15-Second Erbur

213 46 17
                                    

Ketika mentari baru saja terbangun dan menyebarkan sinarnya yang penuh kehangatan sampai dinding-dinding istana Atlantix, bersamaan itu pula aktivitas di istana kerajaan penguasa terbesar kedua tanah Siggnris itu menggeliat dimulai. Tirai-tirai tersingkap, prajurit menempatkan diri di posisi masing-masing, para pelayan hilir mudik mengantarkan sarapan. Tidak lupa gerbang istana dibuka, dijaga oleh dua pengawal giliran pertama.

Saat itu pula, kedua pengawal melihat samar-samar melihat satu sosok yang mendekat, menyingkap kabut hutan. Seketika itu juga keduanya bersiaga, menghunus tombak dengan niat menghadang sosok itu agar tidak sampai melewati gerbang istana.

"Berhenti! Siapa kau?!" seorang pengawal menghardik pertama dengan tombak terhunus, namun tidak menghentikan seretan langkah sosok itu yang semakin dekat.

"Prajurit istana tidak akan mengambil jalan lewat gerbang belakang untuk melaporkan hasil patroli. Siapa dan dengan kepentingan apa kau menyelinap lewat gerbang belakang istana pagi buta?!" seorang yang lain kehabisan kesabaran dan maju masih dengan tombak terhunus. Baru saja hendak menghadang langsung, sosok itu terkekeh parau.

"Aku lewat gerbang belakang karena ini jalur terdekat ke Ruang Pengobatan, bodoh." Bersamaan dengan sederet kalimat seraknya sosok itu mengangkat wajah, menampakkan raut yang tak asing bagi kedua pengawal.

"Ko-komandan Fyn?!"

Sayangnya kekuatan pemuda itu sudah di ambang batas. Tubuhnya jatuh tersungkur dengan bercak darah yang merembes dari pakaiannya. Kesadarannya sudah terlalu sedikit untuk mendengarkan seruan-seruan kedua penjaga gerbang yang sempat salah sangka mengira dirinya penyusup tadi.

-

Ketika baru tandas gigitan roti sarapannya, rasa aneh menyergap gadis berambut perak yang tengah memandang keluar jendela kamarnya itu. Berpengalaman merasakannya, Rie hapal betul-meski benci mengakuinya-bahwa itu adalah firasat buruk. Lanjutan dari firasat yang kemarin.

Kegusarannya terwujud ketika terdengar suara pintu kamarnya diketuk dengan terburu-buru dari luar. Rie segera membukanya dan menemukan Evie dengan wajah paniknya langsung menyeret paksa Rie dengan langkah bergegas.

"Tu-tunggu, Evie! Ada apa?" Rie segera menyejajari langkahnya agar tidak terseret senior tabibnya itu di sepanjang lorong, dan ia cukup tanggap untuk tidak berontak menghentikan langkah.

Tanpa melambatkan derap kakinya, Evie menoleh dengan raut paling serius yang pernah dilihat Rie. Mendengar kata-kata gadis berambut cokelat itu selanjutnya, mengertilah Rie kenapa wajah Evie campur aduk antara panik dan gusar.

"Fyn terluka parah. Dari laporan penjaga gerbang kelihatannya dia diserang hewan buas. Meski lukanya tidak seberapa, tapi entah kenapa gejalanya seperti keracunan."

-

"Kenapa kau sendirian di sini?"

Anak laki-laki itu mengangkat wajahnya yang sebelumnya ia benamkan di antara kedua lipatan lengannya di atas lutut. Sosok mungil yang dikenalinya sebagai seorang gadis kecil, bergaun putih kesukaannya. Anehnya, meski bisa melihat sosok gadis itu, wajahnya kabur. Tertutupi bayang helai indah rambut hitamnya.

"Bagaimana bisa kau menemukanku?" Anak lelaki itu bangkit berdiri, mengunci manik polos gadis di depannya.

Gadis berambut hitam itu terkekeh pelan, "Apa yang tidak kutahu tentang Archer? Meski baru kenal seminggu, kita selalu bersama, lho."

Mendengus kasar, anak laki-laki itu memutar tubuh dan berjalan ke jejeran pohon di pinggir lapangan latihan. Perasaannya yang sedang tidak baik hari ini membuatnya ingin menyendiri di sudut gudang senjata latihan. Sayangnya ia tidak menyangka gadis itu bisa menemukannya. "Tidak selalu, putri kecil. Kakakanda tersayangmu itu juga terus bersamamu, bukan?"

RIE [Revisi Mayor On-Hold]Where stories live. Discover now