50-Just a Little Break

120 32 6
                                    

Prajurit kerajaan?” Evie berseru tanpa menahan keterkejutannya, mungkin gadis itu sudah menggebrak meja kalau saja tidak ingat ada pangeran sulung Atlantix di meja yang sama dengannya.

Fyn mengangguk, melemparkan pandangannya kepada Zac yang tetap terlihat tenang melipat lengannya di depan dada. “Aku yakin betul. Ketiga-tiganya mengenakan seragam prajurit kerajaan, tapi tidak membawa tombak pengawal maupun pedang kerajaan. Dan aku ingat mereka bertiga adalah prajurit yang diikutsertakan dalam tim ekspedisi kemarin,”

“Tapi itu bukan atas kehendak mereka sendiri,” Rie melanjutkan, “Aku menemukan jejak sihir Black Magic pada ketiga prajurit itu. Singkatnya, mereka dikendalikan Black Magic dalam keadaan tidak sadar,” Gadis bertudung itu terdiam sejenak sebelum melanjutkan dengan menahan getir, “untuk membunuhku.”

“Jangan-jangan….”

“Ya.” Zac memotong dingin, “Tampaknya mereka sudah menampakkan diri. Orang yang sama dengan dalang di balik pengusiran putri dan selir Raja sembilan tahun lalu. Tapi aku tidak menyangka orang itu adalah penyihir Black Magic….” Pangeran itu mengeraskan rahangnya, tampak gurat amarah samar di wajahnya, membuat jeri Rie, Fyn dan Evie yang baru pertama kalinya melihat jelas kemarahan Zac.

Di balik itu, Rie menggemakan ulang kalimat kedua Zac dalam benaknya. Pengusiran putri dan selir Raja sembilan tahun lalu….

“Rie?”

Ah, lagi-lagi gadis itu melamunkan potongan kejadian kemarin-kemarin di saat kakinya menapak tempat lain berlatar waktu hari ini, dan entah mengapa lagi-lagi Fyn yang menjadi penegurnya kembali dari lautan lamunan. “Eh, iya? Maaf, kurasa kepalaku masih pening dari efek sakit kemarin,”

Ya, kemarin memang cukup menguras tenaganya. Setelah menghapus segel medan sihir Black Magic, Rie masih harus menetralkan pengaruh hipnotis Black Magic pada tiga penyerangnya. Tak heran esok paginya gadis itu harus terbaring dengan kain kompres basah di dahi.

Fyn menghentikan langkahnya, menyipitkan mata meneliti kejujuran di mata Rie. “Tidak hanya itu, bukan? Kau pasti mulai memikirkan ucapan Pangeran Zac.” Melihat kerjap terkejut gadis bertudung di depannya itu, tentu saja Fyn tahu tebakannya tepat. Lantas ia melanjutkan setelah menghela napas, “Ayolah, Rie, rileks sedikit. Tidak ada salahnya waspada dari sekarang, tapi kau harus tahu kapan kau bisa berwaspada diri dan kapan kau harus fokus pada pekerjaanmu.”

Ucapan pemuda itu membuat Rie menunduk menatap kertas berisi daftar bahan yang dipesan Evie di tangannya—yang meski sudah terbentang dari gulungannya sama sekali tidak dibaca Rie. “Ta-tapi, Fyn, aku masih tidak tahu bagaimana bisa aku melupakan pengusiran sembilan tahun lalu, identitasku sendiri, bahkan—“

“Ssst,” Fyn mendesis, meletakkan jari telunjuknya di depan bibir mungil Rie yang akhirnya terkatup. “Tidak apa-apa, Rie. Jangan lupakan itu, tapi jangan ingat-ingat itu sekarang. Usaha Evie menyuruhmu belanja ke kota untuk menjernihkan pikiranmu bakal sia-sia kalau kau tetap berkutat dengan semua masalah sialan itu.”

Rie terdiam. Kalimat Fyn seolah menjelma menjadi angin sejuk yang meniup jauh-jauh semua serangga masalah di pikirannya. Akhirnya gadis itu bisa mengguratkan senyumnya kembali walau sekedar tipis, “Baik, Fyn, terima kasih.”

Fyn menarik kembali telunjuknya sembari mengulas seringai lebar, “Nah, akhirnya Rie yang manis ini sudah kembali. Ayo, kalau kita tidak mulai membeli daftar pesanan Evie sekarang, kita tidak akan bisa membeli semua bahan-bahan aneh nona tabib itu sebelum matahari tenggelam,”

***

“Evie,”

“I-iya, Pangeran?” Tergagap menyahut, Evie buru-buru menegakkan tubuhnya dan menghentikan tangannya yang sejak tadi sibuk merumuskan takaran bahan untuk racikan ramuannya di atas kertas.

RIE [Revisi Mayor On-Hold]Where stories live. Discover now