BAB 28 - Menggeledah

Start from the beginning
                                    

Bang Yudya menerima makanan itu. "Kenapa ke sini? Ada perlu apa? Tadi nggak dihadang sama preman-preman nyebelin di pintu masuk. Kan?"

"Mereka nggak ada."

Kini pandangan Yudya beralih ke Dean. Dia memperhatikan Dean dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Lo adiknya Kenny?"

Dean keheranan? Bagaimana orang acak-acakan di hadapannya ini bisa mengenal Kenny. "Ya. Kenny kakak gue. Kok Abang tahu? Dan kenapa Abang bisa kenal Kenny?"

"Jelas muka lo mirip Kenny, meskipun nggak mirip-mirip banget sih. Lagi pula, semua orang di sini kenal sama yang namanya Kenny van Lier."

Dean melongo. Dia heran bukan main. Untuk apa Kenny pergi ke tempat seperti ini? Ekspresi si kembar juga tidak kalah dari Dean. Mereka sulit percaya jika Kenny suka pergi ke tempat semacam ini.

"Udah. Nggak usah bahas masalah lain lagi." Ren menghela nafas panjang. "Bang, di sini kita nggak mau basa-basi. Kita perlu tahu informasi tentang wanita bernama Igrid. Dia tinggal di sini 'kan?"

"Eh, ngapain lo lo pada nyari dia? Nggak guna sumpah!" Bang Yudya terkekeh keras. Dia kemudian duduk di sofa lapuk di samping kardus tempatnya tidur tadi.

"Bang, ini serius!" seru Ren.

"Ah, kenapa? Kayak penting aja. Asal kalian tahu, Igrid itu nggak waras. Dia aneh, suka bicara-bicara sendiri dan kayaknya dia nggak bisa bedain mana kenyataan mana halu belaka." Bang Yudya terdiam sejenak. Matanya melirik ke arah luar. "Rumah Igrid di pojokan paling kiri. Lo, lo pada tinggal lurus. Nggak usah belok-belok nanti juga ketemu."

"Bang, kita nggak tahu Igrid itu siapa dan bagaimana. Jadi, bisa nggak kita minta bantuan Abang buat nemuin Igrid? Siapa tahu bisa. Kan abang tetangganya." Eliza memohon.

Bang Yudya yang tadinya malas berubah sumringah ketika seorang gadis cantik-lah yang meminta bantuan. "O-oke."

Bang Yudya bangkit dari posisi duduknya. Dia melangkah keluar dari bangunan reyot itu. Ren dan kedua rekannya mengikuti Bang Yudya dari belakang. Eliza, Dean dan si kembar masih mematung di rumah reyot milik Bang Yudya. Ah, sebenarnya tidak layak di sebut rumah. Ukuran tempat itu sangat kecil dan tidak memiliki ruang belakang sama sekali.

"Udahlah ayo!" seru Dean.

Mereka berempat mengikuti Bang Yudya, Ren dan yang lainnya. Di sepanjang perjalanan, mereka tidak melihat keanehan apapun. Hanya ada beberapa pria berpakaian seperti preman yang tengah menatap mereka dengan tatapan yang tidak menyenangkan. Beberapa gadis dengan lipstik merah merona setebal satu senti mengedip-ngedipkan matanya dari balik jendela. Rumah-rumah di sana teramat tertutup.

"Kalian beruntung, sudah punya kesempatan untuk ke sini." Ren berjalan sambil berbisik perlahan.

"Mengapa?" tanya Andri.

"Mungkin, besok-besok tempat ini akan digusur. Yah, sampai sekarang belum ada pihak berwenang yang tahu kalau ada tempat seperti ini di kota. Mungkin karena posisinya sangat tidak terduga," jelas Ren.

"Lalu, bagaimana dengan nasib orang yang tinggal di sini?" tanya Andri.

Ren mengangkat bahunya. Dia juga tidak tahu.

Tanpa mereka sadari, mereka sudah sampai di pojokan tempat itu. Di sana ada sebuah tembok tinggi yang memisahkan lingkungan kumuh itu dengan lingkungan lainnya. Di pojokan sebelah kiri, ada sebuah bangunan kecil yang terbuat dari kayu. Sebuah kincir angin kecil di letakkan di depan pintu bangunan mungil itu.

"Ini rumah Igrid. Kalau ditutup kayak gini, biasanya dia nggak ada." Bang Yudya memperhatikan rumah kecil itu.

"Bang, apa Abang tahu latar belakang Igrid atau apalah semacamnya?" Dean bertanya.

Dark Angel [END]Where stories live. Discover now