Bab 16

616 52 3
                                    

Sudah lima menit Ara dan Andrian berpelukan, tapi Ara masih memeluknya dengan erat. Andrian ingin melihat wajah Ara, tapi pelukannya sangat erat membuat Andrian mengurungkan niatnya.

Ara yang merasa pelukan Andrian sudah sangat longgar, dengan perlahan Ara menurunkan tangannya sambil menunduk.

"Ma--maaf, Kak."

Andrian langsung tersenyum, kemudian mengangkat pelan dagu Ara sambil meneliti semua inci wajah Ara. Sedangkan Ara, ia hanya diam dengan semua perlakuan Andrian.

Perlahan Andrian mendekatkan wajahnya ke wajah Ara, kemudian menciumi seluruh wajahnya. Ara yang merasakan itu sebenarnya ingin memalingkan wajahnya, tapi sebisa mungkin ia berusaha untuk tidak mengecewakan suaminya lagi, perlahan ia menutup matanya.

"Kenapa nangis saat video call kemarin?" tanyanya lembut sambil mengelus wajah Ara, sedangkan Ara hanya menggeleng.

"Kamu rindu sama Kakak?" tanya Andrian lagi, membuat Ara langsung menunduk.

Andrian tahu, Ara masih belum terbiasa dengan semua perlakuan manisnya, dia juga tahu istrinya sangat benci dengan gombalan karena baginya semua laki-laki adalah penipu.

Andrian sudah bertekad bulat ingin mengubah cara pandang Ara terhadap laki-laki, ia kembali menarik Ara ke dalam pelukannya.

'Mulai saat ini aku akan selalu memberimu perhatian romantis, tidak peduli kamu marah atau tidak,' batin Andrian.

Berbeda dengan Ara, sebenarnya ia ingin meminta maaf pada Andrian dan mengakui perasaannya, tapi entah kenapa, mulutnya seperti di kunci tidak bisa berkata apa-apa.

Andrian melepaskan pelukannya, lalu menuntun Ara ke depan kaca, ia mengambil kotak kecil di sakunya. Ara bingung dengan sikap Andrian, ia terus memperhatikan kotak yang di tangan suaminya.

Andrian membuka kotak tersebut dan mengeluarkan kalung yang begitu indah, lalu memakaikan kalung di leher Ara.

Setelah memakaikannya, ia menyandarkan wajahnya di pundak Ara, kemudian tersenyum ke arah kaca. Sedangkan Ara, ia masih mematung tidak bisa berkata apa-apa.

Pasalnya, ini adalah kali pertama ia mendapat hadiah dari laki-laki, Ara memegangi kalungnya yang terlihat indah di leher jenjangnya.

"Kamu suka?" tanya Andrian yang dibalas anggukan oleh Ara, membuat Andrian gemas, kemudian menciumi pipinya.

"Bicara dong sayang, jangan diam mulu, Kakak juga 'kan pengen denger suaramu," rengek Andrian seperti anak kecil, membuat Ara langsung terkekeh.

"Kak, ini kalungnya mahal, Ara gak bisa terima," ucapnya hendak melepaskan kalungnya, tapi Andrian malah menurunkan tangan Ara, kemudian membalikkan tubuh Ara, lalu menghimpitnya ke tembok.

"Ini adalah gaji pertama Kakak di perusahaan, Papa," ujar Andrian sambil memegang kalung Ara.

"Kalo gaji pertama, kenapa di hamburin kayak gini? Ara gak bisa terima, Kakak jual lagi aja," Cecar Ara membuat Andrian langsung terkekeh.

"Kenapa tertawa Kak, Ara se-" ucapan Ara langsung terpotong, karena Andrian langsung mencium bibirnya sekilas.

"Jangan nolak ya, Kakak senang liat kamu pakai kalungnya," pintanya yang dibalas anggukan oleh Ara.

Karena terlalu senang Andrian langsung menggendongnya kemudian memutar-mutarkannya, membuat Ara menjerit histeris karena takut.

"Turunin Kak, Ara takut," rengek Ara, bukannya Andrian menurunkan ia malah memutar-mutarkannya kembali.

Ara langsung menyembunyikan wajahnya di dada bidang suaminya, membuatnya tersenyum bahagia. Kemudian ia membaringkan Ara ke ranjang.

"Kakak mandi dulu, ya," ucap Andrian yang  dibalas anggukan oleh Ara, tanpa membuang waktu Andrian langsung mandi.

10 menit kemudian, Andrian keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk di pinggangnya, membuat Ara langsung menutup mukanya dengan tangannya.

Andrian yang melihat itu langsung tersenyum jahil, kemudian mendekati Ara, lalu menarik-narik tangan Ara yang menutupi mukanya.

"Jangan, Kak," rengek Ara, membuatnya terkekeh.

"Kenapa emang? Salah ya kalo aku buka. 'Kan, kamu istriku," goda Andrian membuat Ara langsung menggeleng, tapi tidak membuka wajahnya.

Andrian yang melihat itu langsung menggelitiki pinggang Ara, membuat Ara langsung tertawa terbahak-bahak sambil berguling-guling menghindari Andrian.

"Kak u--udah, perut Ara sakit," ucap Ara memohon, membuat Andrian langsung menghentikan aksinya, kemudian menuju lemari, lalu memakai pakaiannya.

Setelah selesai ia mendekati Ara, lalu berbaring di sampingnya. Ara yang melihat itu langsung tersenyum, lalu menarik tangan Andrian untuk dijadikan bantal.

"Gimana Kak di Jakarta, enak?" tanya Ara membuat Andrian langsung menoleh ke arah Ara.

"Enak, banyak cewek cantik," jawab Andrian, membuat Ara langsung mengerucutkan bibirnya.

"Ya sudah, kalo gitu Kakak balik ke Jakarta aja, 'kan, udah nemu yang baru di sana," kesal Ara hendak berdiri, namun Andrian terlebih dahulu mencekal pergelangan tangan Ara, kemudian menariknya kuat, membuat Ara langsung kembali terjatuh ke ranjang.

Andrian langsung mengunci semua pergerakan Ara, dia membuat Ara layaknya guling.

"Ih, apaan sih Kak? Lepasin, Ara mau turun ke bawah," berontak Ara, tapi tidak dihiraukan oleh Andrian, dia malah memejamkan matanya.

Ara yang melihat itu langsung tersenyum, kemudian membelai lembut rambut Andrian, membuat Andrian langsung tertidur.

Ara memperhatikan setiap inci wajah suaminya yang lelah dalam perjalanan, demi mencari nafkah untuknya. Tanpa disadari, air matanya menetes, ia kasihan melihat suaminya begitu sabar menghadapi dirinya yang keras kepala.

Tangannya terulur membelai wajah suaminya, Ara mendekatkan bibirnya ke bibir Andrian lalu menciumnya sekilas.

Sebenarnya Andrian masih belum tidur karena Ara terus mengusap-usap wajahnya. Tiba-tiba, senyum di bibirnya mengembangkan saat tahu Ara menciumnya.

Ara yang melihat itu langsung kaget dan malu, kamudian ia menjauhkan wajahnya.

"Kakak belum tidur?" kesal Ara lalu mecubit tangan Andrian.

Andrian tidak menjawab ia malah menarik Ara lebih dekat dan berusaha untuk pergi ke alam mimpi, sedangkan Ara, ia tersenyum lalu ikut memejamkan matanya.

         ***Bersambung***

Musuhku Penyelamat HidupkuWhere stories live. Discover now