83-Found

119 24 1
                                    

“Sial, aku tidak bawa kuncinya!”

“Sempat juga kebodohanmu kambuh?! Formalitasmu menjijikan.”

Braaakk!

Fyn berdecih setelah menurunkan kakinya yang sukses mendobrak daun pintu ruang perpustakaan tua di depannya, “Dobrak saja gampang kok,”

Davin ternganga sejenak di tempat, “Hei, bukannya kebodohanmu yang kambuh?! Kau mau meledakkan kembang api sekalian biar mereka yang di ruang bawah tanah rahasia menyambut kedatangan kita, hah?!”

Fyn mengabaikan protes Davin dan mulai memimpin masuk, “Toh kau yang bilang ini undangan, bukan jebakan. Terobos saja apa salahnya? Percuma juga kita mengendap-ngendap kalau nantinya juga bakal bertatap muka dengan para pengecut itu,”

Davin buru-buru melangkah mengikuti jejak Fyn, mulai menyiagakan tangan di gagang pedang yang disarungkannya di pinggang. “Ya tidak perlu meledakkan pintu juga, dong,” gerutunya.

***

Dari kabut kegelapan, sosok itu muncul dengan ujung jubahnya yang terkibas. Pendar lilin yang bersih dan benderng sebagai penerangan ruangan di balik kungkungan lentera kaca menjadi saksi pertama yang menyadari kehadirannya.

“Sudah waktunya, Yang Mulia.”

Tanpa berbalik untuk mengetahui siapa gerangan yang bicara, sosok lain di ruangan itu yang telah menanti kedatangan sang sosok berjubah kegelapan itu bingkas bangkit dengan senyum tipis bersudut miring yang terukir di wajahnnya. “Baiklah. Bagaimana keadaan di luar sana?”

Sosok berjubah kegelapan itu balas tersenyum dan menegakkan tubuh. “Semuanya aman terkendali seperti spekulasi perhitungan otak jeniusmu, Yang Mulia.”

Orang yang dipanggil bergelar tinggi itu terkekeh sembari menyarungkan pedangnya dengan suara kuncian logam yang bersatu dengan ikat pinggangnya. “Baguslah kalau begitu. Kau ingat perkataanku, bukan? Meski kita pergi sekarang, kita akan muncul nanti—pada waktunya sendiri.”

Sang jubah hitam misterius mengiyakan patuh dengan seringai yang jelas mengisyaratkan dirinya mulai tidak sabar, “Pendramatisir, eh?”

Orang bersarungkan pedang di pinggangnya itu mengerling datarーentah bermakna apa.

“Bukan. Cuma sentuhan kolaps, kok.”

***

Pancake lemari ber-topping debu itu lagi. Lantai kayu rapuh yang membuat kecemasannya timbul itu lagi. Pintu rahasia itu lagi. Tangga tersembunyi itu lagi.

Namun bukan suasana yang sama lagi.

Kini, meski masih menjadi yang memimpin di depan, Davin tidak bersama Rie. Pedang yang tersarung di pinggangnya seakan terasa memberat berkali-kali lipat ketika tangga sempit itu memaksa nostalgia ingatannya di kasus penuduhan atas penculikan dua pemuda kota sebelumnya ditonjolkan. Ingatan yang paling berpengaruh menjadi pemberat beban pedang di pinggangnya adalah momen ketika ia nyarisーnyarisーmemenggal kepala adiknya sendiri. Meski berhasil mengatasinya tepat waktu saat itu, Davin masih merutuki dirinya yang sempat terbuai bujuk rayu Black Magic si nenek sihir.

“Waspada siapkan pedangmu, Pangeran.” Suara Fyn di belakangnya terdengar sedikit bertajuk gema, mengagetkan Davin yang sejenak merasa punggungnya merinding. Dapat dilihatnya komandan pemanah itu berjalan tepat dua anak tangga di belakangnyaーterlihat tanpa menoleh dari bayang-bayang akibat cahaya lentera yang dipegang komandan itu bergoyang-goyang.

Davin mengiyakan dengan gumaman samar. Peduli apa Fyn di belakang sana kesal karena dirinya tidak menjawab dengan jelasーasal tahu saja, ya, Davin sedang menghemat suaranya sekarang demi mengubur dalam-dalam sejuta emosi yang berkecamuk di dadanya kini. Di satu sisi pangeran itu sangat tidak sabar melakukan pemberontakan tervokalnya, sementara di sisi lain ketakutan akibat rasa segan yang ganjil mengundang emosi-emosi negatif lain beterbangan mengganggu tekadnya.

“Hei, Pangeran, kau ketakutan?” tanya Fyn setelah langkah-langkah mereka yang lambat menuruni beberapa anak tangga lagi. Komandan itu bisa melihat bahu Davin di depannya tersentak kecil, sebelum melayu turun bersama hela napasnya dan menghentikan langkahnya.

“Aku heran … bagaimana bisa kelihatannya kau tidak,” jawab Davin dengan gumam lirih.

Jeda sejenak. “Kupikir sebaiknya aku memang tidak ketakutan,” Didorongnya bahu Davin dengan dua tepukan tangan sebagai isyarat agar mereka segera lanjut melangkah, “Bayangkan saja kepala adikmu yang menggelinding terpenggal di depan tawa ayahandamu.”

Refleks membayangkan apa yang diucapkan Fyn, sontak saja amarah di hati Davin menyala menghanguskan ketakutannya. Sorot matanya menajam dan langkahnya berlanjut dengan bingkas. “Tidak akan kubiarkan itu terjadi,” desisnya berat.

Fyn mengulum bibirnya yang terasa pahit setelah mengucapkan kalimat motivasi barusan. Sial, bisa-bisa aku lepas kendali dan mengacaukan rencana.

Namun, sudah tidak ada lagi waktu bagi Fyn untuk menertawai dirinya sendiri dalam hati dengan ironis. Pun tidak ada lagi waktu bagi Davin untuk membentengi emosi ngetaifnya di balik tembok tekad. Sebab anak tangga terakhir telah ditapak tertinggal di belakang mereka.

Bersama-sama, pandangan mereka terbentang memindai keseluruhan pada sebuah ruangan yang terasa familiar dalam sepenggal ingatan. Karpet merah marun itu. Sofa hijau pucat panjang itu. Lemari buku berukuran sedang itu. Meja kecil yang terdapat teko dan tumpukan cangkir porselen itu.

Namun, kursi singgasana itu jelas adalah hal baru yang mengisi ruangan.

Davin dan Fyn mencerna keberadaan kursi itu setengah tidak percaya, menaikkan pandangan untuk menemukan sosok yang mendudukinya dengan aura wibawa terbesar yang pernah mereka hadapi sejajar dengan intimidasinyaーbalas menatap mereka dengan kerjap keterkejutan melintas di pahatan dingin ekspreksinya.

Beberapa detik hening mengisi, kedua pihak sibuk menjalankan roda pikirannya masing-masing dalam bungkam tanpa memundurkan kontak mataーsampai dengus berat sosok di atas kursi singgasana itu sepertinya dimaksudkan untuk tawa, mengeraskan hawa ruangan menjadi waspada.

Suara berat itu berujar, “Ternyata kalian benar-benar di sini, huh?”

“Dan begitupun Ayahanda; ternyata Ayahanda benar-benar di sini, ya?” []



~Hope ya enjoy this chap to give me appreciation!

Arigato,

A/Z.

RIE [Revisi Mayor On-Hold]Onde histórias criam vida. Descubra agora