Bagian 26

432 42 5
                                    

Sampai di rumah, Andrian berlari mencari Ara. Namun, hasilnya nihil, ia tidak menemukan Ara. Tidak mau membuang waktu Andrian langsung menuju bandara karena, ia yakin pasti Ara ke sana.

Sampai di bandara, benar saja ia melihat Ara sedang memesan tiket, ia mendekati Ara dari belakang untuk mendengarkan percakapan Ara.

"Mbak, apa harga tiketnya tidak bisa diturunkan lagi, saya sangat butuh tiket ini sekarang juga, tapi uang saya nggak cukup kalau segitu," ucap Ara dengan nada memohon.

"Mohon maaf mbak, jika mbak ingin harga tiket yang lebih murah ada, tapi jadwal penerbangannya besok," ujar petugas tersebut membuat Ara langsung putus asa.

"Baiklah Mbak, terima kasih," ucap Ara, kemudian ia pergi mencari tempat duduk, lalu menangis.

Sedangkan Andrian, ia bersembunyi. Setelah melihat Ara pergi, Andrian langsung memesan dua tiket ke Bandung. Setelah mendapatkannya, Andrian menghampiri Ara yang sedang menangis.

Sekarang Andrian berdiri tepat dihadapan Ara yang sedang menunduk, kemudian Andrian menyodorkan tiket tersebut ke depan Ara. Ara yang melihat tiket tersebut langsung mendongak ke atas.

"Yuk berangkat tinggal 10 menit lagi," ajak Andrian, tapi tidak merespon apapun tatapannya kosong membuat Andrian merasa sangat bersalah.

"Kakak tahu kamu pasti marah banget sama Kakak, tapi please berangkat demi, Mak," bujuk Andrian.

Ara yang mendengar nama Mak langsung menangis kembali, lalu ia mengangguk menyetujui permintaan Andrian.

Sekarang Ara dan Andrian sudah berada di dalam pesawat, Andrian tahu ini kali pertama Ara naik pesawat karena ia melihat tangan Ara gemetar dan tidak berani melihat ke arah jendela.

"Kamu takut?" tanya Andrian yang dibalas gelengan oleh Ara, tapi ia tidak mau melihat Andrian ia terus menunduk karena takut.

Sedangkan Andrian, ia hanya tersenyum kemudian menarik Ara ke pelukannya, Ara tidak menolak karena pada kenyataannya ia sangat takut ketinggian.

***
Sampai di rumah pamannya, Ara langsung berhambur kepelukan pamannya dan menangis sejadi-jadinya.

"Sudahlah Nak, Allah lebih sayang sama Mak kamu, Paman juga nggak punya siapa-siapa lagi sekarang selain kamu dan suamimu," ucap paman membuat Ara semakin menangis.

"Sekarang istirahatlah dulu, paman nggak mau kamu pingsan karena terus menangis," suruh Paman, tapi Ara langsung menggeleng.

"Nggak Paman, Ara mau ziarah sekarang ke makam, Mak," tolak Ara sambil menangis, Andrian hanya diam, ia bingung harus bagaimana sekarang.

"Paman baru saja pulang dari kubur Nak, kaki Paman sakit sekali, kamu pergi sama suamimu aja, ya," bujuk paman yang dibalas anggukan oleh Ara.

Ara berdiri kemudian meninggalkan rumah tanpa mengajak Andrian, tapi Andrian langsung mengejar Ara.

Sampai di makam Mak, Ara langsung mengaji dengan beruraian air mata, setelah selesai Ara memeluk papan nama Mak. Sedangkan Andrian setelah mengaji, ia lanjut berdzikir.

"Mak tega 'kan ninggalin Ara sendirian seperti ini, bahkan Ara nggak sempat minta maaf sama, Mak," Ara terus berbicara sambil menutup matanya, sedangkan Andrian hanya diam dan terus berdzikir sambil mendengarkan Ara.

"Ara nggak punya siapa-siapa lagi Mak, padahal Mak pernah bilang Ara harus sukses jangan jadi tukang kebun lagi kayak Mak, sekarang buktinya apa? Ara belum wisuda, Mak udah ninggalin Ara, padahal Ara pengen banget ngajak Mak di acara wisuda Ara.

Emak tahu, Mak adalah orang yang paling jujur dan tulus di dunia ini, Mak nggak pernah mengeluh sekalipun, Mak orang yang paling setia sama Ara hingga sekarang. Ara pengen ikut sama Mak ke-," ucapan Ara langsung dipotong oleh Andrian.

"Ara jangan ngomong gitu please, kasian Mak, sekarang kita pulang ya, udah lama kita di sini nanti paman nyariin," ajak Andrian, tapi tidak dihiraukan oleh Ara.

"Kakak pulang duluan aja, Ara masih mau sama Mak di sini," jawab Ara terus memeluk papan nama Mak.

Andrian terus membujuk Ara agar mau pulang, setelah cukup lama Andrian membujuk akhirnya Ara berdiri lalu meninggalkan Andrian.

"Mak, maafin Andrian udah buat Ara sedih, Andrian janji akan minta maaf sama Ara," ucap Andrian kemudian ia menyusul Ara.

***
Sampai di rumah, Andrian langsung membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Sedangkan Ara, ia juga sedang mandi di kamar mandi satunya lagi.

10 menit kemudian, Andrian keluar dari kamar mandi dengan segar. Ia celingak-celinguk mencari Ara, setelah melihat Ara sedang ngobrol sama paman, Andrian langsung menghampirinya.

"Eh Nak, udah selesai mandinya, sini, paman mau ngomong sesuatu sama kalian berdua," ujar paman yang dibalas anggukan oleh Andrian.

"Jadi, mertua kamu berpesan kemaren pada Paman, ia meminta tolong dengan sangat pada kamu untuk jagain Ara, karena katanya, almarhumah sangat percaya dengan Nak Andrian. Dari dulu Ara trauma dengan laki-laki, tapi semenjak menikah dengan kamu, Ara sudah banyak berubah. Almarhumah juga berpesan se marah apapun kamu sama Ara, tolong jangan bentak dia," terang paman panjang lebar membuat Andrian langsung terdiam seperti patung, sedangkan Ara tatapannya kosong dan air matanya terus berjatuhan.

"Dan untuk kamu Ara, Mak kamu bilang, jangan terlalu sedih kalau beliau sudah nggak ada. Almarhumah tahu Ara sangat sayang sama beliau, itulah sebabnya Mak kamu datang ke sini untuk berobat sekalian menjenguk paman, sebenarnya penyakit jantung Mak kamu makin parah, tapi almarhumah tidak ingin melihat kesedihan di wajah putrinya makanya ia memaksa paman untuk merahasiakan ini semua dari kamu dan suamimu," lanjut paman membuat Ara semakin sesenggukan.

Ara tidak tahu harus berbuat apa, ia hanya menangis dan menyesal karena tidak mengetahui kondisi Maknya sendiri.

"Paman, Ara anak yang durhaka ya? Tidak mengetahui apa yang di derita oleh Mak, yang Ara tahu hanya kuliah dan ketawa-ketawa. Sedangkan Mak harus berjuang diambang Kematian," sesal Ara, paman langsung menggeleng.

"Tidak sayang, kamu anak yang baik, Mak kamu selalu bilang kamu hanya kekurangan kasih sayang, itulah sebabnya Mak kamu nggak mau lihat kamu sedih,"

"Tapi, pam-,"

"Shut ... Udahlah Nak, jangan menyalahkan dirimu terlalu berlebihan, lebih baik sekarang banyakin do'a untuk almarhumah," nasehat paman yang dibalas anggukan oleh Ara.

Sedangkan Andrian, sedari tadi ia terus memperhatikan Ara, baru kali ini ia melihat Istrinya begitu sedih dan terpukul. Ditanya soal menyesal, pasti Andrian menyesal, tapi sekarang bukan waktu yang tepat, Andrian bahkan tidak tahu lagi bagaimana cara membujuk Ara.

          Bersambung

Musuhku Penyelamat HidupkuWhere stories live. Discover now