40-Reunion

144 32 5
                                    

Bahkan ketika langkahnya sudah menapak tertata pelan di lorong, telinganya masih mendengungkan ucapan Fyn bahwa Pangeran Zac menitahkan dirinya untuk menghadap selepas matahari terbenam. Evie yang sedang membalut beberapa luka luar Rie juga sama terkejutnya, menanyakan apakah komandan itu sedang bercanda-yang dibalas dengan semacam; 'mana mungkin aku bercanda membawa-bawa nama Pangeran Zac, apa kau bodoh?'

Satu hal yang menjadi dasar terkuat kecemasan Rie; ketakutannya menghadapi kenyataan seandainya Zac juga lupa bahwa Rie adalah adiknya-seperti Davin. Sekalipun Zac menyandang status sebagai kakaknya, tindakannya adalah hal nomor satu yang paling tidak bisa ditebak Rie walau ditambah dengan insting tajamnya. Titah menghadap langsung ke ruangan pribadi sang Pangeran, tanpa utusan pengawal? Mana bisa Rie menebak maksud tersirat pangeran itu?

Untungnya, Fyn sudah menjelaskan dengan penjelasan terbaik tentang letak dan jalur menuju ruangan pribadi sang putra sulung Atlantix-bahkan sebelum Rie menanyakannya. Sungguh kepekaan yang patut disyukuri karena gadis itu yakin andai Fyn tidak langsung mengungkitnya, ia pasti tidak akan menanyakannya dan berakibat tersesat saat ini juga.

"Lantai tiga dari tangga paling timur-hah? Kau tidak paham arah mata angin yang menyesuaikan tata letak istana? Begini saja, dari tempat latihan pedang lurus terus dan cari tangganya, itu dia. Sampai ke lantai tiga, pintu kedua dari tangga. Pasti mudah dikenali, aku yakin kau tahu ukiran khusus keluarga kerajaan, bukan? Tok-tok, kalau sudah ada sahutan, masuk, dengarkan, jawab apa yang perlu dijawab. Mudah, bukan?"

Dan Rie ingat jelas bagaimana tangan Evie langsung bergerak menamparkan salah satu buku herbanya yang bersampul keras dan berhalaman tebal ke bagian belakang kepala Fyn setelahnya, menghapus ekspreksi santai pemuda itu yang dibuat-buat dengan erang kesakitan. Lalu Evie dengan murah hati menggantikan Rie menyampaikan kekesalannya tentang betapa mudah sang Komandan membicarakannya seolah semudah melakukannya.

Namun setidaknya, Rie bersyukur mengingat sepenggal kejadian remeh itu ketika kakinya sudah lepas menapak dari anak tangga teratas. Lorong dengan lentera yang menjamin pencahayaan dengan baik, hanya memiliki tiga pintu di sisi kanan lorong, sementara sisi kiri lorong dipenuhi jejeran bingkai lukisan bertema kerajaan. Sebuah pintu lain menjadi objek di penghujung lorong. Mengingat arsitektur istana yang berputar-putar, Rie yakin pintu itu adalah penghubung menuju bagian istana lain, entah lorong atau bukan.

Dan, tibalah sepasang kakinya tepat di depan pintu kedua yang berposisi di tengah, terapit dua pintu lain yang entah di dalamnya ruangan apa. Tepat seperti kata Fyn, ukiran rumit nan mewah yang menjadi tanda khusus ruangan keluarga kerajaan itu adalah dekorasi yang paling mencolok dari pintu di depannya. Membuat kenangan Rie terlempar pada pintu kamarnya sendiri-tentu saja ketika masih menjadi seorang putri kerajaan-yang ukiran pintu kamarnya sama rumitnya dengan pintu di depannya kini.

Apakah ... kakak yang ini akan mengingatku?

Rie buru-buru menggelengkan kepalanya kuat-kuat, berusaha mengusir segala prasangka buruk akan ketakutannya yang sedari tadi bergelayut di pikirannya. Gadis itu meneguhkan hati, mengangkat tangan kanannya dan mengetuk pintu dua kali dengan buku-buku jarinya.

"Masuk." Suara yang merambat samar mirip gema teredam itu tertangkap pendengaran Rie tanpa jeda waktu yang lama. Meneguhkan hati tahap kedua, tangannya bergerak memutar pegangan pintu dan mendorongnya pelan. Seiring langkahnya menapak hati-hati melewati ambang pintu, memasuki ruangan pangeran sulung Atlantix itu.

Sebuah meja kerja di seberang pintu adalah hal pertama yang tertangkap penglihatan Rie, termasuk lembar-lembar kertas entah apa isinya yang tertumpuk di salah satu sisi meja panjang itu. Kursi di baliknya tidak berpenghuni.

Ketika Rie menapakkan kakinya selangkah lebih masuk, dilihatnya sebuah lemari buku di sisi kiri ruangan, juga sofa yang saling berhadapan dengan meja kayu sebagai pemisah di antaranya. Saat gadis itu mengedarkan pandangannya ke sisi kanan, dilihatnya sosok seorang pemuda jangkung yang tengah melipat lengannya di depan dada sembari bersandar di dinding, wajahnya berpaling menatap keluar sisi belakang yang dilatari kaca jendela dengan gorden terbuka. Memperlihatkan panorama indah istana di malam hari dari sudut atas.

RIE [Revisi Mayor On-Hold]Where stories live. Discover now