Bab 25

424 46 6
                                    

Hari demi hari berlalu Andrian tidak kunjung memberi tahu Nadia bahwa ia sudah menikah. Sedangkan Ara, ia sama sekali tidak tahu tentang Andrian dan Nadia lebih lanjut.

Ara baru saja selesai mandi dan sedang bersiap-siap untuk berangkat kuliah. Namun, aktivitasnya terhenti saat mendengar ponselnya berbunyi.

Drt ... drt ... drt

[Halo, assalamualaikum Paman]

[Walaikumsalam Nak, kamu sehat?]

[Alhamdulillah sehat, gimana Paman sama Mak?]

[Alhamdulillah Paman sehat]

[Mak sehat juga 'kah Paman?]

Hening, tidak ada jawaban dari paman Ara mambuat Ara langsung mengecek sinyalnya.

[Halo Paman, apa masih mendengarku?]

[I--iya Nak, Paman mendengarnya]

[Mak mana Paman?]

[Sebenarnya ...,]

[Ada apa Paman? Jangan buat Ara penasaran] Ara mulai bingung dan panik.

[Mak kamu meninggal, sayang] jawab Paman membuat Ara langsung luruh ke lantai.

[Ara ... Nak, kamu baik-baik saja?]

[Pa--paman bercanda 'kan?] tanyanya tidak percaya.

[Nggak Nak, Paman juga sebenarnya ingin memberi tahu kamu lebih awal kalo Mak kamu masuk rumah sakit dua hari yang lalu, tapi Mak kamu melarang]

[Ka--kapan Mak meninggal Paman?] tanya Ara sudah menangis sesenggukan, ia merasa ini seperti mimpi buruk.

[Tadi pagi Nak, nanti setelah Dzuhur akan dikebumikan karena sekarang situasi Corona makanya di segerakan, Nak]

[Apa kamu mau ke sini? Paman kirim ongkos kamu Nak]

[Tidak Paman, pakai uang itu untuk keperluan disana. Ara mau pesan tiket ke Bandung dulu Paman]

[Uangnya?]

[Ara punya tabungan kok Paman, kalo nanti nggak cukup Ara minta sama suami, Ara]

[Baiklah Nak, paman tunggu ya, kalo kamu sampai sebelum Mak dikubur alhamdulillah, tapi kalo nggak, nanti kita ziarah aja ya, sayang] bujuk paman.

[Iya Paman]

[Kalo begitu udah dulu ya, Paman mau urus keperluannya dulu, assalamualaikum]

Ara menangis sejadi-jadinya, ia tidak menyangka mak meninggalkannya begitu cepat, sambil menangis Ara mencoba menghubungi Andrian, tapi tidak kunjung di angkat.

Ara sekarang bingung harus ngapain, ia terus menangis dan mencoba menghubungi Rina.

[Assalamualaikum Ra, ada apa pagi-pagi nelpon ganggu orang dandan aja]

Hening, Ara tidak menjawab, ia malah menangis sesenggukan membuat Rina kaget dan menghentikan aktivitasnya lalu fokus ke ponselnya.

[Ra, kamu kenapa?]

[Emak, Rin, Emak]

[Iya, kenapa sama Emak?]

[Emak meninggal di Bandung] jawab Ara dengan tangis yang makin menjadi-jadi.

[Innalilahi wa inna ilaihi raji'un, ya Allah Ra, kamu udah kabari suamimu? Kapan mau kesana?]

[Udah aku telpon berkali-kali, tapi nggak diangkat Rin, aku bingung harus ngapain] jawab Ara dengan polos.

'Sial, bisa-bisanya dia nggak ngangkat telpon istrinya, padahal situasi sudah seperti ini,' umpat Rina dalam hati.

[Ok-ok, gini aja, aku ke rumah kamu sekarang kita pesan tiket ke Bandung]

Musuhku Penyelamat HidupkuOù les histoires vivent. Découvrez maintenant