16-Trace the Danger

199 49 9
                                    

Rie hanya bisa mengerutkan dahinya bingung ketika Evie menyuruhnya menjaga Fyn.

Bukankah pemuda itu baru saja mengusirnya secara tidak langsung tadi karena tidak percaya dengan kemampuan pengobatan Rie? Tapi tentu saja Rie menyanggupi dan setelahnya Evie langsung keluar dari Ruang Herba sembari menenteng tas kainnya. Mungkin hendak mengambil bahan baru? Apa segenting itu sampai meninggalkan pasien yang baru sadar-ah, mungkin di situlah peran Rie.

"Maaf kalau kurang nyaman denganku, tapi minumlah dulu, kau perlu asupan energi untuk memulihkan lukamu." Ucap Rie ketika meletakkan cangkir teh yang mengepulkan uap hangat ke meja di dekat pembaringan Fyn dan duduk di kursi yang sebelumnya sudah diseretnya.

Masih belum berhenti merutuki sikap menyebalkan Evie dalam hati, Fyn mengambil cangkir itu dan menyesapnya perlahan. Lantas ia tersadar, aroma tehnya berbeda dengan teh seduhan Evie yang menguar aroma segar mint. Teh yang baru saja meluncur di kerongkongannya itu beraroma lebih lembut, dengan manis yang tetap alami.

"Ini teh seduhanmu?" Fyn menoleh sembari mengangkat cangkirnya.

Rie mendongak, mengangguk kecil. "Aku terbiasa memakai helai bunga Akura sebagai bahan tambahan menyeduh teh. Maaf, tidak sesuai dengan seleramu, ya? Seharusnya aku minta Evie menyeduhkan teh dulu sebelum pergi."

Fyn menggeleng setelah menyesap tehnya sekali lagi. "Tidak masalah, tenang saja. Kurasa aku lebih menyukai teh seduhanmu ini dari pada seduhan Evie."

Mendengar ucapan Fyn, Rie menghela napas lega. Gadis itu berpikir mungkin Fyn sudah tidak marah lagi ditilik dari nada dan suaranya bicaranya. Terlebih raut pucat Fyn sudah mulai kembali nomal, membuat rasa leganya membanjir dua kali lipat.

"Ah, kau lapar?" Teringat satu hal, Rie kembali angkat bicara. "Aku bisa mengambil jatah makan siang ke dapur utama, atau mungkin mau camilan ringan? Meski tidak banyak bahan di dapur, aku bisa membuat camilan yang sederhana," Gadis itu beranjak berdiri, siap pergi ke dapur untuk membuatkan Fyn makanan kalau saja pemuda yang duduk bersandar kepala ranjang itu tidak menahan lengannya.

"Tidak usah." Pemuda itu menyela cepat. "Aku tidak lapar."

Seketika Rie jeri dengan nada tegas yang diartikannya dingin dalam suara Fyn, terlebih cekalan kuatnya di lengan gadis berambut perak itu. "Tapi kau harus makan, Fyn, tubuhmu butuh asupan energi."

"Aku mau membicarakan sesuatu yang penting denganmu, Rie." Mata tajam sang komandan pemanah mengunci iris kristal Rie. "Sekarang juga."

Rie menyadari keseriusan Fyn, mengangguk. "Tapi tehnya tambah, ya?" bujuknya agar asupan energi tetap terpasok pada pemuda itu.

Fyn tersenyum kecil, melepas cekalan tangannya di lengan Rie. "Iya, tambah. Toh aku suka teh seduhanmu,"

-

"Ah, Evie!"

Langkah gadis itu terhenti seketika begitu suara yang selalu bergaung di pikirannya itu memanggil namanya. Cepat ia berbalik ke sumber suara, memastikan panggilan itu bukan halusinasi. "Pa-pangeran Davin?"

Pangeran kedua Atlantix itu buru-buru menyusul ke tempat Evie berdiri, wajahnya tegang. "Bagaimana keadaan Fyn? Kudengar dia terluka parah sepulang dari tugasnya memetakan jalur ekspedisi."

Menekan kegugupannya, gadis berkucir dua itu mengangguk kecil. "Komandan Fyn baik-baik saja, masa krisis racunnya sudah lewat. Hanya butuh istirahat satu hari total dan pengawasan kalau-kalau efek racunnya berjangka panjang."

Mendengar jawaban tabib senior itu, Davin menghela napas lega. "Syukurlah. Terima kasih sudah mengobatinya, Evie." Ia mengulas senyum penghargaan pada Evie.

RIE [Revisi Mayor On-Hold]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن