar biasa lagi---seperti Sherlock Holmes atau Hercule Poirot." Secercah senyuman muncul di bibir Eliza.

"Ya. Gue juga!" Dean menjawab secara otomatis. Padahal, awalnya dia sama sekali tidak berfikiran menjadi seperti itu. Tapi, karena Eliza menginginkan hal itu---maka dia sama.

"Mimpi yang indah." Eliza tertawa kecil.

"Okay, mungkin nggak perlu basa-basi lagi. Kita harus segera masuk. Buat CCTV, gue udah serahin segalanya ke salah satu rekan kepercayaan gue tadi pas sekolah. Jadi, kita langsung ke kantor dulu aja." Dean berjalan perlahan mendahului Eliza.

Di sana sudah terlihat sempurna gerbang State Lighting. Hanya dipisahkan oleh jalan raya yang lenggang. Eliza segera menyusul langkah Dean dari belakang. Hanya beberapa meter mereka berjalan. Kini mereka telah sempurna berdiri di hadapan gerbang besi yang menjulang tinggi itu.

Dean berhenti tepat di hadapannya. Jemarinya segera merogoh sebuah kawat dari saku jaket hitamnya. Tanpa mengucap sepatah kata-pun, dia segera memasukkan besi itu ke dalam gembok pagar. Butuh beberapa menit untuk kawat pipih itu untuk benar-benar bekerja membuka pintu.

Eliza hanya berdiri di belakangnya tanpa mengucap sepatah kata apa-pun. Jemarinya sudah menggenggam erat kertas yang sudah lusuh itu.

"Yes." Dean berhasil membuka gerbang itu. "Wah, wah, kayaknya sekarang kita udah lumayan punya skill ya?"

"Nggak perlu membanggakan diri. Kita aja tahu ini dari internet." Eliza membenarkan posisi masker hitamnya.

Mereka berdua-pun melangkah ke dalam. Di sana terasa sangat sepi. Tidak ada siapa-pun yang terlihat. Hanya suara jangkrik yang memekik. Lampu-lampu yang berada di sisi kanan kiri jalan utama menyala dengan terang. Tapi, ada pula beberapa yang mati.

Dark Angel [END]Where stories live. Discover now