BAB 17 - Rahasia Rumah Tua

Start from the beginning
                                    

"Kalau gitu, besok tanya-tanya orang dulu gimana? Gue takut kalau ada apa-apa." Syahnaz mengambil mie instan yang dimasak Naran.

Eliza dan Dean serentak mengangguk.

Malam itu, mereka beranjak tidur pukul 10 malam tepat. Eliza dan Syahnaz tidur di dalam mobil dengan jendela yang dibuka. Sedangkan Dean dan Naran menggelar tikar di luar. Di sana ada beberapa pemuda yang nongkrong di warung sampai pagi, ada juga beberapa orang yang membuka toko selama 24 jam. Hal tersebut membuat suasana tidak terlalu sepi. Mereka menjadi sedikit merasa aman di sana.

***

Keesokan harinya, mereka bersiap untuk berpetualang kembali. Satu persatu mengantre di kamar mandi umum. Setelah itu, mereka memesan makanan di warung. Paket mie instan mereka hanya tinggal beberapa bungkus saja. Padahal, mereka masih semalam lagi bermalam di sana. Tapi, itu bukan masalah besar. Uang mereka lebih dari cukup untuk membeli beberapa porsi makanan. Lagi pula, dari kemarin mereka tidak membeli apapun di sana.

Eliza menyiapkan tas ransel kecil berisi senter dan beberapa kawat kecil yang dia gunakan untuk berjaga-jaga ketika pintu rumah tersebut dikunci. Dia tidak akan mencongkelnya sampai rusak seperti pintu ruang TU. Jika Eliza mencongkelnya, dia akan lebih mirip pencuri dari pada detektif. Gadis itu juga mengalungkan kamera di lehernya. Kali ini Naran hanya membawa kamera SLR nya dan memberikan handy cam nya pada Dean.

"Jangan lupa mobil lo dikunci." Eliza mengikat tali sepatunya.

"Nggak akan lupa kok. Cepetan lo!" seru Dean.

Naran dan Syahnaz mengamati rumah tua itu dari kejauhan. Sudah nampak sebab rumah tersebut berada di atas tebing pinggir danau. Luar biasa.

"Ayo jalan!" Dean berjalan di depan, seperti biasanya. Kemudian disusul oleh Eliza. Sedangkan Naran dan Syahnaz beriringan di belakang.

Mereka melewati toko-toko yang berjejer, rumah-rumah kuno yang terbuat dari kayu dan juga rimbunnya pepohonan. Tempat itu lebih mirip kota di tengah hutan dari pada kota di daerah gunung.

Dalam beberapa menit, mereka sudah sampai ke pinggiran danau tersebut. Meski begitu, mereka tidak tahu bagaimana caranya untuk naik ke atas tebing.

Dean berdecak sebal di dalam hati. Namun, kebetulan di sana ada beberapa bapak yang sedang bercengkerama di balok kayu pinggir danau. "Kita tanya dulu sama mereka." Dean menghampiri bapak-bapak tersebut disusul oleh yang lainnya.

"Permisi," seru Dean.

Bapak-bapak itu menoleh. Tampak mereka adalah bapak-bapak pengangguran yang hobi bergosip. Padahal jam menunjukkan pukul setengah delapan pagi, namun mereka malah santai-santai di pinggir danau sambil menikmati kopi.

"Ya? Kalian siapa?" tanya salah satu Bapak tersebut.

"Kami adalah seorang penulis artikel." Eliza tersenyum. Dia tahu Dean tidak akan dapat menjawab pertanyaan Bapak tersebut.

Naran dan Syahnaz mengangguk secara serentak.

"Ada keperluan apa?" tanya Bapak itu lagi.

"Kami ingin bertanya-tanya sedikit tentang rumah tua itu." Eliza menunjuk rumah atas tebing.

"Kalian ingin menulis tentang rumah itu?" tanya Bapak tersebut. "Boleh sih."

Bapak yang lainnya berkata, "memangnya buat apa kalian menulis hal semacam ini?"

Dark Angel [END]Where stories live. Discover now