Bab 5

632 48 6
                                    


[Gimana mau puas, nikah aja belum apalagi ngerasain, em jangan-jangan kamu udah gak sabar juga] balasnya dengan emot tertawa membuat Ara makin melotot.

[Sial, hapus nomorku sekarang juga dasar mesum] balas Ara kesal.

[Walaupun nomor kamu di hapus dari ponselku, tapi di hatiku gak bisa di hapus gimana, dong?] balas Andrian sambil tertawa puas.

Ara yang sudah muak dengan gembelnya tidak membalas dan langsung men chat Rina.

[Woy! anak kebo bener-bener gak ada akhlak kamu ya, ngapain kamu ngasih nomorku sama pria blagu itu hah] ujarku kesel.

[Aduh Ra, ini udah malam loh pengen bobok cantik akyu tu hem< besok lagi aja kangen-kangenannya] balas Rina lebay.

[Dasar kebo] balasku yang hanya di read olehnya.

"Sok-sokan nggak ngebalas kayak banyak fans aja," gerutuku kemudian menghempaskan tubuhku ke kasur.

***

Pagi hari; Ara sudah sampai di kampus  yang di sambut oleh Rina, tapi langsung acuhkan oleh Ara biar tahu rasa dia, enak aja bagi nomor orang sembarangan, udah kayak bagi-bagi sembako.

"Ra, kamu marah ya, kok diem mulu, sih," gerutunya di hadapanku.

"Hm," ujarku malas.

"Ih Ra, ya udah deh, aku minta maaf,"ucapnya  dengan muka polos namun tidak berpengaruh untukku.

"Sekarang katakan, kenapa kamu ngasih nomorku sama tu manusia blagu? hah!" pekikku meminta penjelasan.

"Ih, jangan keras-keras Ra malu tahu, ok gini, aku kemaren ngasih nomormu, tapi sebagai gantinya dia bakal traktir makan bakso," ucapnya tersenyum membuat Ara menganga tidak percaya.

"Buset, Kamu ngasih nomorku cuma gara-gara semangkok bakso. Kalo cuma itu, aku bisa traktir kamu kenapa harus ngasih nomorku? Hah!" pekikku ingin rasanya ku masukkan muka Rina ke dalam tong sampah.

"Tapi kan nomorku juga dia minta, udah ah Ra mending ke kelas tarok tas kita ada baris di lapangan dulu ," ucapnya tanpa dosa.

"Baris apaan ini hari selasa ,loh," kataku

"Ada pengumuman dari BEM, lu nggak baca di grub angkatan? Kayaknya ntar babang tampan pasti ngomong di mimbar, deh. Uh gak sabar cepat, yuk," katanya baper.

Kemudian Rina menarik-narik tangan Ara, sedangkan Ara hanya pasrah dengan manusia baper ini.

"Baris depan yuk Ra, biar mudah liat babang tampan," ucapannya membujuk.

"Gak mau, aku mau di belakang aja biar bisa jongkok, malas aku liat dia," ketusku dan hanya di acuhkan oleh Rina.

Tidak lama kemudian si ketua mahasiswa gila itu sudah di mimbar, sedangkan aku hanya memutar mata malas.

'Pencitraan kating mesum,' batinku dengan bibir mengerucut.

"Tes, tes ... baiklah, sebelum saya memulai berbicara pagi ini. Saya ingin mengatur barisan dulu coba yang barisannya paling belakang maju ke depan, buat barisan baru biar nggak ada yang nyender," ucapnya tersenyum, sedangkan Ara langsung melotot ke arahnya.

"Ayo adek-adek, cepat, apa perlu saya panggil satu-satu jurusannya?" ancamnya, dengan kaki di hentak- hentakkan Ara maju tidak lupa tatapan tajam ku layangkan untuknya.

Rina yang hanya mendapatkan baris ke tiga tadi, hanya terkekeh melihatku barisan paling depan.

"Baiklah, gini 'kan enak semua wajah adek-adek dan temen-teman sudah kelihatan semua, saya juga makin semangat untuk berbicara," ucapnya membuat Ara memutar mata malas.

Musuhku Penyelamat HidupkuWhere stories live. Discover now