75-The Only One

93 25 4
                                    

Pelan-pelan, kedua matanya terbuka. Berbingkai kantuk yang masih menjelma kabut dalam setengah kesadarannya, iris hazel gadis itu memindai segala hal yang tertangkap pandangannya. Pertama-tama, ia melihat selapis kain yang dikenalinya sebagai selimut miliknya. Setelah ia menyingkapnya lepas, rasa kebas dan pegal menjalari satu sisi tubuhnya. Dengan kaku, ia menjadikan tangannya sebagai tumpuan untuk bangkit ke posisi duduk. Pertanyaan-pertanyaan mulai hinggap di benaknya yang berusaha mengingat-ingat; tentang mengapa ia tidur dengan posisi bergelung melipat kaki bak anak kucing yang kedinginan, mengapa ia melipat kedua lengan di depan dada sembari mendekap sebuah buku pengobatan tentang luka bakar, mengapa lilin aromaterapi yang tinggal seperempatnya dinyalakan di atas meja di depan sofa tempat ia bisa-bisanya tertidurー

Ah.

Akhirnya setelah duduk sempurna, Evie ingat. Dirinya memang sengaja tidur di sofa Ruang Herba yang berbatasan pintu saja dengan Ruang Perawatan di mana empat puluh pasien dalam tahap pemulihan terbaring. Sebab demi berjaga-jaga bila salah seorang pasien baru tersadar dari pingsannya dan membutuhkan sesuatu dengan membunyikan lonceng yang tersedia, Evie bisa segera menghampiri dan membantu pasien tersebut. Soal lilin aromaterapi, itu adalah benda andalannya untuk menenangkan pikiran selain teh mint herba panas.

“Ah, cerobohnya aku. Seharusnya aku tidak menyalakan lilin saat aku tertidur,” gumamnya seraya meniup padam api lilin aromaterapi di depannya, melipat selimut dan mulai membereskan segala yang perlu dibereskanーtentu saja lilin aromaterapi berwadah keramik kecil itu ada di urutan pertama. “Mungkin aku harus coba beli dupa aromaterapi yang lebih aman.”

***

Zac mengawasi ketika lembaran kertas laporan yang baru saja berpindah tangan darinya kepada sang Raja, kini tengah ditelusuri per katanya. Sementara mata pemimpin negeri Atlantix itu bergulir menelusuri baris demi baris kertas laporan di tangannya, mata tajam Zac bergeming fokus memperhatikan raut wajah ayahandanya dengan jeliーberusaha mencari perubahan ekspreksi sang Raja yang tengah membaca laporan mengenai ledakan yang sebenarnya adalah perintahnya sendiri.

“Hmm, ledakan tempo hari yang sempat kurasakan itu rupanya terjadi di lapangan latihan sayap barat…,” gumam Raja Odiesーyang dalam pandangan Zac yang sudah mengetahui topengnya, terlihat memuakkan ketika berlagak menelaah.

“Benar, Ayahanda. Dan entah kebetulan atau si pelaku sengaja mengincarnya, saat itu para prajurit sedang latihan duel bergilir di sana, yang mengakibatkan jumlah korban yang banyak. Saat ini, semua korban telah dibaringkan di Ruang Perawatan, dirawat intensif oleh Tabib Quille.”

Raja Odies tak lagi buka suara. Tak ada pertanyaan, tentu saja, kertas laporan dari Zac sudah lengkap menjawab semua pertanyaan. “Baiklah. Aku akan mengerahkan dana untuk melengkapi ulang lapangan latihan itu. Silakan kembali ke ruanganmu, Zac.”

“Mohon maaf, Ayahanda, tetapi ada satu lagi laporan yang hendak kusampaikan, selagi Yang Mulia memanggilku,” Zac menyela sopan, maju beberapa langkah dengan hormat dan menyerahkan map kertas biru yang sedari tadi menunggu giliran di tangannya.

Sembari menata langkah mundur kembali, Zac bisa melihat gurat ekspreksi sang Raja akhirnya berubah cukup kentara bahkan ketika baru menerima mapnya. Matanya berkilat senang, dan senyum mulai tergurat berhasrat di wajahnya ketika lembar pertama kertas dalam map dibukanya. Sesuai dugaan Zac, tentu saja, map biru adalah pertanda laporan di dalamnya membawa berita bagus mengenai suatu kemajuan.

“Benteng di perbatasan utara sudah selesai direnovasi?”

Zac mengangguki pertanyaan yang jelas mengandung nada senang itu, “Benar, Ayahanda. Aku hendak langsung menyampaikannya padamu begitu laporan dari utusanku tiba,”

RIE [Revisi Mayor On-Hold]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt