Bab 31

424 36 1
                                    

***
Sudah 2 hari berlalu, namun Ara belum juga pulang ke rumah. Sedangkan Andrian, ia semakin nggak terurus mulai dari makan, tidur, dan bahkan jam ngantornya. Andrian juga sempat ketiduran di kantor sampai pagi karena kelamaan begadang.

Siang ini Andrian sedang menyetir mobil hendak pulang ke rumah karena ada yang tertinggal.

"Kepalaku kok pusing banget, sih?" gumam Andrian. Wajarlah pusing soalnya Andrian belum makan dari pagi dan tadi malam ia terus begadang nggak jelas.

Dari kejauhan samar-samar Andrian melihat mobil yang berlawanan arah dengan kecepatan tinggi. Tapi, Andrian masih positif thinking terhadap mobil tersebut. Namun, semakin mendekat mobil itu mengarah ke mobil Andrian dan akhirnya.

Bruk!

Mobil Andrian di tabrak oleh pengendara yang berlawanan arah tersebut. Kepala Andrian terbentur setir sehingga mengeluarkan darah. Perlahan penglihatannya mulai mengabur dan matanya tertutup.

Tidak butuh lama, ambulance datang dan membawa Andrian ke rumah sakit karena ia pingsan. Sebenarnya Andrian tidak ada luka parah hanya sedikit luka di kakinya karena terkena pecahan kaca dan keningnya bocor. Tapi, karena Andrian begitu kaget dan kepalanya juga pusing maka ia langsung pingsan.

Pihak rumah sakit tidak tahu menghubungi siapa, setelah mendapatkan ponsel Andrian suster melihat panggilan terakhir atas nama Yuda, tanpa membuang waktu suster langsung menghubungi Yuda dan mengabari tentang keadaan Andrian.

***

Sekitar satu jam kemudian, Yuda sudah sampai ke rumah sakit dan langsung bertanya dimana ruangan Andrian.

"Permisi, mau nanya ruangan atas nama Andrian," ucap Yuda sopan.

"Di kamar nomor 13, Pak. Oh iya, ini ponselnya pasien yang tadi digunakan untuk menghubungi bapak,"

"Baik, terima kasih," jawab Yuda kemudian mencari kamar Andrian.

Setelah menemukan kamar Andrian, Yuda langsung masuk dan melihat kondisi Andrian yang belum sadarkan diri dengan jarum infus uang menempel di tangannya dan perban di kakinya.

"Kamu kenapa sih? Bikin repot aja deh, sehat aja kenapa sih? Ribet banget," kesal Yuda pada Andrian yang tidak sadarkan diri.

Yuda ini adalah sahabat Andrian dari dulu, namun karena mereka berbeda fakultas jadi Yuda dan Andrian jarang ketemu. Apalagi sekarang Yuda tidak satu tempat kerja dengan Andrian, tapi mereka sering chat an dan telponan bertukar pikiran satu sama lain.

Saat Yuda hendak berbalik, ia mengingat ponsel yang diberikan petugas rumah sakit tersebut, tangannya mulai gatal ingin membuka ponsel sahabatnya tersebut. Begitu ia membuka ponsel Andrian ternyata tidak ada kunci sama sekali.

Yuda langsung mencari kontak keluarga Andrian, ia melihat ada pesan yang di pin oleh Andrian atas nama my wife forever.

"Dih ... Bikin nama istri aja lebay," ejek Yuda lalu menekan tombol panggilan.

Sudah tiga kali Yuda menghubungi Ara namun tidak pernah di angkat. Terakhir Yuda melihat kontak atas nama paman, dengan segera ia menghubunginya kembali.

***

Disisi lain, Ara baru saja selesai mandi, beberapa hari ini Ara tidak bisa tidur, perasaannya selalu nggak enak, tapi langsung Ara tepis jauh-jauh.

Ara keluar dari kamar menuju ruang tamu, dimana paman sedang ngeteh sambil baca koran.

Drt ... drt ...drt

[Halo, assalamualaikum] ucap paman.

[Walaikumussalam Pak. Mohon maaf sebelumnya saya pake ponselnya Andrian, Pak]

[Oh iya tidak apa-apa, ada apa? Dimana Andrian?]

[Andrian di rumah sakit Pak, tadi dia kecelakaan]

Paman kaget bukan main langsung berdiri, sedangkan Ara hanya bingung melihat pamannya yang terlihat begitu panik.

[Kalo begitu, tolong kirimkan alamat rumah sakitnya]

[Baik Pak, assalamualaikum] ucap Yuda lalu mematikan sambungan.

"Walaikumussalam,"

Paman kembali duduk, tapi kau ini wajahnya lesu dan diam membuat Ara semakin bingung.

"Paman ada apa?"

"Andrian kecelakaan,"

Ara langsung kaget dan menutup mulutnya, air matanya mulai turun dan lututnya terasa lemas, panik muali menguasai otaknya.

"Pa--paman jangan bercanda?" tanya Ara memastikannya. Namun, dibalas gelengan oleh paman membuat Ara langsung duduk di lantai dan menangis sejadi-jadinya.

Paman yang tidak tega melihat Ara seperti itu langsung memeluk Ara untuk menenangkannya.

"Pa--paman, A--ara mau ketemu Kak Andrian," pinta Ara sesenggukan, paham hanya bisa mengangguk untuk menenangkan Ara.

"Iya sayang Paman tahu, sekarang kamu susun pakaian kamu biar paman pesan tiket untukmu, Paman minta maaf nggak bisa ikut sekarang, soalnya besok paman ada urusan yang benar-benar mendesak," jawab Paman yang dibalas anggukan oleh Ara, kemudian ia berlari ke kamar untuk menyusun pakaiannya.

Begitu Ara membuka ponselnya, ia melihat tiga kali panggilan dari Andrian. Ara semakin menangis lalu memeluk ponselnya.

"Maafin Ara, Kak," lirihnya, tanpa membuang waktu ia langsung memakai hijabnya dan menyeret kopernya keluar.

       

Musuhku Penyelamat HidupkuWhere stories live. Discover now