Bab 32

452 47 2
                                    

Setelah Andrian siuman yang pertama ia lihat adalah infus yang menempel ditangannya. Andrian sangat membenci infus dan suntik, sehingga membuatnya kaget melihat infusnya.

"Apa? Kamu mau cabut?" tanya Yuda dengan muka kesal melihat kelakuan Andrian yang tak kunjung berubah.

"Loh, kamu ngapain di sini?" Andrian balik bertanya, saat melihat Yuda.

"Pake nanya lagi, noh pihak rumah sakit ngehubungin, katanya kamu nggak ada yang jagain. Makanya, jangan merasa Spiderman dulu, kalo sama infus aja takut," omel Yuda membuat Andrian memutar mata malas.

"Dih ... Siapa yang takut, aku cuma kaget aja," sangg Andrian nggak mau kalah.

"Serah dah, aku pusing debat sama kamu. Ditinggalin nggak enak, di jagain bikin darah tinggi. Eh, tapi aku belum hubungin orangtuamu,"

"Jangan ... jangan, nggak usah dihubungin, aku nggak apa-apa kok,"

"Nggak apa-apa tapi pingsan udah kayak cewek kalo lagi baris upacara aja," ledek Yuda membuat Andrian kesal.

"Udah ah, kamu keluar dulu, aku mau istirahat,"

"Yeh ... bukannya bilang makasih malah ngusir, dasar cowok aneh sejagat raya," dumel Yuda, kemudian ia meninggalkan Andrian dan menunggu di luar.

***
Ara yang sudah sampai di bandara langsung memesan driver online menuju rumah sakit.

Sepanjang perjalanan Ara terus menangis, ia belum siap kehilangan Andrian. Tangannya terus berdo'a dan bibirnya bergetar.

"Ada masalah berat ya, Dek?" tanya driver tersebut yang dibalas anggukan oleh Ara tanpa mengucapkan apapun.

"Semoga di permudah ya," sambung driver tersebut, sedangkan Ara hanya mengamininya.

***
Sampai di rumah sakit Ara langsung bertanya arah ruangan Andrian yang sebelah mana.

Setelah mendapatkan jawabannya Ara langsung berlari ke arah petunjuk petugas rumah sakit tersebut.

Sampai di ruangan Andrian, Ara melihat Yuda sedang duduk sambil memainkan ponselnya di depan ruangan Andrian.

"Maaf, benarkah ini ruangan Andrian?" tanya Ara membuat Yuda langsung mendongak. Begitu ia melihat Ara, matanya langsung tidak bisa di alihkan dan mulutnya sedikit ternganga.

'Buset ini cewek apa bidadari, cakep bener,'

"Halo," sambung Ara sambil melambaikan tangannya di depan muka Yuda.

"Eh, i--iya, ini ruangan Andrian. By the way, kamu siapanya Andrian? Dan matamu kenapa bengkak begitu?" tanya Yuda kepo.

"Saya istrinya Kak Andrian, kalo begitu saya masuk dulu, terima kasih," jawab Ara kemudian meninggalkan Yuda yang masih belum percaya.

"Buset, hatiku yang beru saja berbunga-bunga, tiba-tiba layu begitu aja," gumam Yuda sambil memegangi dadanya.

Ara memutar knop pintu dengan pelan, dari kejauhan ia melihat Andrian ingin melepas infusnya, air mata Ara semakin deras.

"Kamu ngapain lagi sih, di luar a-" ucapan Andrian terpotong saat ia menoleh ke arah pintu, ia mengira Yuda yang datang.

Antara percaya dan tidak percaya, Andrian melihat bibir Ara bergetar menahan tangis. Seketika Andrian sadar perlahan tangannya yang tidak di infus melambai ke arah Ara, mengisyaratkan Ara mendekat.

Ara langsung menutup pintu dan berlari meraih tangan Andrian, tangisnya pecah saat ia melihat kondisi suaminya itu.

Andrian hanya tersenyum melihat kepanikan dan kekhawatiran Ara, sedang Ara semakin sesenggukan.

"Ka--kakak kenapa bisa kecelakaan?" tanya Ara di sela-sela tangisnya.

"Mikirin kamu," jawab Andrian membuat Ara semakin menangis.

'Kok Ara tahu aku kecelakaan, pasti si Yuda oon sudah memberi tahunya, ada gunanya juga sebagai teman,' batin Andrian.

"Sudah sayang nangisnya, aku nggak apa-apa kok, cuma luka kecil aja," ucap Andrian dengan terus menatap lekat wajah istri imutnya itu.

"Loh, itu di bawah mata kamu kok ada kantung matanya, kamu begadang?" tanya Andrian, namun tidak di jawab oleh Ara, ia hanya menunduk.

Semenjak Andrian pulang, Ara memang tidak bisa tidur karena biasanya Andrian yang selalu membuatnya tidur nyenyak.

Perlahan Andrian melepas tangannya dari tangan Ara, kemudian ia menggeser tubuhnya ke tepi ranjang، dan menyisakan setengah tempat lagi.

Ara yang bingung dengan Andrian, masih terus memperhatikan gerak-gerik suaminya itu. Setelah merasa nyaman Andrian menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya. Ara yang belum mengerti malah semakin bingung.

"Naik sini sayang, Kakak pengen peluk kamu," pinta Andrian membuat Ara langsung mengerti kemudian mengangguk.

Ara melepas tas selempangnya kemudian naik keatas ranjang lalu memeluk Andrian erat sambil membenamkan wajahnya di dada bidang Andrian.

"Kakak juga sama kok kayak kamu, semenjak Kakak pulang, tidurnya nggak teratur dan jam ngantornya juga sering telat," tutur Andrian, namun tidak ada sahutan dari Ara, ia semakin mempererat pelukannya.

Andrian ingin sekali melihat wajah Ara, tapi karena Ara memeluknya sangat erat, Andrian langsung mengurungkan niatnya.

"Ara ... sayang," panggil Andrian pelan, tapi tidak ada sahutan sama sekali. Andrian menjauhkan tubuhnya sedikit dan melihat Ara sudah tertidur pulas di dadanya.

"Yang sakit siapa? Yang tidur duluan siapa?" dumel Andrian pelan sambil terkekeh, perlahan ia mendekatkan wajahnya ke wajah Ara, kemudian Andrian mencium seluruh wajah Ara yang bisa ia jangkau.

Saat Andrian sedang asyik menciumi Ara, tiba-tiba saja pintu terbuka membuat Andrian terperanjat kaget begitupun dengan Yuda.

"Mataku ternodai ya Allah,"

"Salah sendiri siapa suruh masuk tanpa mengetuk pintu," kesal Andrian.

"Woy bro, ini rumah sakit ya bukan kamar rumahmu seenaknya bermesraan. Ya udah, nih ... makan sama istrimu, aku ada urusan penting," ujar Yuda lalu meletakkan kantong plastik di atas meja, kemudian ia hendak pergi.

"Makasih ya teman Yuda," ucap Andrian.

"No problem, tapi lain kali jaga dirimu baik-baik, jangan menyusahkan aja," jawab Yuda tanpa berbalik melihat Andrian.

"Teman sialan, sok keren lagi," kesal Andrian melihat Yuda sudah keluar dari ruangannya.

Musuhku Penyelamat HidupkuWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu