bab 39

415 41 3
                                    

Hari ini adalah hari terakhir famget, baru saja Ara keluar dari tenda hendak mandi ke sungai, tiba-tiba saja Rina datang menghampirinya dengan napas yang ngos-ngosan habis lari.

"Kenapa Rin pagi-pagi udah ngos-ngosan, abis marathon?" tanya Ara yang dibalas gelengan oleh Rina.

"Aku harus pulang sekarang,"

"Hah?" kaget Ara tidak percaya.

"Iya Ra, aku harus pulang sekarang, Papa sakit dan sekarang lagi di rawat di rumah sakit," lanjut Rina.

"Ya Allah, ta--tapi kamu pulang sendiri nggak apa-apa?" tanya Ara khawatir.

"Gak apa-apa, yang aku takutin itu kamu, nanti pulangnya gimana mau bareng siapa?" Rina balik bertanya.

"Nggak usah dipikirin Rin, nanti juga aku bisa pulang kok," jawab Ara menenangkan Rina.

"Nanti kalo suami laknatmu itu nggak mau ngikutin kamu, minta Tebengan aja sama senior ya, jangan pulang sendiri, jauh soalnya," nasehat Rina yang dibalas anggukan oleh Ara.

"Aku pamit ya," lanjut Rina lalu berlari ke tendanya.

'Semoga Papa kamu cepat sembuh Rin,' Ara berdoa dalam hati saat melihat punggung Rina mulai menjauh, kemudian ia pergi ke sungai untuk melakukan ritual mandinya.

***
Jam 9 pagi, semuanya sudah beres, tinggal menunggu pengumuman lalu pulang, Ara berbaris paling belakang dengan tas ransel di letakkan di sampingnya.

"Baiklah teman-teman, tidak terasa hari ini semua kegiatan akan berakhir. Kami sebagai panitia dan senior terlebih dahulu meminta maaf pada kalian semua jika ada kesalahan.

Baiklah tanpa membuang waktu langsung saja saya umumkan hasil penilaian lomba masak tiga hari yang lalu.

Dengan skor 95 jatuh kepada kelompok ... sepuluh," ucap senior tersebut dengan semangat membuat kelompok Ara langsung berteriak.

"Yuk Ra, kamu aja yang wakilin," suruh Rida yang disetujui semua temannya.

"Nggak ih, kalian aja," tolak Ara, tapi tidak di hiraukan oleh mereka, malah mendorong Ara maju ke depan.

Ara sudah sampai di depan, antara malu dan senang, Ara sedikit menunduk lalu tersenyum.

"Baiklah karena perwakilan sudah maju, kami persilahkan kepada Kak Fahmi untuk menyerahkan hadiah yang sudah di sediakan," lanjut senior tersebut.

'Syukur nggak Kak Andrian,' batin Ara.

"Selamat ya, masakan kelompokmu enak sekali," ucap Fahmi sambil memberikan hadiah tersebut pada Ara.

"Terima kasih banyak Kak," jawab Ara lalu tersenyum.

Disisi lain, Nadia memutar mata malas melihat Ara dapat hadiah. Ia langsung punya ide, supaya Ara tidak ikut naik ke mobil Andrian.

"Dri, nanti senior yang ikut nebeng di mobilmu ada empat orang di tambah lagi panitia dua orang," ucap Nadia dengan senyum manisnya.

"Oke," jawab Andrian.

'Ara pulang bareng Rina sepertinya,' batin Andrian.

Setelah semua acara selesai, masing orang langsung masuk ke mobil tebengan mereka masing-masing. Dari jauh Ara melihat mobil Andrian sudah penuh.

'Yah, mobilnya penuh, yang lain juga gua liat pada penuh, gimana nih gua,' batin Ara.

"Yah, pengen buang air kecil lagi," gumam Ara lalu ia berjalan menuju sungai.

Lima menit kemudian Ara sudah kembali, tapi yang ia lihat semuanya sudah berangkat.

"Aku telpon Rina aja kali ya, biar dia pesanin ojek ke sini atau suruh siapa dulu kek jemput aku," ucapnya lalu mengambil ponselnya dari kantong, begitu Ara menyalakan ponselnya, tapi tidak bisa.

"Ya ampun, ponselku kan mati dari tadi malam. Yah ... gimana dong ini? Ya udah deh, aku jalan dulu ya, kali aja ada angkot lewat," lanjutnya lalu berjalan mengikuti jalan.

***
Di rumah sakit, Rina merasa nggak tenang, ia terus kepikiran sama Ara. Rina juga merasa bersalah karena yang ngajak Ara ikut famget adalah dia, tapi dengan keperluan lebih penting Rina terpaksa pulang terlebih dahulu.

"Gimana Ara ya? Semoga aja si Mak lampir Nadia itu nggak buat ulah lagi," ucap Rina mondar-mandir.

"Kamu kenapa Nak?" tanya Papanya yang baru saja bangun tidur.

"Eh Pa, nggak kok cuma kepikiran Ara aja pulang bareng siapa," jawab Rina sambil mendekati Papanya.

"Bukannya tadi pagi kamu cerita kalau suaminya ikut?" Papa balik bertanya yang dibalas anggukan oleh Rina.

"Ya udah kalo gitu mah udah jelas sama suaminya," lanjut Papa lalu mengusap hijab Rina.

***
Sore hari, Andrian sudah sampai ke rumah, tapi ia tidak menemukan Ara.

"Kok belum nyampe sih? Apa Ara masih jalan-jalan sama Rina ya," gumam Andrian lalu ia merebahkan tubuhnya yang terasa capek.

Disisi lain, sudah jauh Ara berjalan, tapi ia belum juga menemukan angkot atau kendaraan lewat, karena capek Ara sesekali istirahat, kemudian berjalan lagi hingga malam tiba. Kali ini Ara pasrah tubuhnya sudah sangat lelah.

"Mak, Ara capek banget," gumamnya matanya mulai berkaca-kaca dan ia duduk di tepi jalan pegunungan.

***
Andrian tersadar dari tidurnya dan ia melihat jam sudah jam 18.30, tapi belum ada tanda-tanda Ara pulang. Tanpa membuang waktu ia langsung menelpon Ara, namun hasilnya nihil. Sekarang Andrian menelpon Rina.

[Assalamualaikum Kak]

[Walaikumsalam Rin, Ara kok belum pulang masih sama kamu ya?]

[Loh kok nanya aku Kak, 'kan aku pulang duluan tadi karena Papa sakit]

[Hah? Trus Ara gimana? Di--dia pulang sama siapa?] Andrian mulai panik.

[Kamu gimana sih Kak, bukannya pertahiin istrinya ada tumpangan atau nggak malah di tinggal] Rina mulai emosi.

[Ya Allah, ya udah ya, Kakak cari Ara dulu, udah malam soalnya] ucap Andrian lalu mematikan ponsel dan bergegas mengambil kunci mobil untuk mencari Ara.

"Suami nggak guna, bisa-bisanya dia ninggalin Ara, mana udah malam lagi, pantes dari tadi perasaanku nggak enak," dumel Rina.

Sepanjang jalan, Andrian terus berdo'a karena perjalan ke puncak memakan waktu sekitar dua jam itupun jika ngebut.

"Sayang ... kamu dimana? Maafin Kakak yang ceroboh banget," ucap Andrian di dalam mobil.

Disisi lain, Ara sudah pasrah ia tidak tahu lagi harus bagaimana, sekarang ia hanya menangis di tepi jalan sambil berdo'a semoga ia selamat.

***
Sudah dua jam Andrian di jalan, sudah mulai memasuki jalan nanjak menuju pegunungan, Andrian memelankan mobilnya sambil melihat kanan-kiri.

"Ara kamu dimana? Kakak khawatir banget," bibir Andrian tidak hentinya berbicara.

Dari kejauhan Ara melihat mobil yang hendak naik, ia langsung berdiri lalu menghapus air matanya dan melambaikan tangannya.

Andrian yang melihat Ara langsung menghentikan mobilnya lalu ia keluar dan berlari menghampiri Ara. Sedangkan Ara yang kaget melihat yang datang adalah suaminya, matanya kembali berkaca-kaca.

Musuhku Penyelamat HidupkuWhere stories live. Discover now