Bab 23

406 41 2
                                    

Setelah mengantar Ara pulang, Rina pun kembali ke rumahnya. Tapi, selama perjalanan pikiran Rina tidak tenang ia sangat khawatir dengan rumah tangga sahabatnya.

"Semoga aja cewek tadi cuma karyawan atau teman biasanya," gumamnya sambil menyetir.
***
Jam 18.30, Andrian baru sampai ke rumah yang disambut dengan Ara di depan pintu.

"Assalamualaikum sayang," ucap Andrian sambil tersenyum menghampiri Ara.

"Walaikumusalam, tumben Kakak lama pulang," jawab Ara lalu meraih tangan Andrian untuk di salam.

"Iya, tadi Kakak ketemu sama teman lama, jadi ngobrol panjang lebar sampai lupa waktu," ucap Andrian sambil tersenyum sedangkan Ara hanya mangut-mangut seperti anak kecil.

"Mak mana, Dek?" tanya Andrian.

"Mak ke Bandung tadi pagi buru- buru berangkat," jawab Ara membuat Andrian kaget.

"Loh, ke Bandung ngapain? Emangnya disana ada siapa?" tanya Andrian bingung.

"Disana ada paman, emak ke sana karena paman sakit," jawab Ara yang membuat Andrian mangut-mangut.

"Ya udah, Kakak mandi dulu ya," ucap Andrian yang dibalas anggukan oleh Ara.

Saat Ara sedang menyiapkan pakaian untuk Andrian, tiba-tiba ponselnya berbunyi.

Drt ... drt ... drt

[Assalamualaikum, apa lagi? Jangan bilang kamu mau minta tolong buatin makalah? Nggak ya]

[Walaikumussalam, dih Pede amat sih, lagian aku nggak sudi nerima tugas dari orang lain ya. Secara 'kan seorang Rina yang pekerja keras haha]

[Iya, pekerja keras banget. Saking kerja kerasnya besok presentasi, malamnya kerja keras, good job, aku suka gayamu]

[Udah ah, cukup memuji diriku. Eh, aku mau nanya boleh nggak?]

[Nanya apa? kalo masalah mata kuliah, ogah]

[Dih, berharap banget sih aku minta tolong ke kamu, nggak ya. Aku cuma mau nanya alamat kantor Kak Andrian dimana?]

[Buat apa samamu alamat kantor suamiku? Jangan bilang mau minta duit ke sana]

[Eh, najis ya minta duit, aku punya duit satu gudang buat apa minta satu lembar, mau ngasih tahu nggak?]

[Iya, tapi buat apa dulu?]

[Elah, ni bocah takut banget sih suamimu aku goda, nggak bakalan, nggak level juga. Itu cuma buat teman aku yang mau lamar kerja, siapa tau ada lowongan] ucap Rina berbohong.

[Oh, iya udah nanti aku kirim lewat chat]

[Ok, ditunggu, assalamualaikum]

[Walaikumusalam]

Tanpa ada rasa curiga sedikitpun Ara langsung mengirimkan alamat kantor Andrian ke Rina. Tidak lama kemudian, Andrian keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk yang melilit di pinggangnya.

"Lagi ngapain, Dek?" tanya Andrian sambil berjalan mendekati istrinya.

"Chat an sama Rina," jawab ada tanpa melihat Andrian.

Begitu Ara mendongak, ia langsung kaget melihat Andrian hanya memakai handuk kecil.

"Aa ... Astagfirullah!" teriak Ara membuat Andrian kaget.

"Shut ... kenapa sih Dek teriak-teriak?"  kesal Andrian sambil membungkam mulut Ara. 

"Itu Kakak kenapa pake handuk yang kecil banget," jawab Ara membuat Andrian langsung terkekeh.

"Memangnya kenapa? Kamu tergoda, ya?" tanya Andrian menggoda.

"Ya nggak lah, Ara cuma kaget aja, biasanya 'kan Kakak pake baju handuk," Ara berusaha mengalihkan pandangannya.

"O iya, masa sih? Beneran nggak tergoda?" tanya Andrian sambil menahan tawanya melihat tingkah Ara yang menurutnya sangat menggemaskan.

"Kalo Ara bilang nggak ya nggak!" ketus Ara.

"Mumpung nggak ada emak loh," goda Andrian lagi membuat Ara langsung blushing.

"Udah ah Kak, A--ara mau nyiapin makan malam dulu," ucapnya gugup lalu keluar kamar sambil berlari.

"Huh, untung Kak Andrian nggak nahan aku keluar, kalo nggak mampus aku di godain mulu," gumam Ara setelah sampai di dapur.

Musuhku Penyelamat HidupkuWo Geschichten leben. Entdecke jetzt