Chapter 07 - Unravel

359 79 16
                                    

Pemuda itu terjaga di tengah gelapnya malam yang kian larut, hanya bertemankan dinginnya angin dan bintang-bintang yang mengawal purnama di atas sana. Lorong-lorong istana tampak sepi, hanya ada pendar lentera yang mencegahnya menjadi suasana horor. Jendela-jendela kamar telah ditutup rapat, ditarik tirainya, serta dipadamkan lenteranya. Mungkin hanya beberapa ruangan di blok utama istana yang masih tampak bias cahaya lentera di balik tirai jendelanya—kesibukan mereka yang mengemban tugas sama tingginya dengan status mereka.

Salah satu ruangan yang ia maksud, terutama—adalah ruangan yang baru saja ditinggalkannya di belakang, yang mana dialasi karpet mewah hingga ke lorong-lorong penghubungnya, serta masih dikawal beberapa sosok prajurit berseragam tegap tanpa diperbolehkan terlelap.

Setidaknya, meski kedua bahu dan punggungnya terasa sakit akibat diharuskan berdiri tegak nan hormat selama berhadapan dengan sang Raja di ruang singgasana, pemuda itu sungguh bersyukur dirinya tidak termasuk barisan prajurit pengawal ruangan kesukaan sang Raja.

Karena itu, begitu tiba di koridor lantai tiga yang satu sisinya terbuka dibatasi dinding separuh badan serta tiang-tiang penyangga, ide menyenangkan untuk melaksanakan tugas patroli yang baru saja diperpanjang atas perintah sang Raja tanpa menghela napas panjang, segera terlintas di benaknya. Pemuda itu menaikkan kaki ke dinding pembatas dengan gestur berlutut, sebelah tangan berpegangan pada balok tiang penyangga. Mengamati setinggi apa permukaan tanah berumput di bawah sana dari pijakannya, pemuda itu menyeringai.

Enak saja kau mau jadi beban pikiranku, perpanjangan jadwal tugas.

Satu hentakan, pemuda itu lepas pijakan. Melentingkan tubuh dengan tepat untuk mengincar pendaratan yang baik dengan bantuan dahan kokoh sebuah pohon yang diincarnya, pemuda itu melanjutkan arah gayanya dengan mengayunkan kedua lengan yang mencekal dahan; melentingkan tubuhnya sekali lagi, untuk benar-benar mendarat di permukaan tanah dengan kuda-kuda pendaratan yang tepat.

Pemuda itu bangkit, meregangkan tubuhnya yang terasa membaik usai mendapat sedikit sentakan dari pendaratan olahraga ringannya barusan. Kalau ada yang memergoki wajah segar berseringai lebar pemuda itu kini, bisa-bisa ia ditertawakan sebab berulah kelebihan energi seperti bocah.

Yah, dia melakukannya karena tahu tidak akan ada yang memergoki, sih.

Berbeda dengan para prajurit malang yang ditugasi berdiri tegap bak patung kala mendapat jadwal pengawalan, tugas yang diberikan pada pemuda itu sedikit berbeda. Posisinya yang dipercayai memegang jabatan Komandan Pemanah di usianya yang masih terbilang cukup muda, lingkup luas yang diberikan pada jadwal patrolinya membuat pemuda itu bisa berkeliaran sesuka hati seperti saat ini.

Tenang saja, bukan mengabaikan tugas, kok. Dia hanya memanfaatkan tugas untuk mencegah kepalanya jadi lahan kecambah stres.

Pemuda itu melakukan peregangan singkat pada kedua kakinya, membebaskan pegal di sendi-sendinya karena menjaga tegak berdirinya kala menghadap sang Raja. Kemudian ia memulai langkahnya dengan kecepatan rata-rata, memutari area blok utama istana sembari membagi fokus menajamkan tatapan dan pendengaran ke sekitar. Setelah mengelilingi blok utama istana—dengan beberapa lompatan olahraga ringannya sebagai selingan—dan tidak menemukan satu kejanggalan pun, ia mulai mencetuskan bahwa sang Raja yang tiba-tiba memperluas kewaspadaan keamanan istana hanya karena sedang punya banyak pikiran yang melahirkan paranoia.

Sampai kemudian, kala menduduki salah satu dahan pohon yang berjejer di lapangan yang sering digunakan untuk latihan para prajurit untuk mengatur napasnya yang darurat habis usai memutari blok utama istana, pemuda itu mendengar langkah-langkah.

Tak salah lagi—maka ia menajamkan fokus. Langkah-langkah itu separuh bergema teredam—yang berarti seseorang itu sedang berada di lorong yang bersimpangan terbuka di sisi lain lapangan latihan ini. Lalu berhenti. Hawa keberadaan seseorang yang bisa dirasakan insting tajam nan terlatih pemuda itu jelas-jelas berasal dari dalam lorong—sebuah hawa keberadaan yang asing, lain dengan yang hampir terekam di ingatan insting pemuda itu seperti milik para prajurit atau pelayan yang sering berpapasan dengannya. Namun, pemuda itu tidak bisa melihat sosoknya.

RIE [Revisi Mayor On-Hold]Where stories live. Discover now