Nadia Dorong Ara

270 32 2
                                    

"Bawa Ara ke ruanganmu, biar Ayah yang lanjutin rapat, pada nggak fokus mereka liatin Ara mulu," bisik Ayah, Andrian langsung mengangkat dan menggendong Ara. 

Nadia semakin kesal, bahkan ia menghentakkan kakinya di bawah meja.

Sampai di ruangannya, Andrian langsung membuka pintu dengan kakinya lalu membawa Ara hati-hati ke kamar pribadinya.

Ia langsung merebahkan tubuh Ara di ranjang lalu ia duduk di sisi ranjang sambil memperhatikan Ara yang sudah tertidur pulas.

"Udah capek-capek dandan, eh malah tidur," gumamnya sambil mengusap hijab Ara.

"Andrian," panggil Nadia tiba-tiba dari belakang membuat Andrian kaget, dengan segera ia menoleh ke belakang.

"Kamu ngapain disini?" tanya Andrian melihat Nadia sudah di ambang pintu kamar pribadinya. Ekspresi Nadia langsung berubah menjadi kesal mendengar pertanyaan Andrian.

"Loh kenapa? 'Kan aku biasa keluar masuk ruangan kamu," Nadia tidak mau kalah, Andrian langsung menghembuskan nafas kasar.

"Nggak gitu, tapi 'kan tadi kamu masih di ruangan rapat, emang udah selesai?" tanya Andrian lagi.

"Belum, aku permisi barusan, yuk rapat lagi, biarin aja dia tidur," ajak Nadia, membuat kening Andrian langsung mengerut.

"Duluan aja, aku mau jagain istriku yang lagi hamil muda," bohong Andrian, mata Nadia langsung melotot, mulutnya sedikit menganga, ia tidak percaya kalo kali Ara lagu hamil.

'Cewek norak ini hamil?' batin Nadia semakin meronta-ronta.

Nadia pergi begitu saja, tanpa mengucapkan salam atau basa-basi pada Andrian. Setelah Nadia pergi Andrian langsung menarik nafas dalam-dalam lalu tangannya terulur melonggarkan dasinya.

'Mungkin jika aku bilang Ara hamil, kamu tidak akan ngincar aku lagi,' batin Andrian lalu ia keluar dari kamar dan kembali ke depan lap top, ia tidak ikut rapat lagi biar bisa sekalian menjaga Ara.

Hari menunjukkan pukul 16.00, waktunya Andrian pulang, tapi Ara belum juga bangun sedari tadi membuat Andrian kembali melangkahkan kakinya menuju kamar pribadinya.

Perlahan ia mendekati Ara yang masih terlelap dalam mimpinya, Andrian langsung mendekatkan wajahnya lalu meniup wajah Ara pelan. Bukannya bangun Ara malah semakin nyenyak.

"Ara," panggil Andrian sambil menciumi seluruh wajah Ara membuat sang empu langsung terganggu dan perlahan membuka matanya, ia melihat Andrian terus menciuminya.

"Kak,"panggilnya dengan suara serak khas baru bangun tidur. Andrian yang mendengar itu langsung menghentikan aksinya lalu sedikit memberi jarak antara wajahnya dan wajah Ara.

"Akhirnya bangun juga, ayo kita pulang," ajak Andrian lembut sambil mengusap wajah Ara, Ara langsung mengangguk dan berusaha bangkit dari ranjang. Lalu mereka pulang ke rumah.

Malam hari, Andrian sudah menunggu Ara di depan meja rias, karena malam ini ia ingin meminta haknya, beberapa menit kemudian Ara keluar dari kamar mandi, ia melihat Andrian sedang mengotak-atik ponselnya.

Tangan Ara mulai gemetaran, ia mendekati Andrian dari belakang, detik kemudian ia memeluk Andrian dengan sangat erat membuat Andrian langsung kaget.

Belum sempat Andrian berdiri melihat Ara, terdengar suara tangisan dari bibir Ara, Andrian langsung kaget lalu ia berdiri menghadap Ara, tangannya terulur menangkup wajah istrinya yabg sedang menangis tersebut.

"Kenapa, hem? Kok nangis?" tanya Andrian panik, Ara langsung mendongak kemudian ia menatap Andrian lekat.

"Ara halangan, Kak," lanjutnya dengan tangis yang makin menjadi membuat Andrian langsung mengembuskan napas lega, ia mengira Ara ntah kenapa-kenapa.

"Nggak apa-apa sayang, aku setia nunggu kamu kok, jangan nangis ih. Aku kira tadi kamu kenapa," ucap Andrian menenangkan Ara.

"Tapi Kakak pengen malam ini 'kan?" tanya Ara yang masih setia menangis, Andrian langsung menghapus Ara matanya.

"Iya aku ingin malam ini, tapi 'kan nggak harus itu kan, masih banyak yang bisa kita lakukan, selain yang satu itu," jawab Andrian lalu menarik Ara ke ranjang, Andrian langsung menindih Ara lalu menciumi lehernya.

"K--kak," ucap Ara takut Andrian kelepasan.

"Tenang, aku nggak akan lewat batas," ujar Andrian, setelah ia puas bercumbu dengan Ara. Mereka langsung tidur sambil berpelukan.

***

Keesokan harinya, Ara ikut ke kantor dari pagi karena tidak ada jadwal kuliah, Nadia yang melihat Ara datang dengan Andrian langsung mengurungkan niatnya untuk memberi obat perangsang pada Andrian.

'Malam aja kali ya, atau nggak besok,' batin Nadia saat melihat Ara.

Disisi lain, begitu sampai ke ruangan Andrian, Ara langsung kebelet buang air kecil karena ia sedang halangan.

"Kak, aku ke toilet dulu ya, kebelet," ucap Ara buru-buru lalu ia berlari ke toilet. Di sisi lain, Nadia yang melihat Ara pergi ke arah toilet langsung mengikutinya.

Andrian langsung masuk ke ruangannya dan meletakkan tasnya, kemudian ia menyusul Ara ke toilet.

Setelah selesai menunaikan hajatnya Ara keluar dari toilet, ia melihat Nadia sedang berkaca, saat Ara hendak melewati Nadia. Nadia langsung berbalik dan menatap tidak suka ke arah Ara.

"Kenapa, Kak?" tanya Ara, Nadia langsung mengelilinginya sambil melipat kedua tangannya.

"Pelet apa sih yang kamu kasih ke Andrian, sampe ia mau menjadiakanmu istri?" tanya Nadia dengan remeh membuat Ara langsung memutar mata malas.

Ara tidak menjawab, ia langsung melangkah, tapi secepat kilat Nadia menarik tangan Ara kasar lalu mendorongnya hingga jatuh ke lantai.

"Akh …," ringis Ara karena merasa pinggangnya sakit.

"Aku harap janinmu itu jatuh!" ucap Nadia saat melihat Ara meringis.

Disis lain, Andrian yang mendengar ringisan Ara, dengan segera ia membuka pintu dengan kasar, matanya langsung tertuju pada Ara yang duduk di lantai sambil meringis.

"Nadia!" bentak Andrian membuat Nadia langsung kaget, lalu berpura-pura menangis.

"Itu Dri, istrimu ngamcem aku tadi, makanya aku dorong dia, dia tuh cuma akting," Nadia mulai bersilat lidah, tapi Andrian tidak percaya karena ia mendengar semuanya dari luar tadi. Ia langsung berjalan mendekati Ara lalu membantunya berdiri.

"Kamu nggak apa-apa, sayang?" tanya Andrian khawatir, Ara langsung menggeleng.

"Kamu ingin Ara keguguran 'kan? Karena kamu tahu dia hamil" tanya Andrian membuat Ara langsung kaget.

'Hamil? Siapa yang hamil? Malam pertama aja belum?' batin Ara bertanya-tanya.

"Aku nggak nyangka ya Nad, kamu yang selama ini aku anggap sahabat ternyata bisa menjadi racun dalam hidupku," terang Andrian membuat hati Nadia terasa seperti di tusuk-tusuk.

"Aku lakuin ini semua demi kamu, Dri!" bentaknya tidak mau kalah membuat Andrian langsung muak dengan ucapan Nadia.

"Demi aku gimana maksudnya?" tanya Andrian tegas, sedangkan Ara hanya bisa diam menyaksikan keduanya.

"Dia nggak cocok jadi istrimu!" bentak Nadia sambil menunjuk ke arah Ara.

"Jadi siapa yang cocok?!" bentak Andrian.

Baca di aplikasi Joylada sudah jauh part-nya, gratis

Baca di aplikasi Joylada sudah jauh part-nya, gratis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Musuhku Penyelamat HidupkuWhere stories live. Discover now