8. Dia Milikku Pribadi

Start from the beginning
                                    

Entahlah. Irene tidak pernah banyak berinteraksi dengan lawan jenis kecuali, Yuu.

"YUU." Irene tidak sengaja berteriak saat seseorang yang sejak tadi mengganggu pikirannya terlihat melintas -celingukan kebingungan. Irene mencoba memanggilnya sebelum cowok itu semakin menjauh. Tapi, sebelum sempat dia mengeluarkan suara, cewek itu lebih dulu dibungkam.

Yuu berjalan semakin jauh. Irene meringis saat rambut sebahunya di jambak paksa. Sakit. Seakan semua akar rambutnya akan lepas tidak lama lagi. Wajahnya dicengkeram kuat. Bisa dia rasakan tangan-tangan besar itu seolah bisa meremukkan tulang pipi dengan sekali genggam.

"Uwaah. Tumben kita kedatangan tamu cewek. Biasanya cewek model begini pasti pengen nge-harem disini." mata Irene berkaca-kaca.

Dia cewek yang sulit untuk membaur. Memiliki communication disorder karena dianggap terlalu kaku. Dia nyaris tidak pernah berinteraksi kecuali saat presentasi. Tidak pernah satu orang pun berani membentak apalagi memukulnya. Tidak juga dengan ayah dan ibunya. Tapi sekarang dia bahkan menerima bentuk kekerasan verbal yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.

"S ...sakit." Irene mencicit. Air matanya menetes deras. Cewek itu kian sesenggukan. "tolong lepasin."

"Hah? Bukannya lo disini dateng buat ngegoda kami-kami ini?" Irene melihat seksama. Mereka berlima. Tampilannya tidak kalah kacau untuk ukuran seorang mahasiswa terpelajar.

"Itu gak bener." Irene kian susah bernapas.

"Rei. Coba liat disakunya ada kacamata. Wah tipe lo banget, nih" salah satu diantara mereka maju. Mengambil kacamata baca yang selalu Irene bawa didalam sakunya.

Cowok itu mengambil, lalu memakaikannya pada Irene.

"Uwaaaaah. How cute?" tiga dari mereka berseru takjub. Bertepuk tangan sekali lalu salah satunya mendekat untuk menampar wajah Irene.

Irene semakin terbatuk. Tangannya memegang pipi memerah karena tamparan kuat. Mereka jauh lebih biadab daripada monster sebelah. Irene terus merutuk dalam hati. Air mata tumpah semakin banyak.

Irene mencoba berdiri -menjadikan loker sebagai tumpuan berjalan. Cewek itu mundur perlahan untuk meraih knop pintu. Dia harus segera keluar dari sini. Dia harus buru-buru meninggalkan sarang monster ini.

"Sekali masuk. Lo gak akan bisa lari sebelum main-main sama kami." Rei mencengkal pergelangan tangan Irene. Menariknya kasar agar menubruk dirinya sendiri.

"Saya gak tau apa masalah kalian sama saya. Tapi saya cuma nganterin jurnal kesini. Saya gak ada niat jahat apapun. Lagipula saya ini cuma cewek lemah." Irene berusaha menjelaskan. Dia tidak boleh semakim memprovokasi jika ingin segera dilepaskan.

"Kalo lo sadar lo itu lemah. Sebaiknya nurut aja." Rei semakin mendekat. Membisikkan kalimat mengerikan yang membuat tubuh Irene bergetar. "know your place, little girl."

Bugh!

Berengsek. Sampai berapa kali Irene terus dihantamkan. Kali ini dia benar-benar dipojokkan. Tidak ada yang bisa dia lakukan kecuali menangis dan menangis. Berharap agar Tuhan mengirimkan malaikat penolongnya. Dalam perbandingan kekuatan, Irene jelas kalah telak. Dia tidak lebih dari cewek kutu buku yang terobsesi dengan nilai sempura. Jadi, setidaknya tolong. Satu orang saja.

"Yuu. Tolong." Irene berkata lirih.

BRAKK!!!

"Yo, ada pesta apa ini?" Irene bisa melihat pintu didepannya terlempar nyaris menghantamnya. Yuu menendangnya. Si berengsek itu. Setidaknya kalau ingin membantu, dia tidak perlu selalu mengagetkan Irene seolah jantungnya akan copot.

Yuu maju. Sesaat mimik muka sumringahnya berubah gelap. Sorot mata itu semakin mengerikan. Untuk pertama kalinya, sekalipun Irene sudah sering menghabiskan waktu bersama Yuu, ini yang pertama kali cowok itu terlihat begitu murka seakan bisa menghancurkan dunia seisinya.

Yuu menendang semua musuhnya yang menghadang. Kepalan kuat itu tidak bisa menunggu untuk tidak menghajar orang. Irene dilepaskan. Cewek itu masih syok. Sementara Yuu yang terus membabi buta memukul Rei yang sudah berada dalam cekalan tangannya.

Dia sama sekali tidak menunjukkan rasa iba. Irene yang melihatnya hanya bisa meringkuk ketakutan, tapi dia tidak berani untuk menghentikan perkelahian didepan matanya. Meski wajah Rei sudah membiru dengan hidung dan sudut bibir yang mengeluarkan darah, Yuu tetap tidak sedikitpun berbelas kasihan.

"Yuu, cukup." cowok itu menghentikan aktivitasnya. Menoleh ke Irene, dia tersenyum manis sambil berkata, "sorry, gue telat."

Yuu menarik kerah baju Rei agar ikut bangun. Rei susah payah mengikuti perintah Yuu. "makhluk gak tau diri macem kalian mending mati aja. Dia itu milik gue seorang."

Tubuh Irene semakin bergetar. Dia sadar telah diselamatkan. Tapi, rasanya tidak ada bedanya dengan yang tadi.

"Berani nyentuh, artinya mati. Ngerti?" Rei tidak bisa menjawab. Cowok itu hanya menggeleng lemah.

Yuu berjalan ke arah Irene. Untuk sesaat dia hanya bergeming melihat betapa kacaunya cewek itu. Ada darah segar yang mengalir dari sudut bibirnya. Tangan Yuu terulur untuk mengelap darah tersebut tapi justru ditepis oleh Irene. "t ...tolong biarin gue pergi."

Perasaan itu muncul lagi. Rasa takut Irene terhadap sosok dihadapannya kian bertambah. Yuu merasakan dadanya sesak untuk alasan yang tidak dia ketahui. "ayo kita pulang. Malam ini lo nginep ditempat gue aja." tanpa menunggu balasan dari Irene, Yuu lebih dahulu merangkul cewek itu. Mengelus punggung kecil yang masih gemetaran.

Yuu mengangkatnya. Meletakkan tangan diantara tungkai kaki dan punggung Irene. Dia membawa keluar Irene tanpa banyak berbicara lagi. "mulai sekarang lo gak boleh sedetikpun tanpa gue."

My Beloved Monster (TAMAT)Where stories live. Discover now