Behind the Scene #2

139 23 2
                                    

“Bagaimana, Davin? Kau ingin memberikan pilihanmu?”

Davin mengangguk menyambut, “Ya.” Kedua iris birunya menyorot Orchidia dengan kilat ketegasan nan dingin, mengiringi suara tegasnya yang selaras. “Aku memilih pilihan kedua.”

Orchidia terkesiap, “Eh?” Putri itu mengerjap, mendadak lupa apa yang ditawarkannya baik di pilihan pertama maupun pilihan kedua. “Tu-tunggu dulu, pilihan kedua itu apa?”

Kilat dingin Davin seketika tertutupi kebingungan dan keheranan, “Hah, apa maksudmu?”

“Ya-yah, maksudku, aku lupa mana yang kutawarkan di pilihan mana!” Tertelan rasa malunya yang menjadi-jadi, Orchidia tergagap berusaha menjelaskan—yang justru membuat tawa sang pangeran tersembur. “Bagaimana bisa kau lupa? Bukankah, pfft, bukankah kau sendiri yang membuatnya?”

Rasa panas mengalir ke wajah Orchidia begitu mendengar tawa Davin, “Be-berisik! Saat itu aku membuat kata-katanya mendadak, tahu!” mendengar tawa Davin tak kunjung berhenti juga, akhirnya Orchidia menghentakkan kakinya sebelum berbalik meninggalkan teriakan, “Sudah cukup! Aku mau kembali ke Ruang Makan!”

“Ahahah, Orchidia, tu-tunggu!”

Mengabaikan panggilan mencegah Davin di belakangnya yang justru masih terselip tawa, sang putri semakin mempercepat langkahnya sebab rasa malunya seolah telah membeludak keluar dan menenggelamkannya dalam-dalam.

“Pilihan kedua itu pilihan yang apa, sih?” desisnya kesal.
.
.
.
.
.
.
.

Bertemu lagi di behind the scene yang lagi-lagi tercetus begitu saja menjadi adegan gagal serius wkwk (baca: gabut).

See you on next chapter!

Bye 39,

A/Z.

RIE [Revisi Mayor On-Hold]Where stories live. Discover now