Bab 40

488 38 2
                                    

Andrian berlari ke arah Ara lalu memeluk Ara dengan Erat begitu juga dengan Ara yang sedari tadi takut dengan kegelapan langsung membalas pelukan Andrian sambil menangis sesenggukan.

"Maafin Kakak sayang, Kakak memang bodoh, ceroboh," ucap Andrian, Ara menggeleng dipelukan Andrian.

Andrian melepas pelukannya kemudian membingkai wajah Ara lalu menciumnya.

"Kita pulang ya, muka kamu pucat, belum makan ya seharian?" tanya Andrian yang dibalas anggukan oleh Ara, ada rasa nyeri di ulu hati Andrian melihat istrinya kelaparan seharian.

Andrian langsung mengambil alih tas ransel Ara lalu menggendongnya ke mobil. Sampai di mobil Andrian mendudukkan Ara kemudian memasang sabuk pengamannya, detik kemudian pandangan keduanya beradu.

Mata Ara terus berkaca-kaca, Andrian yang melihat itu berusaha tersenyum lalu mengusap wajah Ara.

"Tidur sayang," ucap Andrian lembut sambil mengelus hijab Ara, lalu menutup pintu mobil.

Sepanjang jalan, Ara diam saja membuat Andrian berfikir kalau Ara sudah tertidur. Tapi ternyata karena terlalu lelah Ara pingsan di dalam mobil.

***

Dua jam sudah menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai. Andrian langsung membuka pintu mobil dan melepas sabuk pengaman Ara.

"Sayang," panggil Andrian lembut, namun tidak ada jawaban. Tiba-tiba kepala Ara yang awalnya lurus, jatuh ke samping membuat Andrian panik.

"Ara ... sayang," Andrian mulai menepuk-nepuk pipi Ara lembut namun lagi-lagi hasilnya nihil.

Tanpa membuang waktu Andrian langsung menggendong Ara ke kamar, kemudian menelpon dokter untuk datang ke rumahnya. Sambil menunggu dokter datang Andrian mengganti pakaian Ara yang sudah kotor.

30 menit kemudian, dokter datang dan langsung memeriksa keadaan Ara. Sedangkan Andrian ia menemani dokter tersebut memeriksa Ara.

"Gimana keadaan istri saya dokter?"

"Istri bapak cuma kelelahan dan perutnya juga kosong, jadi nanti kalau istri bapak sudah sadar di suruh makan dulu baru minum obat kemudian istirahat yang cukup,"

"Baik dokter, terima kasih,"

"Sama-sama," balas dokter tersebut lalu pergi.

Andrian duduk di sisi ranjang lalu membuka hijab Ara kembali kemudian ia mengelus rambut istrinya tersebut.

"Apa aku pantas disebut suami yang bertanggung jawab?" gumam Andrian pelan. Tiba-tiba, ponselnya berbunyi, ia langsung mengambil ponselnya dan mengangkat telpon Rina.

[Halo, Rin]

[Ara udah ketemu belum? Udah jam 11 malam ini] ketus Rina membuat Andrian paham kalo Rina marah.

[Udah Rin, Ara udah di rumah, tapi belum sadar]

[Hah? Ara kenapa? Kakak apain dia?] Rina panik bukan main mendengar Ara belum sadar.

[Nggak kok, Ara kecapean, dia juga belum makan seharian]

[Hehe, wajarlah gimana Ara mau makan, orang dia ditinggal di gunung sendirian dan Kakak sebagai suami santai aja sampai malam menyapa. Nggak ada firasat gitu Kak kalau istrimu dalam bahaya, hum?] ledek Rina membuat Andrian bungkam.

[ Udahlah, besok aku datang jenguk Ara, besok pagi Papaku sudah boleh pulang, biar aku yang jaga Ara, Kakak ke kantor aja, lebih penting orang-orang kantor sama urusan kantor biasanya] lanjut Rina mengungkapkan kekesalan hatinya lalu mematikan telpon.

"Nggak usah Rina, halo," ucap Andrian terus berbicara padahal telpon sudah terputus.

Andrian kembali memperhatikan Ara yang masih belum sadar, tanpa membuang waktu ia memesan makanan lewat online.

Tidak lama kemudian, pesanan Andrian datang, ia segera turun mengambil makanan tersebut.

Disisi lain, Ara mulai sadar perlahan matanya terbuka, ia mengedarkan pandangannya mencari Andrian. Beberapa menit kemudian, pintu kamar terbuka menampakkan Andrian dengan makanan yang di bawanya.

"Alhamdulillah, kamu udah sadar," ucap Andrian sambil meletakkan makanan.

"Kata dokter kamu harus makan dulu sayang baru minum obat, Kakak suapain ya," bujuk lalu mengambil makan yang di meja, tapi Ara langsung menggeleng lalu mengambil piring dari tangan Andrian.

"Ara bisa makan sendiri," lirih Ara lalu menyendokkan nasi ke mulutnya. Andrian yang mendengar itu langsung diam dan mengambil minum.

"Minum dulu, bibir kamu kering," suruh Andrian, Ara langsung mengambil minum tersebut dari tangan Andrian lalu meminumnya.

Setelah selesai, Ara minum obat lalu ia melihat pakaiannya berbeda.

"Siapa yang ganti pakaianku?" gumamnya pelan.

"Kakak yang ganti, tadi pakaian kamu kotor banget," ucap Andrian yang dibalas anggukan oleh Ara.

Ara turun dari ranjang lalu mencharger ponselnya yang sudah dua hari mati, begitu ia menyalakan ponselnya ia melihat banyak panggilan tidak terjawab dari Rina. Tanpa membuang waktu, ia langsung menghubungi kembali.

[Halo Ra, kamu udah sadar?]

[Iya Rin, udah kok]

[Kamu kenapa pingsan? Ada yang sakit?] tanya Rina lagi membuat Ara kembali meneteskan air mata.

[Pinggang sama kakiku sakit banget, Rin] lirih Ara pelan supaya tidak terdengar oleh Andrian.

Sedangkan Andrian yang sedari tadi memperhatikan Ara hanya diam, ia tidak menyangka istrinya begitu kecewa. Sampai-sampai segala yang sakit di adukan kepada Rina bukan padanya sebagai suami.

[Oke beb, besok aku datang ya, kamu istirahat aja dulu, besok aku pijitin, ya] jawab Rina, ia tahu Ara menangis karena suaranya mulai serak.

[Iya, assalamualaikum] lanjut Ara lalu memutuskan sambungan. Ara kembali ke ranjang dan berusaha merilexkan kakinya yang terasa kram karena berjalan seharian.

Cukup lama Ara berusaha menutup matanya, tapi hasilnya nihil, kakinya makin sakit dan sekarang terasa nyut-nyutan. Tiba-tiba, ada tangan yang memijit telapak kakinya, Ara langsung membuka matanya.

"Kakak ngapain? Nggak usah di pijit, aku nggak apa-apa," ucap Ara tapi tidak di hiraukan oleh Andrian, ia terus memijit kaki Ara sampai istrinya itu tertidur.

Setelah melihat Ara pulas, Andrian berhenti memijit lalu mencium kening Ara.

"Tidur yang nyenyak, sayang," lirihnya lalu tidur di samping Ara.




Musuhku Penyelamat HidupkuWhere stories live. Discover now