BAB 19 - Siapa Dia?

Start from the beginning
                                    

"Nyonya Namira! Putramu menangis tanpa henti. Kami tidak bisa menenangkannya!" seorang wanita setengah baya dengan dress hitam putih menghampiri Namira.

Namira bangkit dari posisinya. "Iya. Tunggu sebentar ya."

Namira berlari-lari kecil masuk ke dalam rumah. Namun, dia tidak langsung menemui putranya yang sedang menangis. Dia pergi ke lorong belakang ruangan utama.

Di sana terdapat lemari kaca besar yang berisi kumpulan boneka dan patung-patung kecil. Namira menggeser pintu lemari kaca itu perlahan. Dia meletakkan boneka balerina itu di dalam sana. Namira tersenyum sambil menatap boneka balerina itu. Dia berharap bahwa suatu saat nanti, Rima membolehkan putrinya untuk bermain boneka tersebut.

"Nyonya Namira!"

"Ah, iya sebentar!" Namira segera melangkah pergi dari hadapan lemari kaca tersebut.

Sejak hari itu, Namira berharap supaya putri tirinya bisa memainkan boneka balerina itu tanpa dimarahi Rima. Tapi, sampai sekarang hal itu tidak pernah terwujudkan. Bahkan sampai mereka semua tidak ada lagi di rumah itu.

Bertahun-tahun kemudian...

"Aku berharap bahwa impian Nyonya Namira bisa menjadi nyata. Kau bisa memainkan boneka ini tanpa larangan dari ibumu, Mirai."

Seorang pria dengan jas hitam berkerah panjang itu menimang boneka balerina tua yang hampir hancur itu. Dia duduk di atas kursi goyang, di sebuah lorong gelap. Wajahnya tidak terlihat karena dia memakai topeng putih dan topi hitam bulat. Cahaya rembulan tidak bisa menembus ruangan itu karena ruangannya sangat tertutup. Semuanya gelap. Ah, andai saja lampu tua elit itu masih bagus dan bisa digunakan, pasti suasananya tidak segelap ini.

"Sayangnya, kau tak pernah bisa memainkan benda ini. Aneh sekali. Kau malah meminta boneka anjing di saat-saat terakhirmu. Hal itu membuatku sadar bahwa kau tak pernah jauh dari anjing. Entah anjing sungguhan atau manusia yang berkamuflase menjadi anjing. Haha."

Hanya ada suara jangkrik yang terdengar.

"Oh, tidak lucu ya? Maaf, leluconku memang selalu garing."

Sekali lagi, hanya ada suara jangkrik yang terdengar.

"Jujur, aku sedikit melupakanmu belakangan ini. Karena dia... dia itu sangat memukau. Bukankah kau pernah bilang bahwa suatu hari nanti aku akan menemukan seseorang yang membuatku kembali hidup setelah kematianmu? Aku sudah menemukannya, Mirai. Dia adalah kamu. Aku bisa melihatnya dari matanya. Gadis itu... dia sangat cerdas. Tidak seperti kamu yang bodoh. Ah, bercanda. Maaf."

"Kemarin ibuku menulis clue untuknya. Yah, sampai sekarang ibuku masih tertarik dengan permainan detektif-detektifan dan seorang pembunuh berantai yang meninggalkan clue. Sayangnya, aku takkan pernah meninggalkan clue apapun. Tapi, kubiarkan saja dia. Jika aku melarangnya, dia akan mengamuk dan kembali melakukan percobaan bunuh diri. Kau tahu Mirai? Sampai sekarang ibuku masih belum waras."

"Sesungguhnya, aku sedang menunggu masa di mana anak-anak itu bisa menangkapku. Itu tujuan mereka yang takkan kuhancurkan. Lagi pula, jika dia tahu siapa aku yang sebenarnya, maka dia juga akan tahu bahwa aku--"

Pria itu menghela nafas panjang. "Aku mencintainya. Lebih dari siapapun yang aku miliki di dunia ini."

"Di buku itu tertulis, setelah korban kedua tewas karena kecelakaan, maka korban ketiga akan mati dengan cara yang lebih mengenaskan. Tunggu sebentar." Pria itu mengambil sebuah buku tulis dibalik jasnya. Buku yang sudah kumal dan kertasnya menguning. Sepertinya sudah sangat lama sekali buku itu ada.

Dark Angel [END]Where stories live. Discover now