BAB 34 - Secarik Kertas

1.5K 356 22
                                    

Jangan lupa vote dan komen dulu yah 🙌🌟

***

Keesokan harinya, Eliza masuk sekolah seperti biasa. Dia tidak terlalu menghiraukan tentang Alta yang tewas tertembak tepat dihadapannya. Entah kenapa, perasaannya tidak terlalu buruk. Dia merasa bahwa semuanya telah berlalu, maka biarlah begitu.

Semua itu terjadi karena secarik kertas yang dia temukan kemarin. Secarik kertas dengan tinta merah dan parfum melati itu benar-benar menghipnotisnya. Sejak kemarin, dia menyimpan kertas itu di dalam sakunya. Berharap jika dia menemukan seseorang dengan tulisan tangan yang sama dengan tulisan yang ada di kertas itu.

Suasana State Lighting sangat heboh. Mereka membicarakan tentang Alta yang dibunuh di depan umum. Dalam sekejap, mereka telah melupakan Anastasya yang kondisinya jauh lebih mengerikan.

"Eliza!" Syahnaz berseru dari kejauhan. "Ya Tuhan, lo!? Bagaimana bisa?" Gadis dengan rambut pony tail itu segera menghampiri Eliza yang tengah berjalan lambat di lorong sembari membolak-balik lembaran kertas buku biologi.

"Apa?"

"Sebenarnya, apa yang terjadi kemarin? Sungguh, gue sama sekali nggak habis pikir. Dan ya, bisa-bisanya lo masuk hari ini?" Syahnaz menggoyangkan bahu Eliza.

"Kan yang ketembak bukan gue. Jadi, gue fine-fine aja. Yakali gue harus bolos lagi." Eliza menutup buku di genggamannya.

Syahnaz terdiam sejenak. Dia merasa benar-benar asing dengan Eliza. Bagaimana bisa, setelah dia menyaksikan peristiwa berdarah itu, dia masih sempat-sempatnya memasang senyum manis seperti ini. Tidak! Eliza bukanlah gadis seperti ini. Syahnaz merasa bahwa ada yang aneh dengan sahabat dekatnya itu.

"Oh iya, lo mau ke kafe nggak nanti?" tanya Eliza.

Syahnaz menggeleng. "Nggak! Eliza, lo kenapa sih? Kok jadi kayak gini?"

"Gue nggak apa-apa kok."

Tiba-tiba Syahnaz mengingat sesuatu. Kata Naran, Dean tidak masuk hari ini. Dia demam---begitulah yang Syahnaz tahu.

"El, Dean nggak masuk hari ini. Kayaknya, dia sakit deh. Lo nggak jenguk dia?" Syahnaz berjalan menyusul Eliza yang mulai menjauh.

Eliza terdiam sejenak. "Sakit? Tapi, dia nggak ngomong apa-apa sama gue."

"Dia sakit. Gue nggak tahu kenapa. Tapi, bukannya lebih baik lo jenguk dia nanti. Gue sama Naran bakal ke rumah dia nanti malem. Lo ikut sekalian nggak?" tanya Syahnaz.

Eliza terdiam sejenak. Rencananya, hari ini dia ingin menunjukkan secarik kertas itu pada Dean. Dia berfikir jika Dean bisa membantunya menemukan orang dengan tulisan semacam itu. Dengan begitu, si pelaku alias si malaikat pelindung Eliza ini akan segera ditemukan. Meskipun dia cukup terkesima dengan si malaikat pelindung itu, dia tahu jika mau bagaimana-pun si malaikat pelindung itu harus ditemukan. Tidak peduli apa. Hanya saja, Eliza cukup ragu jika memberikan kertas itu pada polisi. Jadi, tidak ada pilihan lain kecuali memberikannya pada Dean. Sayangnya, Dean sakit hari ini.

"Gimana?" Syahnaz menepuk bahu Eliza yang tengah melamun.

"I-iya. Gue jenguk kok. Tapi, kalau malem nggak bisa. Nanti malem gue di rumah sakit. Jadi, kayaknya sepulang sekolah ini gue ke sana. Kalian malem aja nggak apa-apa. Gue sendiri."

Syahnaz hanya manggut-manggut. Kemudian mereka berdua melangkahkan kaki menuju ruang kelas. Sekali lagi, beberapa pasang mata menatap Eliza. Rasa benci itu kini bercampur aduk dengan rasa ngeri. Ngeri sebab gadis yang kemarin berlumuran darah itu bisa dengan santainya masuk sekolah tanpa beban sedikit-pun.

Dark Angel [END]Where stories live. Discover now