(10 + 10) : 2 = x

195K 32.4K 11.2K
                                    

.

Kai pikir hari Senin sudah tidak bisa lebih buruk lagi dari ini.

Setelah nyaris terlambat ikut upacara, ditabrak pengendara motor ugal-ugalan di parkiran, dan bertemu dengan si legendaris Re Dirgantara— ternyata hari itu masih bisa bertambah buruk lagi.

Selepas istirahat pertama, Bu Aldis, wali kelas 12 IPA 3, mengumumkan sesuatu yang nyaris menarik bola mata Kai keluar dari rongganya.

Setelah TO Mandiri 3 dilaksanakan, guru-guru menganggap para murid sudah adaptif dengan sistem. Ini saatnya memulai program intensif bmbingan belajar persiapan UN. Dua jam pelajaran sepulang sekolah, hari Senin sampai Kamis.

Tapi bukan hanya itu berita buruknya.

Seluruh murid kelas 12 lantas dibagi menjadi 16 grup bimbel. Satu grup maksimal berisi 20 anak. Setiap grup diberi nama: nol satu, nol dua, nol tiga, dan seterusnya.

Agar metode pembelajaran lebih efektif, grup-grup tersebut dibagi berdasarkan kemampuan siswa. Siswa dengan range nilai paling tinggi akan masuk nol satu, dan berurutan terus sampai rata-rata nilai terendah.

Bu Aldis bilang daftar nama akan dipasang di papan pengumuman pulang sekolah, jadi murid-murid segera berebut mengeceknya. Dan tebak apa yang terjadi?

Karin dan Thalia ternyata masuk nol tiga, sementara Saski nol empat. Tapi bagaimana dengan Kai?

Tidak perlu ditanya, tentu saja namanya ada di nol satu, bersanding dengan nama-nama jenius lain.

Kai merapalkan segala macam doa waktu melihat siapa saja yang akan menjadi teman satu grupnya nanti. Kenan, Ale, Aurora, dan tentu saja Re. Paket komplit.

Gadis itu mengerang dalam hati.

Welcome to another shitty program from Bina Indonesia...

.

bab 10

nol satu

.

Do you ever feel like you being treated as an actual princess?

Everytime you walk, people will look at you. Talk about you. Admire how perfect you are.

Aurora selalu membiarkan orang-orang menatapnya ketika dia berjalan di sepanjang koridor. Perhatian semacam itu sudah sering dia dapatkan sejak tahun pertamanya di Bina Indonesia, jadi sekarang rasanya sudah tak sespesial dulu.

Gadis itu mematri langkah menuju ruang nol satu, ruang khusus bimbel yang akhirnya dipakai juga bulan ini. Aurora memiringkan kepalanya, membiarkan poninya bergeser sedikit. Pikirannya sibuk berputar di antara jadwal-jadwal lesnya yang bertabrakan.

Gadis itu menghela napas. Bisa-bisanya bimbel seperti ini diberlakukan secara mendadak? Harusnya ada pemberitahuan seminggu sebelumnya, jadi Aurora bisa mengatur jadwal belajarnya yang lain. Kalau sudah begini progress-nya tidak akan efektif.

Dia benar-benar harus meminta Papa memarahi Bu Nadia...

"Ra!"

Aurora berhenti melangkah. Kepalanya ditolehkan ke belakang.

"Nanti privat jam berapa?"

Lulu, sepupunya, dalam balutan seragam cheers menghampiri.

Aurora mengangkat alis menatap pakaian itu. "Lo nggak bimbel?"

A+Where stories live. Discover now