12. Sisi Rapuh Yuu

Mulai dari awal
                                    

Ponsel kembali berdering. Yuu sadar, sudah sejak tiga bulan lalu pemilik suara itu tidak menghubunginya lagi. Dan sekarang secara tiba-tiba dia datang untuk mengganggu kehidupan tenang Yuu. Sialan.

"Apa mau lo?" Yuu pasrah. Dia pasti tidak akan dibiarkan tenang jika tidak mengikuti kemauan merepotkan si lawan bicara.

"Pulang." Yuu mengerutkan alisnya. Berdecak kesal dengan kepalan tinju yang nyaris melayang ke tembok. "Papa nyuruh lo pulang. Lo harus segera pulang sebelum dia balik dari Aussie lusa. Lo tau sendiri semarah apa dia kalo sampe tahu anak kesayangannya yang gak bisa diatur kayak lo ternyata minggat sejak dia berangkat ninggalin Indonesia."

"Oh, si tua itu mau pulang. Gue titip salam aja makasih buat tunjangan kehidupan yang dia kasih selama ini. Tapi gue gak akan pernah balik ke tempat neraka itu." Yuu menjawab lempeng. Berbanding terbalik dengan ekspresi penuh emosi yang kini berusaha dia redam.

"YUU!"

"Berisik. Gue mau tidur. Jangan ganggu hidup gue lagi lo, Grizz." Yuu hendak menutup sepihak panggilan itu tapi urung dia lakukan karena mendengar nama seseorang yang disebut.

"Jadi, apa semua ini gara-gara cewek itu? Emangnya lo sampai kapan betah hidup melarat kayak gini, hah?" Yuu mengepalkan tangan semakin kuat. Mereka bahkan sampai mencari tahu tentang Irene-nya. "sebaiknya lo pulang besok atau cewek lo itu dalam masalah."

Tut... Tut... Tut...

"Sialan."

Yuu menggeram. Cara mereka mempermainkan Yuu tidak pernah berubah. Bagaimana para orang-orang itu memperlakukan Yuu agar tetap bisa mereka jangkau selalu sama. Bahkan, saat baru saja cowok itu merasa Tuhan mulai sedikit berpihak padanya. Semua ekspetasi baiknya dihancurkan begitu saja.

Sampai mengancam akan melibatkan Irene, mereka benar-benar keterlaluan.

"Keluarga setan." Yuu menendang angin. Tidak sadar kalau sikap dan kebiasaan buruknya yang serupa setan merupakan murni karena garis keturunan. Dia menyerapah setan ke orang lain dan tidak sadar se-setan apa perbuatannya selama ini.

Yuu mengacak rambutnya gusar. Tersenyum getir mengingat betapa buruknya nasib yang dia terima. Sejak kecil Yuu tidak pernah merasa memiliki keluarga. Dia diberikan segalanya kecuali perhatian orang-orang disekelilingnya. Tumbuh menjadi pribadi yang tidak ramah dan berbuat seenaknya.

Dia merasa terbuang sejak berusia tujuh tahun. Karena kedua orang tuanya memutuskan berpisah dan dia begitu saja dialih asuhkan kepada sang Papa. Mamanya begitu membenci Yuu untuk alasan yang tidak dia mengerti.

Karena tidak sepintar Grizz, Yuu kurang bisa menarik perhatian sang Papa. Karena itu sikap nakalnya semata-mata agar sosok yang ingin dia gapai bersedia walau hanya sekali menganggap bahwa eksitensinya bukanlah sebuah ilusi semata.

Tapi, sampai kapanpun Yuu hanya akan menjadi boneka hidup yang bisa orang tuanya kendalikan.

"Yuu. Gue beliin-" cewek yang berdiri diambang pintu menoleh. Wajah kesalnya berangsur kaku. Tadi dia ingat kalau sejak pagi cowok itu belum memasukkan apapun kedalam mulutnya. Alhasil Irene memiliki inisiatif mengantarkan makanan. Tapi, pintunya tumben sekali tidak dikunci. "YUU!"

Yuu menoleh. Mata sayunya menatap sendu. Cowok itu samar-samar melihat sosok yang akhir-akhir ini selalu menghantui kemanapun dia pergi. Irene berjongkok tepat didepannya. Cewek yang sering dia panggil kerdil itu bergerak gusar mengelap tangan kanannya yang meneteskan darah.

Sejak kapan?

"Lo kenapa acak-acakan gini, hah? Kenapa sama tangan lo? Lo berantem lagi, ditengah malem begini?" Irene tidak berhenti memarahi. Cewek yang sempat merajuk beberapa jam lalu kini tampak begitu khawatir, dan telaten memperlakukan Yuu. Membersihkan dan membebat jari-jari berdarah Yuu.

"Lo sehari aja gak berantem bisa gak? Cowok bego kayak lo kenapa bisa hidup, sih?"

Yuu mengulas senyuman simpul. Hatinya perih. Dia merasa sedih. Karena tidak bisa melawan kuatnya arus kehidupan. Yuu hanya terus mengacau dan berbuat sesukanya. Dia bahkan saat ini akan melibatkan cewek yang berkali-kali dia sakiti tapi selalu kembali dan bertanya khawatir setiap kali Yuu berdiam diri dan terluka seperti ini.

"Kayaknya gue emang gak boleh jauh-jauh sama lo." Irene mendesah frustasi. Bahkan si empu yang sedang berdarah-darah terlihat santai saja, dan justru dirinya yang over cemas seolah induk yang melihat anak ayamnya nyaris terlindas.

"Hm. Jangan jauh-jauh dari gue. Gue bisa mati kalo lo ninggalin gue."

Irene beku. Tangan kiri Yuu yang semula terkulai terulur mengusap pelan pipi Irene. Hangat. Irene merasa tenang.

Irene lagi-lagi datang disaat yang tepat. Yuu hanya ingin diterima apa adanya. Dia lelah harus dibanding-bandingkan dengan sosok kakaknya, Grizzy Avelon. Dia bersikap buruk hanya karena tidak ingin kehilangan identitas dirinya.

Dan hanya Irene yang menganggap Yuu benar-benar ada.

Irene terhentak. Cewek itu mundur menjauh saat Yuu justru berdiri. Cowok itu memanggul Irene seperti karung beras, lalu membantingnya ke ranjang. Irene mulai berkeringat dingin. Cewek itu melupakan satu hal. Yuu sekarang membiarkan tubuh bagian atasnya terbuka sehingga Irene bisa melihat dengan jelas setiap jengkalnya.

Cewek itu menelan ludah susah payah. Untuk ukuran lawan jenis, badan Yuu benar-benar terpahat sempurna. Irene berusaha kabur tapi saat hendak berdiri, tubuhnya lagi-lagi dibanting ke titik yang sama.

"G ...gue mau pulang. Gue cuma mau nganter makanan." Yuu menyeringai iblis. Cowok itu sangat suka melihat wajah gugup juga cara berbicara terbata cewek itu. Irene yang kikuk seperti ini sangatlah manis dimatanya.

"Eits, salah sendiri masuk kandang beruang. Jadi sekarang lo harus temenin gue. Ayo, baby, kita akan menghabiskan malam panas ini berdua." Irene semakin gelagapan saat cowok didepannya dengan enteng berkata hal memalukan seperti itu. "gue dateng, sayang." Irene melompat saat Yuu dengan sengaja melimbungkan tubuh -nyaris menubruknya.

Irene meringkuk di sudut kamar. Cewek itu berteriak parau saat Yuu malah terbahak kesetanan. "JANGAN DEKET-DEKET GUE. DASAR CABUL."

Sekali lagi. Irene merasa telah melakukan kesalahan.

My Beloved Monster (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang