18. Cinta & Hujan

Mulai dari awal
                                    

***

"Hmm, sepi." Irene bergumam disela senandungan yang dia lantunkan.

Malam dingin menemaninya kali ini. Hujan diluar, luar biasa deras. Untuk yang kesekian kali dia tersungging lalu memberengut. Kedua hal itu terus terulang disetiap kali lembaran buku baru dibukanya.

Sepi.

Lagi-lagi hatinya menceracau sendiri.

"Yuu jam segini udah tidur belum, yah?" mulut kecil itu tanpa sadar menyebutkan nama seseorang yang sampai mati sesumbar akan dia benci.

Dia tinggal sendirian. Terbiasa menghabiskan banyak malam-malam hanya dengan dirinya sendiri ditemani dinginnya angin malam yang malu-malu masuk lewat celah jendela. Ditelan keheningan dan kebosanan. Kurang lebih siklus hidup cewek ini tidak jauh berbeda dengan sosok monster yang sedikit-banyak mulai mempengaruhi hidupnya.

"Yuu bego ....selamanya bego." dia sampai pada halaman ke 221. Novel Love is War, dan umpatan kesal yang ke 111, yang sebenarnya adalah bentuk kerinduan tersirat nya.

Dia itu tidak peka. Mereka berdua nyaris tidak ada bedanya. Jika Irene terus mengelak mengakui bahwa letupan-letupan yang sering dadanya rasakan disebut cinta, Yuu yang selalu mengutarakan namun lebih sering membuat salah paham.

Bisa dibilang mereka itu luar biasa tidak peka dan jatuhnya jadi pe'a.

Tok... Tok... Tok...

Karena mendengar suara ketukan di pintu rumahnya, Irene bergegas menghentikan aktivitas membacanya dan langsung beranjak turun dari kasur. Dia sudah menduga tidak ada orang kurang kerjaan yang mampir kerumahnya nyaris tengah malam seperti ini kalau bukan-

"YUU!" Irene terhenyak. Cewek itu refleks berlari menghampiri sosok jangkung didepannya yang sudah basah kuyup. "lo kenapa bisa basah gini? Kenapa lo nekat kesini kalo besok kita bisa ketemu di kampus?"

Irene menarik salah satu tangan terkulai cowok itu.

Dingin dan bergetar.

Irene meringis. Yuu pasti menahan dingin sejak tadi. Bibirnya nyaris membiru. Kulitnya pucat seperti mayat. Cowok itu terlihat begitu buruk saat ini. Irene mencoba menarik tangan itu agar membawa Yuu masuk kedalam, tapi tidak se inci pun tubuh Yu bergerak.

Dia menolak secara non verbal.

"Lo harus masuk kalo gak mau sakit." Irene kehabisan kata. Lirih cewek itu bahkan tidak membuat Yuu maju sedikit pun.

Dia kenapa?

"Irene?"

"A ...pa?"

"Gue suka sama lo."

Memerah. Irene buru-buru berbalik badan. Dia tidak bisa menahan agar tidak blushing saat dikatai suka oleh cowok. Dia menepuk-nepuk kedua pipinya -berusaha bangun karena sadar dia hanya akan dipermainkan lagi.

Ini salah satu kebiasaan Yuu.

Ini hanyalah modus lainnya agar membuat Irene semakin menggantungkan harapan kepada Yuu.

"Ikut gue."

Irene terhuyung-huyung saat tangannya ditarik paksa keluar dari balik pintu. Diseret dan dihempaskan ditengah teras, dibawah derasnya hujan yang membuat kepalanya seolah dihantam jutaan jarum.

Irene menyapu wajahnya kasar saat air tidak berhenti turun dari atas kepalanya. Dia menatap Yuu yang berdiri menjulang tepat didepannya. Hanya selisih beberapa senti. Meski begitu dia tidak bisa melihat dengan jelas visual tegas itu.

"Yuu kita harus masuk sebelum demam." Irene menarik kembali salah satu lengan tapi justru tangannya yang ditahan. Cewek itu menoleh. Menatap lurus cowok dengan ekspresi datar namun tersirat banyak tanda tanya.

"Dengerin gue." Irene balas menatap. Manik cokelatnya yang menyipit seolah tidak terbuka menumbuk dalam. "disini. Dibawah hujan ini gue mau bilang kalo gue suka lo, Irene."

Dia hanya dipermainkan.

"Gue suka lo."

Selamanya perasaan itu hanya sebatas majikan dan peliharaan.

"Gue cinta sama lo. Tolong jangan tinggalin gue karena gue bisa gila."

Tapi kenapa rasanya nyata sekali?

Irene meringis. Lagi-lagi sensasi seperti ini kembali dia rasakan. Bersama dengan cowok misterius ini membuat jantungnya selalu berdetak tidak normal. Dia juga tidak bisa berpikir jernih. Apapun yang dilakukan dan dikatakan cowok itu terasa tidak dapat dijangkau nalar.

Tangan Irene terulur mengusap lembut kulit dingin Yuu yang tersamarkan air hujan. Cewek itu mengulas senyuman pedih.

"Tolong jangan permainin gue lagi." sekali lagi dia diberikan harapan palsu yang tidak akan bisa dia wujudkan. "tolong jangan bikin gue semakin jatuh cinta sama lo lagi setelah gue sadar," dia menelan ludah susah payah, "gue gak akan bisa miliki lo."

Yuu menegang. Barusan dia mendengar bahwa sudah membuat sosok kecil yang seolah tak tergapai tangannya, dibuatnya jatuh cinta, kepadanya.

"Irene, gue-" tercekat. Belum sempat Yuu menyelesaikan kalimatnya Irene lebih dulu berbalik. Berjalan gontai kembali kedalam rumah.

Tentu saja Irene memihak dirinya sendiri. Dia tidak akan membiarkan dirinya lebih tersakiti dari ini. Sudah cukup dia rasa menanggung beban yang mustahil kedua tangan kecilnya genggam sendirian.

Dia tidak mau mencintai sendirian.

Dibuat sakit dan galau sendiri.

Irene tidak masalah jika dirinya diperlakukan tidak manusiawi oleh Yuu. Tapi, bermain dengan hatinya, Irene tidak akan mengizinkan.

"Irene gue cinta sama lo." sebelum kedua kaki pendek itu melangkah lebih jauh, Yuu mencengkeram kedua bahu kecil cewek itu, membuatnya berbalik balas menatap mata gelap yang seolah akan kalap.

Irene membola saat sentuhan kasar dibibirnya kian menekan memaksa mulutnya terbuka. Irene berontak tapi salah satu tangannya dicekal Yuu dan kepalanya ditekan agar semakin maju.

Yuu semakin menggila saat Irene mulai kehabisan napas. Jeda, cowok itu memundurkan wajahnya untuk melihat ekspresi cewek itu sekarang. Lalu mengakhirinya dengan kecupan lama dan dalam yang juga membuat Irene tidak berkutik.

"Jangan pernah bilang lo mau milikin gue. Karena gue yang seharusnya milikin lo, Irene." Yuu kali ini mengecup pucuk rambut Irene. Lalu memeluknya erat. Membiarkan cewek pendek yang bahkan untuk meraih lehernya saja harus berjinjit, terus sesenggukan.

Apa kali ini harapannya bisa sedikit dipercaya?

My Beloved Monster (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang