(21 + 3 × 7) ÷ 2

153K 27.4K 4.4K
                                    

.

"Ada yang bisa menyebutkan warna nyala api kalsium?"

Kai mengangkat jemarinya lebih cepat sedetik dari Aurora, membuat Pak Gum tersenyum sedikit. Akhirnya dia bisa beradaptasi juga.

"Ya, Kai?"

"Merah bata kan, Pak?"

"Betul sekali."

Kai nyengir kuda, melirik Aurora yang jelas-jelas kesal setengah mampus. Beberapa anak menyorakinya, ikut senang karena berhasil mengalahkan si ratu drama, meski hanya seharga satu pertanyaan random Pak Gum.

"Memangnya kamu nggak kepikiran ambil peminatan Kimia untuk UN, Kai?" Guru Kimia itu menawarkan, mendekat ke meja Kai. "Kelihatannya teorimu sudah cukup kuat."

"Ah, enggak, Pak.. hehe. Saya masih sering lemot kalo udah ketemu stoikiometri."

Stoikiometri, alias perhitungan kimia dengan segala macam satuan yang tidak pernah bisa melekat di ingatan Kai. Meski gadis itu terampil dalam menghafal satuan fisika, entah kenapa kalau sudah berurusan dengan mol, molal, molar- Kai langsung sakit kepala.

Berbeda dengan laki-laki yang duduk di belakangnya, tentu saja.

"Kalau kamu Re? Tidak mau ambil Kimia juga?"

Pak Gum mengalihkan pandang pada meja di baris selanjutnya, kelihatan penasaran. Bagaimana guru itu tidak penasaran, kalau dua murid terbaik di kelasnya sama-sama menolak Kimia dan memilih Fisika?

Sebuah dengusan terdengar.

"Kenapa? Bapak takut peraih nilai UN Kimia tertinggi bukan dari kelas ini?"

Kai memutar mata. Sudah beberapa minggu dia di kelas bimbel ini, sampai-sampai kalimat-kalimat arogan Re tidak membuatnya kaget lagi. Sama seperti anak-anak lain, akhirnya dia bisa bereaksi normal. Hanya diam dan menahan keinginan mencekik si peringkat satu yang luar biasa angkuh dan kurang ajar itu.

"Ck, ck." Pak Gum berdecak. "Jangan khawatir kamu. Kalau soal UN Kimia, Kenan sudah pasti jadi nomor satu."

Kai sedikit tersenyum kali ini. Matanya melirik Kenan di seberang kelas yang memasang tampang tidak bersalah.

Re kelihatan mulai sebal. "Makanya saya pilih Fisika, Pak. Biar Kenan menang sekali-sekali."

"Ya.. ya.. terserah kamu." Pak Gum mengiyakan jawaban Re dengan cara jenaka, menyindir cowok itu secara tidak langsung. Kai menoleh iseng ke belakang dan Re memberinya death glare.

Kai kembali menghadap depan dan menggeleng geli. Ternyata nol satu bisa menyenangkan juga kalau dia menikmatinya.

"Bagaimana dengan kembang api?"

Pak Gum tiba-tiba berbicara lagi begitu sampai di depan kelas. Berbalik, laki-laki paruh baya itu mengeluarkan spidol dan mulai menggambarkan ledakan kembang api di papan tulis.

"Unsur kimia juga berperan dalam pembuatan kembang api warna-warni. Siapa yang bisa-"

"Barium menghasilkan warna hijau."

Otak Kai belum sempat terkoneksi waktu suara menyebalkan itu kembali terdengar. Gadis itu lagi-lagi menoleh dan mendapati Re duduk bersandar di kursinya, kedua tangan terlipat di dada, dan sorot mata penuh balas dendam.

"Tembaga menghasilkan warna biru. Magnesium, putih. Natrium, kuning. Stronsium, merah."

O..ke..

"Kilatan perak yang muncul saat kembang api pertama kali meledak dihasilkan oleh titanium. Sementara kilatan cahaya dihasilkan oleh ferrum, alias besi. Efek asap? Zinc."

A+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang