30-White versus Black

165 38 13
                                    

Ledakan berutun mengiringi langkah gesit Rie yang berlari mengitari pepohonan. Derean pisau beraura gelap itu berbaris di belakangnya, meledakkan aura hitamnya, lenyap dari urutan belakang dan menjadi pisau baru yang mengejar Rie.

“Between green and white, let me fly to the blue.” Rie berdesis lirih membisikkan bait mantra. Seperti terpanggil, angin berpusar mengikuti langkah-langkah Rie yang semakin kuat dan lebar. Gadis itu menekuk lututnya, mengambil ancang-ancang sekaligus mendesiskan mantra pengaktifan. “Dragon’s Step.”

Seketika angin berkumpul memperkuat pijakan gadis berambut perak itu, melentingkan tubuhnya ke batang pohon yang menjulang dengan dahan-dahan tinggi. Lompatan Rie menjeda pisau-pisau gelap Assassin mengejarnya, dan celah itu tidak disia-siakan oleh Rie. Menjadikan batang pohon sebagai pijakan dengan kekuatan yang sama, gadis itu kembali melentingkan tubuhnya bersalto seraya berseru. “Fyn!”

Tanpa meragukan seruan serupa aba-aba itu, satu persatu anah panah dari busur sang komandan yang dibentangkan dari atas dahan pohon melesat secepat sambaran kilat berutun, balik mengejar deretan pisau-pisau hitam yang menancap di tanah. Tanpa membiarkan satu pun bilah pisau itu terlahir kembali, Rie yang masih melayang di udara dalam poros lompatannya merentangkan tangan kanannya dengan telapak terbuka pada jejeran anak panah dan pisau yang berhimpitan itu.

“Turn on symbol; Dragon’s Breathe, Flame.”

Pendar merah serupa bara api menyelimuti telapak tangan Rie, memantik pendar serupa di tiap batang anak panah Fyn yang menancap di tanah. Begitu kata terakhir Rie terucap, semua anak panah itu meledak dengan kobaran api melalap dirinya sendiri sekaligus menghanguskan pisau-pisau Assassin. Redanya ledakan-ledakan itu diikuti kedua kaki Rie yang mendarat sempurna, juga Fyn yang ikut melompat ke sisi Rie.

“Kombinasi yang sempurna, eh?” seringai Fyn melirik Rie yang bangkit dari posisi berlutut saat mendarat. Rie menghela napas pelan untuk menahan senyumnya. “Sempurna untuk tadi. Tapi ini belum selesai, Fyn. Tetap waspada.”

Ya ampun, kalian mengerikan sekali.” suara berat namun diucapkan dengan ringan yang pemiliknya sudah dihapal Rie dan Fyn adalah Assassin bergema di penjuru hutan, tanpa sumber suara yang jelas untuk melacak posisinya. “Pisau-pisauku diledakkan semua. Kejam juga, padahal mantra sihirnya rumit sekali.” suara itu berseru seolah memprotes dengan nada jenaka yang menyalakan api kejengkelan Fyn.

“Berhenti berceloteh dengan suara gema itu, pengecut! Keluar kemari dan bertarunglah dengan adil!” komandan itu berseru menggelegar, jelas melampiaskan kejengkelannya yang hampir mencapai batas itu.

Rie yang semula tidak keberatan memberikan Fyn kesempatan menggertak berbisik memperingatkan. “Jaga emosimu, Fyn. Terkadang Black Magic suka mempermainkan emosi lawannya untuk memecah konsentrasi melacak jejak sihirnya.”

Sang komandan mendengus pelan, “Aku tahu, tapi tetap saja itu menjengkelkan.” Suara tawa membahana yang masih berupa gema bertabrakan dari segala arah itu membuat sudut mata tajam Fyn berkedut. “Seperti itu, dengar?”

Rie menahan tawanya yang hampir terlontar karena geli melihat sisi kekanakan Fyn terpancing provokasi sepele musuhnya, sebagai gantinya gadis itu menyeringai tipis dan menempatkan tangan kirinya di bahu kekar sang komandan. “Kalau begitu, bersiaplah untuk membungkam tawa menjengkelkannya itu.”

Fyn mengerjap bingung kenapa gadis bertudung itu menepuk pelan bahunya. Untung saja saat ini hawa pertarungan yang masih kental memenuhi pikirannya untuk tidak salah fokus dengan tangan kecil gadis itu. Samar, komandan pemanah itu merasakan kesejukan yang mengalir dari telapak tangan Rie, bersamaan dengan pendar buram biru pucat yang menyentuh bahunya.

RIE [Revisi Mayor On-Hold]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum