Part 41

415 30 3
                                    

Keesokan harinya; jam menunjukkan pukul 4.30, samar-samar Ara mendengar suara adzan subuh. Ia berusaha bangun walaupun kakinya masih terasa sakit.

Andrian yang merasakan ranjang berderit, ia langsung membuka matanya. Pandangannya langsung tertuju pada Ara yang berusaha berdiri.

Saat Ara hendak berdiri, Andrian yang menarik pergelangan tangannya membuat Ara langsung jatuh di atas Andrian, matanya langsung terbelalak.

"Masih sakit nggak kakinya?" tanya Andrian mambuat Ara langsung berusaha bangkit, namun sia-sia karena Evan memeluknya.

"Kak, Ara mau ke kamar mandi," ucap Ara sambil berusaha melepas pelukan suaminya itu.

"Iya boleh, tapi jujur dulu sama Kakak, mana yang sakit?" tanya Andrian, pasalnya ia cemburu karena Ara curhat sama Rina, tapi tidak padanya.

"Nggak apa-apa kok, nanti juga Rina datang mijitin kakiku, Kakak ke kantor aja," lanjut Ara membuat Andrian langsung kesal lalu ia mempererat pelukannya.

"K--kak awas, Ara mau sholat dulu," ronta Ara, tapi tidak dihiraukan oleh Andrian.

"Suami kamu siapa sih, aku atau Rina?" tanya Andrian membuat Ara menyergit, tapi ia memilih diam.

"Kamu masih marah sama, Kakak?" tanya Andrian lagi, Ara yang mendengar itu hanya menggeleng.

"Awas Kak, nanti waktu habis," kesal Ara lalu ia bangkit dari tubuh Andrian lalu bergegas ke kamar mandi.

***

Hari menunjukkan pukul 7 pagi, Ara sedang memasak di dapur. Sedangkan Andrian yang baru saja keluar dari kamar langsung bergegas ke dapur menghampiri Ara.

"Lagi masak apa?" tanya Andrian sambil melingkarkan tangannya di perut Ara. Ara yang merasakan itu langsung berbalik membuat Andrian tersenyum.

"Kakak nggak kerja? Udah mau jam 7.30," bukannya menjawab, Ara malah balik bertanya.

"Kakak nggak kerja hari ini, aku udah izin sana, Ayah," jawab Andrian membuat Ara menyergit.

"Kenapa nggak pergi? Nanti Nadia kesusahan lagi ngerjain tugasnya," ucap Ara tanpa sadar mengucapkan kata-kata tersebut membuat Andrian kaget. Begitu sadar Ara langsung menutup mulutnya sambil memeluknya pelan.

"Maaf-maaf Kak, Ara nggak sengaja," lanjut Ara lalu ia kembali berbalik untuk mengaduk masakannya.

Andrian yang sadar dengan ucapan Ara, secara tidak langsung ia sudah mengatakan kecemburuannya. Ia langsung tersenyum lalu kembali melingkarkan tangannya di perut Ara.

Andrian juga menyandarkan dagunya di pundak Ara membuat Ara langsung risih, tapi ia memilih diam, kenapa bisa bibirnya salah ngomong seperti tadi.

"Kamu cemburu?" tanya Andrian sok polos membuat Ara langsung memutar mata malas lalu menggeleng.

"Jujur ih," rengek Andrian seperti anak kecil membuat Ara langsung kesal, kalo udah tau ngapain nanya sih.

Tok! Tok! Tok!

Terdengar suara pintu depan sedang di ketuk, Ara langsung melepas tangan Andrian lalu ia bergegas membuka pintu.

"Rina!" pekik Ara lalu memeluk Rina.

"Bisa pecah gendang telingakulama-lama jangan teriak-teriak," kesal Rina membuat Ara langsung cengengesan.

"Sorry," ucap Ara membuat Rina langsung tertawa lalu merangkul pundak Ara.

"Yok, aku jadi tukat pijit khusus hari ini," ajak Rina lalu mereka melangkah masuk.

"Bentar ya Rin, aku nyiapain makanan dulu," ucap Ara lalu berlari ke dapur takut masakannya terlalu matang, Rina mengikuti Ara.

Sampai di dapur ia melihat Andrian sudah mematikan kompor dan mulai menuangkannya ke piring. Begitu Andrian berbalik ingin mengantar makanan ke meja makan, ia melihat Ara sedang memperhatikannya.

"Eh Rin, yuk makan bareng," ajak Andrian saat melihat Rina datang di belakang Ara.

"Aku udah makan, Kakak nggak ke kantor?" tanya Rina santai.

"Nggak, mau istirahat aja di sini," jawabannya membuat Rina mangut-mangut.

"Ya udah kalian makan dulu, aku nonton televisi aja sambil nunggu kalian," lanjut Rina lalu meninggalkan Ara dan Andrian di meja makan.

Beberapa menit kemudian mereka sudah selesai makan, Ara langsung menghampiri Rina di ruang tengah.

"Udah selesai?" tanya Rina saat Ara duduk di sampingnya, sedangkan Ara hanya mengangguk.

"Ya udah gua pijitnya di kamar aja," saran Rina.

"Oke," 

Merek berdua langsung masuk ke kamar, sedangkan Andrian, ia hanya bisa mendengar keluh kesah Ara di luar, sesekali ia menguping pembicaraan Rina dan Ara.

Hari menunjukkan pukul 10.00 pagi, Rina sudah selesai memijit Ara. Saat mereka sedang ngobrol di kamar. Samar-samar Ara mendengar ketukan pintu.

"Rin kayaknya ada yang dateng deh, kota ke depan, yuk," ajak Ara, lalu mereka bergegas keluar kamar.

Ara mengedarkan pandangannya mencari Andrian, namun hasilnya nihil. Tanpa membuang waktu ia langsung membuka pintu, Ara langsung menyergit yang datang adalah Nadia.

"Andriannya ada?" tanya Nadia to the point membuat Rina langsung memutar mata malas melihat gaya Nadia.

"Ada sih, saya panggilan dulu," jawab Ara tanpa mempersilakan Nadia masuk, setelah Ara pergi, Rina langsung mendekati Nadia.

"Kenapa? Nggak bisa ngantor tanpa Andrian ya," sindir Rina membuat Nadia langsung menatap tajam ke arah Rina.

"Kamu siapa sih? Sok-sokan ikut campur lagi, aku di sini di suruh sama Ayah Andrian untuk jemput dia karena ada meeting dadakan siang ini," terang Nadia, Rina langsung melipat tangannya dan memonyongkan bibirnya seolah-olah mengejek.

"Sekarang aku tanya, kenapa kamu yang datang? Maksudku, nggak mungkin lah Ayah Andrian nyuruh cewek untuk menjemput anaknya, terlebih lagi sudah punya istri," tanya Rina santai membuat Nadia langsung kesal, pasalnya memang bukan ia yang di suruh Ayah Andrian, tapi salah satu karyawan laki-laki dan pada saat itu Nadia juga sedang berada di ruangan ayah Andrian.

Namun, saat karyawan laki-laki tersebut ingin keluar dari kantor, Nadia langsung menyuruhnya masuk kembali dan mengatakan ia saja yang menjemput Andrian.

"Kok diem," ucap Rina membuyarkan lamunannya, tidak lama kemudian Ara dan Andrian datang dari belakang Rina.

"Kenapa Nadia? Ngapain kamu ke sini?" tanya Andrian bingung melihat Nadia datang ke rumahnya.

"A--aku di suruh Omjemput kamu, ada meeting dadakan," ucapnya sedikit gugup.

"Tapi kenapa kamu yang datang biasanya bayu yang selalu di suruh, Ayah?" tanya Andrian bingung membuat Nadia langsung mati kutu dan Rina langsung tersenyum puas.

'Mampus kau,' batin Rina sambil tersenyum miring.



Musuhku Penyelamat HidupkuWhere stories live. Discover now