Merasa sudah tidak ada apa-apa lagi di sana, Dean memutar badannya ke arah pintu. Tanpa dia sadari, hujan telah turun membasahi tempat itu.

Indra pengelihatan Dean melirik ke berbagai penjuru tempat itu dari ambang pintu gubuk. Ladang rumput di hadapannya telah basah---bahkan sudah ada yang merunduk karena tertimpa air hujan.

Dean-pun melangkah keluar perlahan. Namun ketika dia sampai ke luar gubuk, ada seseorang yang berdiri tidak jauh dari sana. Dia mematung di jalan setapak pinggir ladang rumput. Orang itu mengenakan mantel berwarna kuning, terlihat mengenakan celana panjang berwarna hitam dan sebuah sepatu boots.

Dia memiliki postur tinggi tegap. Bahkan, dia terlihat besar dari kejauhan. Cukup mirip dengan postur tubuh Kenny atau Pak Franz---tapi terlihat sedikit berbeda. Entahlah, mungkin karena jas hujannya terlalu besar sehingga membuat tubuhnya juga bertambah besar.

Dean menelan ludah. Dia tahu bahwa orang dihadapannya itu juga tengah memperhatikannya.

Setelah kurang lebih satu menit, pria itu mundur perlahan beberapa langkah.

Entah apa yang Dean pikirkan. Dia malah maju---belari mengejar pria yang hendak kabur itu. Sayangnya, hal itu membuat Dean menjatuhkan jas putih milik Kenny beberapa meter di depan gubuk.

Orang yang hendak mundur perlahan tadi juga ikut berlari. Dia kembali berbalik menyelusuri jalan setapak itu.

Dengan cepat, tubuh Dean juga melesat bagaikan batu yang terlempar. Posisinya kini sudah sangat dekat dengan orang itu. Dean berusaha menarik jas hujan itu. Jas yang terkibas angin itu-pun berhasil Dean genggam. Dean menariknya dengan keras hingga pria itu terjungkal.

Meski begitu, Dean sama sekali tidak bisa melihatnya. Hujan bertambah deras dan pria itu memakai masker berwarna hitam. Dean-pun tidak bisa melihat bentuk matanya sama sekali. Pandangannya buram karena hujan.

Pria itu tidak tinggal diam. Dia menjegal kaki Dean dari bawah. Dean-pun juga ikut terjatuh di jalanan yang penuh lumpur itu.

"Sial! Lo siapa, hah?" Dean berseru. "Lo siapa? Kenny atau siapa?"

Tentu saja pria itu tidak menjawab. Melontarkan kalimat dari bibirnya adalah bunuh diri. Dean akan langsung tahu siapa dia kalau dia berbicara atau bahkan berdecak perlahan sekalipun.

Dean kembali meraih tubuh pria itu. Sayangnya, dengan sigap pria itu menendang perut Dean hingga terjungkal. Dean merintih kesakitan memegangi perutnya. Sedangkan pria tersebut langsung berlari menuju jalan aspal.

Dean masih bisa melihatnya secara samar.

Jika dikira-kira, pria itu memiliki postur tubuh seperti Pak Franz dan juga Kenny. Mereka berdua hampir mirip---besar, tegap dan tinggi. Hanya saja, Dean merasa Pak Franz lebih mirip dengan pria itu. Namun, apa itu benar-benar Pak Franz?

Atau mungkin ada orang lain yang tidak Dean deteksi?

~~~

Beberapa kilo meter dari posisi Dean. Si kembar tengah berdiri mematung memperhatikan para petugas kepolisian yang masih menyelidiki gedung tua. Tempat yang diyakini sebagai tempat di mana si pelaku menembak Alta dari kejauhan.

Tidak ada Detektif Fenil ataupun anak buahnya di sana. Hanya ada petugas kepolisian kota. Hal tersebut membuat Andri dan Andre tidak bisa bergerak bebas. Mereka dilarang terlalu dalam ikut campur dalam masalah itu. Para polisi itu tidak terlalu percaya pada mereka. Bahkan, awalnya mereka tidak diizinkan masuk ke dalam. Namun, setelah mereka bilang kalau mereka adalah putra dari Detektif Fenil, mereka baru diizinkan masuk.

Polisi-polisi itu sedang mengira-ngira bagaimana si penembak menembak Alta dari kejauhan dari jendela. Beberapa yang lainnya melenyusuri gedung tua itu sembari berharap jika si pelaku tidak sengaja meninggalkan bukti.

Dark Angel [END]Where stories live. Discover now