11 + 16 - 8 × 2

194K 31.1K 6.2K
                                    

.

"Woi, buka."

Kenan menggeliat tidak suka waktu suara ketukan di pintu kamarnya semakin menjadi-jadi. Laki-laki itu mengerjapkan mata beberapa kali sebelum menyalakan ponselnya di atas nakas untuk mengecek jam.

"WOI, BUKA!"

Orang gila, misuh Kenan dalam hati. Laki-laki itu menguap dan mengucek matanya. Kemudian bangkit dan membuka pintu untuk melihat siapa penganggunya.

Ale yang berdiri di sana. Dengan hoodie dinaikkan ke atas kepala. "Lelet banget jadi cowok."

Gadis itu mendorong tubuh Kenan ke samping dengan kekuatan lebih. Sebelum masuk kamar dan melempar diri ke kasur yang belum sempat dirapikan.

Kenan menyumpah dalam hati dan menutup pintu. Suaranya serak waktu dia mencoba bicara. "Lo sadar kan ini jam 2 pagi, Le?"

Gadis di tempat tidurnya itu justru bergerak memunggungi Kenan, membenamkan wajah ke dalam bantal. "Gue mau tidur. Jangan ganggu."

Kenan tidak habis pikir. "Nggak lucu bercanda lo. Gue baru tidur jam 1 tadi habis ngerjain pembahasan soal, Le."

Ale menggumam tidak jelas.

"Bangun!" Kenan sekarang mengguncangkan pundak gadis itu pelan, setengah kesal. "Gue bisa nggak konsen sekolah nanti kalo kurang tidur!"

Ale tidak menggubris. Kenan makin emosi. "LE!"

Laki-laki itu berhasil membalikkan tubuh Ale ke arahnya. Tapi yang mengejutkan Kenan adalah Ale tidak tidur.

Kelopak mata gadis itu sepenuhnya terbuka. Dengan beberapa tetes air mata jatuh di pipinya. Jemari Ale mendorong Kenan dengan kuat, menyuruhnya menjauh.

"Pergi."

Kenan baru sadar suara Ale seharusnya tidak seberat ini.

"Jangan ngomong sama gue."

Kenan mundur selangkah dari tempat tidur, membiarkan Ale kembali bergerak memunggunginya.

Entah kenapa dadanya terasa sakit.

Kenan berdiri dalam diam selama semenit penuh. Kemudian akhirnya isakan Ale terdengar. Pundak gadis itu bergetar naik turun. Seprai biru tua tampak dicengkramnya erat.

Kenan mendadak sulit bernapas. Otaknya berusaha dijaga agar bisa berpikir jernih, tapi kepalannya tidak mau bekerja sama. Buku-buku jarinya ikut menegang.

Laki-laki itu bahkan tidak perlu bertanya lagi. Dia sudah tahu. Dia selalu tahu.

Ale tidak sering menangis seperti perempuan kebanyakan. Dia punya perasaan yang mirip benteng musuh. Sulit ditembus, sulit diserang, sulit dilukai. Begitu kuat sampai Kenan pikir tidak akan roboh.

Tapi memang ada malam-malam di mana Kenan akhirnya terpaksa menyaksikan Ale hancur.

"Laporin, Le." Kenan mengatakannya lagi untuk kesekian kali. Dia sudah muak. "Lo bakal dilindungin. Lo bisa tinggal sama gue. Lo nggak butuh lebih banyak disiksa lagi."

Memang ada malam-malam di mana Kenan akhirnya ikut terluka padahal bukan dia yang dilukai.

"Mau sampai kapan lo gini terus? Lo pikir ini semua bisa berhenti kalau lo diem aja? Ale, lo kuat. Lapor ke polisi nggak berarti lo durhaka."

Memang ada malam-malam di mana Kenan akhirnya dibuat ketakutan setengah mati.

"JATUHIN! DEMI TUHAN, LE, JATUHIN CUTTER-NYA! Gue mohon.. gue mohon.."

A+Where stories live. Discover now